A.
Pendekatan Penelitian Sastra
Secara epistemologi pendekatan berasal dari kata appropio (Latin), approach (Inggris), yang diartikan sebagai jalan dan penghampiran. Sebuah penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang tersusun secara sistematis dan metodis, maka perlu dibedakan antara metode dengan pendekatan. Benar, secara epistemologis pendekatan juga berarti jalan, yaitu cara itu sendiri, tetapi perlu dijelaskan bahwa pendekatan pada dasarnya memiliki tingkat abstraksi yang lebih tinggi baik dengan metode maupun teori. Sebuah pendekatan dimungkinkan untuk mengoperasikan sejumlah teori dan metode.
1. Strukturalisme
Pendekatan Struktural adalah
suatu pendekatan yang memfokuskan pada analisis terhadap struktur karya sastra.
Dalam pendekatan ini, karya sastra dianggap sebagai sebuah struktur. Ia hadir
dan dibagun oleh sejumlah unsur yang berperan penting secara fungsional.
Menurut Wellek dan Werren yang dimaksud dengan struktur adalah isi (content)
dan bentuk (form). Isi berkaitan dengan gagasan yang diekspresikan pengarang
sedangkan bentuk adalah cara pengarang menulis.
Menurut Teeuw analisis
struktural mencoba menguraikan keterikatan dan fungsi masing-masing unsur karya
sastra tersebut sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan
makna yang menyeluruh. Jadi, unsur karya sastra tersebut haruslah dipahami
sebagai bagian dari keseluruhan karya sastra. Menurut Pradopo dalam Jabrohim
(2001:54), salah satu ciri khas pendekatan struktural adalah adanya anggapan
bahwa didalam dirinya sendiri karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom
yang dapat dipahami sebagai kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya
yang saling berjalinan.
2. Semiotik
Secara sederhana semiotik
berarti ilmu tentang tanda. Ia mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan,
konvensi-konvensi, yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti. Ia
memiliki tujuan untuk mengetahui sistem tanda-tanda dengan menentukan
konvensi-konvensi apa saja yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna.
Kajian semiotik ini mempunyai asumsi dasar bahwa fenomena sosial atau
masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda.
Semiotik merupakan
perkembangan atau lanjutan dari strukturalisme. Strukturalisme tidak dapat
dipisahkan dengan semiotik. Alasannya, karya sastra itu merupakan struktur
tanda-tanda yang bermakna. Tanpa memperhatikan sistem tanda, maka tanda dan
maknanya dan konvensi tanda, maka struktur karya sastra tidak akan dapat
dimengerti maknanya secara optimal.
3. Intertekstual
Intertekstual merupakan kajian
teks yang melibatkan teks lain dengan mencari dan menelaah hubungan tersebut.
Suatu teks, dalam kaca mata intertekstual, lahir dari teks-teks lain dan harus
dipandang sesuai tempatnya dalam keluasan tekstual. Pendekatan ini memiliki
asumsi bahwa karya sastra tidak lahir dari kekosongan budaya, termasuk sastra.
Karya sastra merupakan respon pada karya sastra yang terbit sebelumnya. Bahwa
suatu teks penuh dengan makna bukan hanya mempunyai struktur tertentu, suatu
karangan yang menentukan dan mendukung bentuk, tetapi juga karena teks itu
berhubungan dengan teks lain.
4. Resepsi
Suatu karya sastra tidak
akan sama pembacaan, pemahaman dan penelitiannya sepanjang masa dalam seluruh
golongan masyarakat tertentu. Karya sastra sejak ia diterbitkan, selalu akan
mendapat tanggapan dari pembacanya. Demikian asumsi dari para pengkaji sastra
lewat pendekatan resepsi. Mereka dalam mengkaji karya sastra, titik tekan yang
dicapat, adalah respon pembaca.
5. Stilistika
Secara bahasa, stilistika
berarti pemakaian atau penggunaan bahasa dalam karya sastra. Sedangkan dalam
pengertiannya secara umum, dapat dikatakan, bahwa ia merupakan bagian dari ilmu
linguistik yang memusatkan perhatiannya kepada variasi penggunaan bahasa. Fokus
penelitian stilistika terhadap sastra adalah untuk menentukan suatu prinsip
yang mendasari kesatuan karya sastra dan dapat menemukan suatu tujuan estetika
umum yang menonjol dalam sebuah karya sastra, yang mungkin juga dapat diarahkan
untuk membahas isi.
Kajian stilstika di dalam
sastra dapat dilakukan dengan menganalisis tentang sistem linguistik dan
membedakan sistem satu dengan sistem lain dengan metode kontras, mangamati
deviasi dan distorsi terhadap pemakaian bahasa yang normal dan berusaha
menemukan estetisnya.
6. Sosiologi sastra
Sosiologi sastra adalah
kajian sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Tujuannya adalah
untuk mendapatkan gambaran lengkap, utuh dan menyeluruh tentang hubungan timbal
balik antara sastrawan, karya sastra dan masyarakat. Yakni: seberapa jauhkah nilai
sastra berkaitan dengan nilai sosial, dan seberapa jauhkah nilai sosial
mempengaruhi nilai sastra.
Sosiologi sastra mempunyai
tiga sasaran yang dibahas. Sasaran pertama adalah bahwa ia mengkaji fungsi
sosial dari sebuah karya sastra: apakah karya sastra yang dikajinya ini
memposisikan dirinya sebagai Nabi, atau ia menganggap karya sastranya sebagai
penghibur saja, atau mengkompromikan keduanya? Sasaran kedua adalah konteks
sosial dari sastrawan itu sendiri yang meliputi; apa dan bagaimana pencaharian pengarang,
profesionalisme kepengarangannya dan masyarakat yang dituju pengarang. Dan
sasaran yang ketiga adalah bahwa sejauh mana karya itu mencerminkan sebuah
masyarakat.
7. Dekonstruksi
Dekontruksi lahir
dilatarbelakangi dari sikap seorang filsuf kontemporer bernama Jaques Derrida
yang menolak logosentrisme. Logosentrisme adalah keinginan akan suatu pusat
atau suatu “kehadiran” akan sabda Tuhan, yang mampu menjelaskan segalanya. Ia
merupakan sebuah usaha yang terus-menerus untuk menghancurkan dan meniadakan
pemusatan (decentering).
Dalam aplikasinya,
dekonstruksi berusaha untuk membalikkan herarkis terhadap sistem oposisional
yang sudah ada. Kemudian melakukan oposisi-oposisi yang sudah klasik,
pemelesetan besar-besaran terhadap sistem itu secara keseluruhan. Caranya
adalah dengan menentukan oposisi-oposisi tertentu merupakan pemaksaan ideologi metafisik
dengan satu membawa preoposisi-preoposisi dan peranannya dalam nilai metafisika
B.
Metode Penelitian Sastra
Penelitian sastra dilakukan
untuk menemukan, mengembangkan, atau menguji kebenaran suatu pengetahuan secara
empiris berdasarkan data dan fakta, pengembangan atau pengujian kebenaran yang
dicapai dengan penelitian digunakan sebagai dasar atau fondasi melakukan
tindakan. Penelitian sastra berkaitan dengan analisis teks. Teks dapat
digolongkan menjadi dua golongan, yakni teks yang mewakili pengalaman yang
dapat dianalisis dengan teknik elisitasi sistematis yaitu mengidentifikasi
unsur-unsur teks yang merupakan bagian dari suatu unsur kebudayaan dan mengaji
hubungan di antara unsur-unsur itu, atau analisis teks dengan bertolak dari
analisis kata atau teks sebagai sistem tanda. Sedangkan teks sebagai objek
analisis dengan menggunakan analisis percakapan, narasi, parole, atau struktur
gramatikal.
Penelitian sastra lebih
banyak berupa penelitian perpustakaan, yaitu penelitian yang dilakukan di dalam
ruang kerja peneliti atau di ruang perpustakaan, data dan objek penelitian
lewat buku-buku. Selain jenis penelitian perpustakaan, penelitian sastra juga
dapat dilakukan di lapangan, seperti penelitian terhadap sastra lisan, folklor,
dan teater tradisional.
Ratna (2009: 34), metode
berasal dari bahasa Latin methodos, sedangkan methodos sendiri berasal dari
akar kata meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah
sedangkan hodos berarti jalan, cara dan arah. Dalam pengertian yang luas,
metode dianggap sebagai cara-cara, strategi untuk memahami realitas,
langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya.
Metode juga berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah
dipecahkan dan dipahami. Klasifikasi, deskripsi, komparasi, sampling, induktif,
deduktif, eksplanasi, interpretasi, kuantitatif, kualitatif, dan sebagainya,
adalah sejumlah metode yang sangat umum penggunaannya baik dalam ilmu alam
maupun ilmu sosial, termasuk ilmu humaniora dalam hal ini sastra.
Metode penelitan sastra
seringkali dirancukan dengan pendekatan sastra dan teori sastra. Teori sastra
mempengaruhi perspektif dan cara pandang peneliti terhadap posisi, peran, isi
atau substansi teks, pendekatan mengacu para orientasi peneliti terhadap data
penelitian, sedangkan metode penelitian menentukan cara kerja peneliti dalam
melakukan kajiannya. Metode penelitian adalah cara untuk memperoleh pengetahuan
mengenai objek tertentu sehingga harus sesuai dengan kodrat keberadaan objek
itu sebagaimana yang dinyatakan oleh teori.
Atas kekhasan sifat karya
sastra, maka sejumlah metode yang perlu dibicarakan dalam analisis karya
sastra, di antaranya: metode intuitif, metode hermeneutika, metode formal,
analisis isi, dialektik, deskriptif analisis, deskriptif komparatif, dan
deskriptif induktif. Setiap metode memiliki kedudukan dan kualitas yang sama.
Penggunaannya tergantung dari tujuan yang akan dicapai. Yang berbeda adalah
kualitas penelitian yang dihasilkan oleh masing-masing peneliti.
1. Metode Intuitif
Manusia memahami kebudayaan
jelas dengan pikiran dan perasaannya, yaitu dengan intuisi, penafsiran,
unsur-unsur, sebab-akibat, dan seterusnya. Sebagai metode filsafat, menurut
Anton Bakker (1984; 39-42), metode intuitif digunakan oleh pendiri
neo-Pla-tonisme, yaitu Platinos (205-270 M). Dasar metodenya adalah filsafat
Yunani, khususnya Plato dan Aristoteles. Ciri metode intuitif adalah kontemplasi,
pemahaman terhadap gejala-gejala kultural dengan mempertimbangkan keseimbangan
antara individu dengan hermeneutika.
Metode intuitif
kontemplatif, demikian juga metode intuitif hermeneutis jelas telah digunakan
dalam memahami sastra, khususnya sastra Indonesia sebelum lahirnya
strukturalisme. Metode formal digunakan sejak lahirnya formalism dan
strukturalisme, yang secara eksplisit mulai digunakan oleh Umar Junus, A.
Teeuw, dan kelompok Rawamangun.
2. Metode Hermeneutika
Secara etimologis hermeneutika
berasal dari kata hermeneuin, bahasa Yunani, yang berarti menafsirkan atau
menginterpretasikan. Secara mitologis (ibid) hermeneutika dikaitkan dengan
hermes, nama Dewa Yunani menyampaikan pesan illahi kepada manusia. Pada
dasarnya medium pesan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
Jadi, penafsiran disampaikan lewat bahasa, bukan bahasa itu sendiri. Karya
sastra perlu ditafsirkan sebab disatu pihak lain, di dalam bahasa sangat banyak
makna yang tersembunyi, atau dengan sengaja disembunyikan.
Dikaitkan dengan fungsi
utama hermeneutika sebagai metode untuk memahami agama, maka metode ini
dianggap tepat untuk memahami karya sastra dengan pertimbangan bahwa di antara
karya tulis, yang paling dekat dengan agama adalah karya sastra. Asal mula
agama adalah firman Tuhan, asal mula sastra adalah kata-kata pengarang.
3. Metode Kualitatif
Metode kualitatif pada
dasarnya sama dengan metode hermeneutika. Artinya, baik metode hermeneutika,
kualitatif, dan analisis isi, secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara
penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Sebagai bagian
perkembangan ilmu sosial, kualitas penafsiran dalam metode kualitatif dengan
demikian dibatasi oleh hakikat fakta-fakta sosial. Artinya, fakta sosial adalah
fakta-fakta sebagaimana ditafsirkan oleh subjek. Metode kualitatif memberikan
perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks
keberadaannya. Dalam penelitian karya sastra, misalnya, akan dilibatkan
pengarang, lingkungan sosial di mana pengarang berada, termasuk unsur-unsur
kebudayaan pada umumnya.
Ciri-ciri terpenting metode
kualitatif, sebagai berikut:
1. Memberikan perhatian
utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat objek, yaitu sebagai studi
kultural.
2. Lebih mengutamakan proses
dibandingkan dengan hasil penelitian sehingga makna selalu berubah.
3. Tidak ada jarak antara
subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek peneliti sebagai instrumen
utama, sehingga terjadi interaksi langsung diantaranya.
4. Desain dan kerangka
penelitian bersifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka.
5. Penelitian bersifat
alamiah, terjadi dalam konteks sosial budayanya masing-masing.
4. Metode Analisis Isi
Isi dalam metode analisis
isi terdiri atas dua macam, yaitu isi laten dan isi komunikasi. Isi laten
adalah isi yang terkandung dalam dokumen dan naskah, sedangkan isi komunikasi
adalah pesan yang terkandung sebagai akibat komukasi yang terjadi. Isi laten
adalah isi sebagai dimaksudkan oleh penulis, sedangkan isi komunikasi adalah
isi sebagaimana terwujud dalam hubungan naskah dengan konsumen. Dengan kalimat
lain, isi komunikasi pada dasarnya juga mengimplikasikan isi laten, tetapi
belum tentu sebaliknya. Objek formal metode analsis ini dalah isi komunikasi. Analisis
terhadap isi laten akan menghasilkan arti, sedangkan analisis terhadap isi
komunikasi akan menghasilkan makna.
Sebagaimana metode
kualitatif, dasar pelaksanaan metode analisis isi adalah penafsiran. Apabila
proses penafsiran dalam metode kualitatif memberikan perhatian pada situasi
alamiah, maka dasar penafsiran dalam metode analisi isi memberikan perhatian
pada isi pesan. Oleh karena itulah, metode analisis isi dilakukan dalam
dokumen-dokumen yang padat isi. Peneliti menekankan bagaimana memaknakan isi
komunikasi, memaknakan isi interaksi simbolik yang terjadi dalam peristiwa
komukasi. Dalam karya sastra, misalnnya, dilakukan untuk meneliti gaya tulisan
seorang pengarang.
5. Metode Formal
Metode formal adalah
analisis dengan mempertimbangkan aspek-aspek formal, aspek-aspek bentuk, yaitu
unsur-unsur karya sastra. Tujuan metode formal adalah studi ilmiah mengenai
sastra dengan memperhatikan sifat-sifat teks yang dianggap artistik. Metode
formal tidak bisa dilepaskan dengan teori strukturalisme. Esensi metode formal
yaitu unsur-unsur itu sndiri adalah esensi strukturalisme tersebut. Secara
historis metode formal dapat ditelusuri dengan adanya perhatian pada sastra
sebagai etgon. Metode formal populer sejak tahun 1930-an dengan adanya
perhatian terhadap aspek-aspek formal, yang diutamakan adalah ciri-ciri
kesastraan secara otonom, ciri yang membedakan sastra dari ungkapan bahasa yang
lain, pola-pola suara dan kata-kata formal. Konsekuensi logis yang ditimbulkan
adalah mengabaikan aspek biografis, sosiologis, sikologis, ideologis, dan
aspek-aspek ekstrinsik lainnya. Ciri-ciri utama metode formal adalah analisis
terhadap unsur-unsur karya sastra, kemudian bagaimana hubungan antara
unsur-unsur tersebut dengan totalitasnya. Penerapan metode formal perlu
mempertimbangkan hakikat karya sastra seperti, puisi, prosa, dan drama.
6. Metode Dialektika
Secara etimologi dialektika
berasal dari kata dialectica, bahasa Latin, berarti cara membahas. Secara historis
metode dialektik sudah ada sejak zaman Plato, tetapi diperkenalkan secara
formal oleh Hegel. Mekanisme kerjanya terdiri atas tesisi, antitesis, dan
sintesis.
Prinsip-prinsip dialektika
dikemangkan oleh Friedrich Hegel atas dasar dialektika spiritual, dan Karl Marx
atas dasar pertentangan kelas. Prinsip-prinsip dialektika hampir sama dengan
hermeneutika, khususnya dalam gerak spiral eksplorasi makna, yaitu penelusuran
unsur ke dalam totalitas dan sebaliknya. Perbedakanya adalah kontinuitas
operasionalisasi tidak berhenti pada level tertulis, tetapi diteruskan pada
jaringan kategori sosial justru merupakan maknanya secara lengkap.
7. Metode Deskriptif
Analisis
Metode penelitian dapat juga
diperoleh melalui gabungan dua metode, dengan syarat kedua metode tidak
bertentangan. Metode deskriptif analitik dilakukan dengan cara mendeskripsikan
fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis. Secara etimologis deskripsi
dan analisis yang berasal dari bahasa Yunani, analyein (‘ana’=atas,
‘lyein’=urai), telah diberikan arti tambahan, tidak semata-mata menguraikan
melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya. Metode gabungan
yang lain, misalnya deskriptif komparatif, metode dengan cara menguraikan dan
membandingkan, dan metode deskriptif induktif, metode dengan cara menguraikan
yang diikuti dengan pemahaman dari dalam ke luar.
Metode deskriptif analitik
juga dapat digabungkan dengan metode formal. Mula-mula data dideskripsikan
dengan maksud untuk menemukan unsur-unsurnya kemudian dianalisis, bahkan juga
diperbandingkan. Perlu dipertimbangkan adalah metode yang lebih khas merupakan
metode utama, misalnya metode formal atau analisis isi kemudian dilanjutkan
dengan metode yang lebih bersifat umum.
DAFTAR PUSTAKA
Faruk. 2014. Metode
Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jabrohim. 2014. Teori
Penelitian Sasra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mulyana, Deddy. 2004.
Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009.
Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Strauss, A. dan Corbin, J.
2009. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Vredenbreght, J. 1983.
Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Gramedia: Jakarta.
No comments:
Post a Comment