BAB
I PENDAHULUAN
Manusia
sebagai makhluk sosial memerlukan alat untuk berinteraksi yaitu bahasa. Hal
ini didukung dengan pengertian bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
bahasa adalah system lambing bunyi yang
dipakai oleh suatu masyarakat untuk berinteraksi; percakapan yang baik, tingkah
laku yang baik, sopan santun.
Adanya bahasa membuat kita menjadi mahluk yang bermasyarakat (atau mahluk sosial). Kemasyarakatan kita tercipta dengan bahasa, dibina dan dikembangkan dengan bahasa; Lindgren (1972) menyebut bahasa itu sebagai ”perekat masyarakat”. Broom & Selznik (1973) menyebutnya sebagai “factor penentu dalam penciptaan masyarakat manusia”. Penguasaan bahasa manusia berbeda dengan hewan, hal ini dilandasi oleh dua aspek yaitu aspek biologis dan aspek neurologis. Dalam aspek biologis diketahui bahwa pertumbuhan bahasa manusia mengikuti jadwal perkembangan genetiknya sehingga munculnya suatu unsur bahasa tidak dapat dipaksakan.
Adanya bahasa membuat kita menjadi mahluk yang bermasyarakat (atau mahluk sosial). Kemasyarakatan kita tercipta dengan bahasa, dibina dan dikembangkan dengan bahasa; Lindgren (1972) menyebut bahasa itu sebagai ”perekat masyarakat”. Broom & Selznik (1973) menyebutnya sebagai “factor penentu dalam penciptaan masyarakat manusia”. Penguasaan bahasa manusia berbeda dengan hewan, hal ini dilandasi oleh dua aspek yaitu aspek biologis dan aspek neurologis. Dalam aspek biologis diketahui bahwa pertumbuhan bahasa manusia mengikuti jadwal perkembangan genetiknya sehingga munculnya suatu unsur bahasa tidak dapat dipaksakan.
Sedangkan
aspek neurologis, yaitu kaitan antara otak dengan
bahasa. Menurut Chaer mengemukakan bahwa dalam sistem saraf
manusia, otak merupakan pusat saraf, pengendali pikiran, dan mekanisme organ
tubuh manusia, termasuk mekanisme yang mengatur pemrosesan bahasa. Oleh karena
itu, perkembangan bahasa manusia berkaitan erat dengan perkembangan otak. Untuk
mengetahui lebih lanjut perkembangan bahasa yang dipengeruhi oleh aspek
neurologis, dalam makalah ini akan dibahas mengenai struktur dan organisasi
otak manusia yang membuat manusia berbeda dengan hewan karena bisa berbahasa.
BAB II PEMBAHASAN
1. Struktur, Fungsi, dan Pertumbuhan Otak
Otak (serebrum dan
serebelum) adalah salah satu komponen dalam system susunan saraf manusia.
Komponen lainnya adalah sumsum tulang belakang atau medula spinalis dan saraf tepi. Yang pertama, otak, berada
di dalam ruang tengkorak; medulla spinalis berada di dalam ruang tulang
belakang ; sedangkan saraf tepi ( saraf spinal dan saraf otak ) sebagian berada
di luar kedua ruang tadi ( Kusumoputro, 1981).
Otak seorang bayi
ketika baru dilahirkan beratnya hanya kira-kira 40 % dari berat otak orang
dewasa ; sedangkan mahluk primate lain, seperti kera dan simpanse adalah 70%
dari otak dewasanya (Menyuk, 1971: 31). Dari perbandingan tersebut tampak bahwa
manusia kiranya telah dikodratkan secara biologis untuk mengembangkan otak dan
kemampuannya secara cepat.
Perbedaan otak
manusia dan otak mahluk lain, seperti kera dan simpanse, bukan hanya terletak
pada beratnya saja, melainkan juga pada struktur dan fungsinya. Pada otak manusia
ada bagian-bagian yang sifatnya disebut manusiawi, seperti bagian-bagian yang
berkenaan dengan pendengaran, ujaran, pengontrol alat ujaran, dan sebagainya.
Pada otak mahluk lain tidak ada bagian-bagian yang berkenaan dengan ujaran itu.
Sebaliknya, pada otak mahluk lain, banyak bagian yang berhubungan dengan
insting; sedangkan pada otak manusia tidak banyak. Ini berarti ; perbuatan
mahluk lain lebih banyak dikendalikan oleh insting dan perbuatan manusia bukan
hanya karena insting.
Dilihat dari
atas, otak terdiri dari dua hemister (belahan), yaitu hemisfer kiri dan
hemisfer kanan, yang dihubungkan oleh korpus kalosum. Tiap hemisfer terbagi
lagi dalam bagian-bagian besar yang disebut sebagai lobus, yaitu lobus
frontalis, lobus parietalis, lobus oksipitalis, lobus temporalis.
Permukaan otak yang
disebut sebagai korteks serebri tampak berbelok-kelok membentuk lekukan
(disebut sulkus) dan benjolan (disebut girus). Dengan adanya sulkus dan girus
ini permukaan otak yang disebut korteks serebri itu menjadi lebih luas.
Korteks serebri ini
mempunyai peranan penting baik pada fungsi elementer, seperti pergerakan,
perasaan, dan pancaindra, maupun pada fungsi yang lebih tinggi dan kompleks
yaitu fungsi mental atau fungsi luhur atau fungsi kortikal dari kata korteks.
Fungsi kortikal ini antara lain terdiri dari isi pikiran manusia, ingatan atau
memori, emosi, persepsi, organisasi gerak dan aksi, dan juga fungsi bicara
(bahasa).
Girus yang terdapat
pada korteks hemisfer kiri dan hemisfer kanan mempunyai peranan bagi masing-masing
fungsi tertentu. Korteks hemisfer kanan menguasai fungsi elementer dari sisi
tubuh sebelah kiri, dan korteks hemisfer sebelah kiri menguasai fungsi tubuh
sebelah kanan. Andaikan korteks presentral hemisfer kanan tempat pusat
pergerakan tubuh rusak, maka akan terjadi kelumpuhan pada sisi tubuh sebelah
kiri dan sebaliknya pula.
Perkembangan atau
pertumbuhan sel otak manusia berlangsung dengan sangat cepat, sejak bayi hingga
akhir masa remaja. Pengenalan terhadap lingkungan baru pada rentang usia tersebut,
memicu lahirnya jutaan sel-sel baru, dan pertumbuhan ini masih akan terus
berlangsung pada usia dewasa, hanya saja agak lebih lambat.
Perkembangan atau
pertumbuhan otak manusia menurut Volpe (1987) terdiri atas enam tahap, yaitu :
o
Pembentukan
tabung neural.
o
Profilerasi
selular untuk membentuk calon sel neuron dan glia.
o
Perpindahan
selular dari germinal subependemal ke korteks.
o
Deferensiasi
selular menjadi neuron spesifik.
o
Perkembangan
akson dan dendrite yang menyebabkan bertambahnya sinaps.
o
Elimenisi
selektif neuron, sinaps, dan sebagainya untuk spesifikasi.
Kelahiran saraf-saraf
baru bisa saja terjadi di wilayah otak lain dan urat saraf tulang belakang. Ia
seperti sel kulit, lahir untuk memperbaharui sel-sel yang telah mati. Dengan
demikian, kemungkinan besar sel otak juga dapat memperbaharui dirinya sepanjang
waktu.
2. Fungsi
Kebahasaan Otak
Sudah dikemukakan
bahwa kedua hemisfer otak mempunyai peranan yang berbeda bagi fungsi kortikal.
Fungsi bicara bahasa dipusatkan pada hemisfer kiri bagi orang yang tidak kidal.
Hemisfer kiri ini disebut hemisfer dominant bagi bahasa dan korteksnya
dinamakan korteks bahasa. Hemisfer dominant atau superior secara morfologis
memang agak berbeda dari hemisfer yang tidak dominant atau inferior. Hemisfer
dominant lebih berat, lebih besar girusnya dan lebih panjang. Hemisfer kiri
yang terutama mempunyai arti penting bagi bicara bahasa, juga berperan untuk
fungsi memori yang bersifat verbal. Sebaliknya, hemisfer kanan penting untuk
fungsi emosional, lagu isyarat, baik yang emosional ataupun yang verbal.
Hemisfer kiri memang
dominant untuk fungsi bicara bahasa, tetapi tanpa aktifitas hemisfer kanan,
maka pembicaraan seorang akan menjadi monoton, tak ada prosodi, tak ada lagu
kalimat ; tanpa menampakan adanya emosi ; dan tanpa disertai isyarat-isyarat
bahasa.
Penentuan dan
pembuktian daerah-daerah tertentu dalam otak dalam kaitannya dengan fungsi
bicara bahasa dan fungsi-fungsi lain pada awalnya dilakukan dengan penelitian
terhadap orang-orang yang mengalami kerusakan otak atau kecelakaan yang
mengenai kepala. Kemudian dilakukan juga dengan berbagai eksperimen terhadap
orang sehat.
Satu daerah lagi yang
terlibat dalam proses ujaran adalah daerah korteks ujaran superior atau daerah
motor suplementer. Bukti bahwa daerah itu dilibatkan dalam artikulasi
ujaran fisik berasal dari ahli bedah saraf Penfield dan Robert, yang melakukan
penelitian dengan teknik ESB. Dengan batuan arus listrik keduanya dapat
mengindentifikasikan daerah-daerah otak yang dipengaruhi rangsangan listrik.
Daerah-daerah yang dipengaruhi rangsangan listrik itu mempengaruhi hasil ujaran
secara normal. Karena daerah motor suplementer itu berdekatan dengan celah yang
digunakan untuk mengendalikan gerak fisik, yakni menggerakan tangan, kaki,
lengan dan lain-lain, daerah itu juga mengendalikan penghasilan ujaran.
Hasil penelitian
tentang kerusakan otak oleh Broca dan Wernickle serta penelitaian Penfield dan
Robert mengarah pada kesimpulan bahwa hemisfer kiri dilibatkan dalam
hubungannya dengan fungsi bahasa. Kranshen (1977) mengemukakan lima alasan
yang mendasari kesimpulan itu. Kelima alasan itu adalah berikut ini.
o
Hilangnya
kemanpuan berbahasa akibat kerusakan otak lebih sering disebabkan oleh
kerusakan jaringan saraf hemisfer kiri daripada hemisfer kanan.
o
Ketika
hemisfer kiri dianestesia kemampuan berbahasa menjadi hilang, tetapi ketika
hemisfer kanan dianestesia kemanpuan bahasa itu tetap ada.
o
Sewaktu
bersaing dalam menerima masukan bahasa secara bersamaan dalam tes dikotik,
ternyata telinga kanan lebih unggul dalam ketepatan dan kecepatan pemahaman
daripada telinga kiri. Keunggulan telinga kanan itu karena hubungan antara
telinnga kanan dan hemisfer kiri lebih baik daripada hubungan telingan kiri
dengan hemisfer kanan.
o
Ketika
materi bahasa diberikan melalui penglihatan mata kanan dan mata kiri, maka
ternyata penglihatan kanan lebih cepat dan lebih tepat dalam menangkap materi
bahasa itu daripada penglihatan kiri. Keunggulan penglihatan kanan itu karena
hubungan antara penglihatan kanan dan hemisfer kiri lebih baik daripada
hubungan penglihatan kiri dan hemisfer kanan.
o
Pada
waktu melakukan kegiatan berbahasa baik secara terbuka maupun tertutup,
hemisfer kiri menunjukan kegiatan elektris lebih hebat daripada hemisfer kanan.
Hal ini diketahui melalui analisis gelombang otak. Hemisfer yang lebih aktif
sedikit dalam menghasilkan gelombang alpha.
3. Teori Lateralisasi
Banyak pakar
psikologi yang meragukan teori lateralisasi, bahwa pusat-pusat bahasa dan
ucapan berada pada hemisfer kiri. Mereka berpendapat bahwa seluruh otak
bertanggung jawab dan terlibat dalam proses pemahaman dan produksi bahasa.
Pendapat ini dalam psikologi disebut holisme. Namun demikian, dari bukti-bukti
eksperimental yang dilakukan terhadap otak yang normal, kebenaran teori
lateralisasi itu bisa dipertimbangkan. Berikut dikemukakan beberapa
eksperimen yang pernah dilakukan untuk menyokong teori lateralisasi itu.
a) Tes Menyimak Rangkap ( Dichotic Listening)
Tes ini dilakukan
dengan memperdengarkan pasangan kata yang berbeda (misalnya boy dan girl ) pada
waktu yang betul-betul bersamaan di telinga kiri dan kanan orang yang dites
dengan kenyaringan yang sama.
Ternyata kata boy
yang diperdengarkan pada telinga sebelah kanan dapat diulangi dengan baik dari
pada kata girl yang diperdengarkan di telinga sebelah kiri. Hasil tes ini
membuktikan bahwa telinga kanan (yang diladasi oleh hemisfer kiri) lebih peka
terhadap bunyi-bunyi bahasa dibandingkan dengan telinga kiri (yang dilandasi
oleh hemisfer kanan).
b) Tes Stimulus Elektris ( Electrical Stimulation of Brain )
Dengan tes ini pusat
bahasa pada otak distimuluskan dengan aliran listrik melalui thalamus lateral
kiri sehingga menimbulkan anomia, di mana subjek yang diteliti tidak dapat
menyebutkan nama benda yang ada di depannya, meskipun dia lancar bercakap-cakap.
Stimulus elektris yang sama yang dilakukan terhadap hamisfer kanan melalui
thalamus lateral kanan tidak menyebabkan anomia. Tes stimulus elektris ini
membuktikan bahwa lateralisasi hemisfer kiri untuk bahasa telah merupakan satu
kenyataan yang tidak dapat dibantah.
c) Tes Grafik Kegiatan Elektris ( Electris Encephalo Graphy )
Tes ini dilakukan
untuk mengetahui apakah aliran listrik pada otak apabila seseorang sedang
bercakap-cakap dan kalau ada bagian manakah yang giat mendapatkan aliran
lisrtik ini. Sebalinya juga dengan tes ini juga, grafik kegiatan elektris telah
direkam pada hemisfer kanan bila subjek-subjek yang diteliti sedang giat
melakukan kegiatan yang bukan ujaran bahasa. Tes grafik kegiatan elektris ini
telah membuktikan bahwa lateralisasi untuk bahasa adalah pada hamesfer kiri,
sedangkan hemisfer kanan untuk fungsi-fungsi lain yang bukan bahasa.
d) Tes Wada ( Tes Amysal )
Dalam tes ini obat
sodium amysal diinjeksikan kedalam system peredaran salah satu belahan otak.
Belahan otak yang mendapatkan obat ini menjadi lumpuh untuk sementara. Jika
hemisfer kanan yang dilumpuhkan dengan sodium amysal ini, maka anggota-anggota
badan sebelah kiri tidak berfungsi sama sekali. Namun, fungsi bahasa tidak
terganggu sama sekali dan orang yang diteliti ini dapat bercakap-cakap dengan
normal seperti biasa. Apabila hemisfer kiri yang diberi sodium amysal maka
anggota badan sebelah kanan menjadi lumpuh, termasuk fungsi bahasa.
e) Teknik Fisiologi Langsung ( Direct Physiological Technique )
Teknik fisiologi langsung
ini merekam secara langsung getaran-getaran elektris pada otak dengan cara
electro encephalo grapky, setelah ke telinga kiri dan telinga kanan secara
berturut-turut diperdengarkan bunyi bisikan dan bunyi ujaran bahasa. Ternyata
suara bising terekam dengan baik pada hemisfer kanan, sedangkan bunyi ujaran
bahasa terekam dengan baik pada hemisfer kiri.
f)
Teknik Belah Dua Otak ( Bisected Brain Technique )
Pada teknik ini kedua
hemisfer sengaja dipisahkan dengan memotong korpus kalosum, sehingga kedua hemisfer
itu tidak mempunyai hubungan. Kemudian pada tangan kiri pasien yang matanya
ditutup dengan kain, diletakan sebuah benda misalnya anak kunci. Ternyata
subjek mengenal benda itu dengan melakukan gerak membuka pintu dengan
menggunakan anak kunci itu, tetapi tidak dapat menyebutkan nama benda itu.
Mengapa, karena penyebutan nama benda dilandasi oleh hemisfer kiri, sedangkan
tangan kiri yang memegang benda itu dilandasi dengan hemisfer kanan. Dengan
kata lain hemisfer kiri tidak mengetahui apa yang dikerjakan oleh hemisfer
kanan karena hubungan keduanya telah diputuskan.
4. Teori
Lokalisasi
Teori lokalisasi atau
lazim juga disebut pandangan lokalisasi berpendapat bahwa pusat-pusat bahasa
dan ucapan berada di daerah Broca dan daerah Wernicke seperti sudah disebut
sebelumnya.
Ada beberapa cara lain untuk menunjukan
teori lokalisasi ini antara lain sebagai berikut.
a) Teknik
Stimulus Elektrik
Teknik ini dilakukan
dengan cara menstimulasi bagian-bagian tertentu permukaan korteks dengan aliran
listrik, seperti yang telah dilakukan dua ahli bedah saraf, Penfield dan Robert
(1959) pada waktu proses pengobatan bedah saraf pasien-pasien otak.
Mereka menemukan
hanya pada tiga bagian saja yang terdapat kelainan-kelainan yang merusak
bahasa. Ketiga tempat itu adalah berikut ini.
o Bagian depan girus
tengah sebelah bawah lobus depan kiri, yaitu bagian yang sekarang dikenal
dengan daerah (medan) Broca.
o Bagian atau medan temporo pariental posterior, yaitu
yang sekarang dikenal sebagai daerah (medan) Wernicke.
o Medan motor suplementer yang terdapat pada
permukaan tengah belahan korteks sebelah kiri, yaitu yang sekarang dikenal
sebagai korteks motor.
b) Teknik
Perbedaan Anatomi Otak
Dalam berbagai
literature mengenai teori lokalisasi muncul satu pertanyaan : jika pusat-pusat
bahasa hanya berada pada hemisfer kiri, tentulah kedua hemisfer itu, kiri dan
kanan tidak simetris, hemisfer kiri tentu lebih besar dari pada hemisfer kanan.
Untuk menjawab
pertanyaan ini Geschwind dan Levistsky (1968) telah menganalisis secara
terperinci 100 otak manusia normal setelah mereka meninggal. Keduanya menemukan
bahwa planun temporale yaitu daerah dibelakang girus Heschl jauh lebih besar
pada hemisfer kiri. Bahkan perbedaan ini dapat langsung dilihat dengan mata.
c) Cara Melihat Otak Dengan PET (Positron Emission Tomography)
Cara lain untuk
membuktikan teori lateralisasi dan lokalisasi adalah dengan cara melihat otak
secara langsung dengan menggunakan alat yang disebut PET. Dengan PET ini kita
melihat bagian-bagian otak terutama bagian-bagian korteks, pada waktu
bagian-bagian itu sedang berfungsi.
Umpamanya kalau
pasien diminta mendengarkan lagu atau musik, maka korteks hemisfer kanan akan
kelihatan bercahaya dan berwarna merah, tetapi apabila dia mendengarkan bahasa
(kaliamt-kalimat) maka korteks hemifer kirilah yang bercahaya dan berwarna
merah. Hal ini membuktikan bahwa suatu latihan yang dilakukan dengan kesadarn
dan kefahaman yang tinggi dapat menukar reaksi fungsional otak dari hemisfer
kanan ke hemisfer kiri.
5.
Hamisfer yang Dominan
Menurut Yule (1985)
fungsi bagian tertentu pada satu daerah otak yang mengalami kerusakan akan
digantikan oleh penggantinya dibagian otak yang lain. Oleh karena itu, sangat
diperlukan kecermatan untuk menyatakan hubungan-hubungan antara aspek-aspek
perilaku linguistic dan letaknya dalam otak.
Krashen lebih jauh
mengatakan bahwa cara kerja hemisfer tertentu pada setiap orang dapat
bervariasi dalam dua hal berikut.
·
Sebagian
orang kurang mendapat lateralisasi daripada sebagian orang yang lain.
Maksudnya, untuk orang-orang tertentu kemampuan berbahasa dikendalikan oleh
hemisfer kiri orang-orang tertentu lain oleh hemesfer kanan.
·
Sebagian
orang lebih cenderung pada penggunaan salah satu hemisfer kiri atau kanan,
secara lebih siap untuk kondisi kognitif.
·
Teori
mengenai daerah konvergensi bahasa itu antara lain mengatakan berikut ini.
·
Setiap
orang memiliki pola otak yang unik yang mendasari kemampuan berbahasa yang
dimilikinya. Hal ini dibuktikan dengan hasil temuan bahwa ternyata wanita
memiliki pola otak yang membuat IQ verbalnya lebih besar dibanding pria.
·
Bahasa
pertama (bahasa ibu) seseorang berkaitan erat dengan jaringan sel saraf,
sedangkan bahasa kedua berkaitan dengan otak. Ini dibuktilkan dari hasil
penelitian terhadap orang terserang stroke. Stroke yang menyerang salah satu
bagian otak dapat membuat hilangnya kemampuan bahasa pertama, sedangkan bahasa
kedua (yang sedang dipelajari) masih melekat atau dapat juga sebaliknya yang
hilang bahasa kedua sedangkan bahasa pertama masih tetap ada.
Kritik terhadap teori
lateralisasi sebagai hasil penelitian lebih lanjut berujung pada lahirnya
hipotesis adanya hemisfer yang dominant yang mungkin pada hemisfer kiri
dan mungkin pula pada hemisfer kanan.
6. Otak Wanita
Majalah Femina edisi
bulan Juni 1999 menurunkan artikel berjudul "Otak Kita, Keunggulan
Kita", dan yang dimaksud dengan kita di sini adalah wanita. Dalam tulisan
itu diakui memang ukuran otak pria lebih besar antara 10-15% dari pada otak
wanita. Padahal temuan mutakhir dibidang neurology menegaskan bahwa dalam
beberapa hal otak wanita lebih unggul. Dimanakah letak keunggulan otak wanita?
a) Otak Wanita Lebih Seimbang
Asumsi adanya
perbedaan cara kerja otak pria dan wanita itu terutama dikukuhkan oleh
perbedaan kepadatan sel-sel saraf atau neuron pada suatu daerah di otak. Hasil
penelitian menunjukan bahwa lepas dari soal ukuran, daerah tertentu otak wanita
lebih kaya akan neuron dibandingkan otak pria. Perlu dicatat makin banyak
jumlah neuron di suatu daerah, makin kuat fungsi otak di sana.
Selain itu, kalau
kanak-kanak perempuan lebih cepat pandai bicara, membaca, dan jarang mengalami
gangguan belajar dibandingkan kanak-kanak laki-laki, para ahli memperkirakan
adanya kaitan dengan kemampuan wanita menggunakan kedua belah hemisfernya (kiri
dan kanan) ketika membaca atau melakukan kegiatan verbal lain. Sedangkan pria
hanya menggunakan salah satu hemisfernya (biasanya sebelah kiri).
b) Otak Wanita Lebih Tajam
Menurut Dr. Thomas Crook dan sejumlah ahli,
setelah melakukan pengujian indra, bahwa penglihatan wanita lebih tajam
daripada pria, meski diakui bahwa lebih banyak wanita yang lebih dulu
memerlukan bantuan kecamata daripada pria. Penglihatan wanita mulai menurun
sejak memasuki usia 35 sampai 44 tahun, sedangkan pria mulai 45 sampai 54
tahun.
Begitu juga dengan
pendengaran wanita lebih tajam daripada pria. Maka tak mengherankan kalau pada
malam hari tangisan bayi biasa membangunkan sang ibu, sementara sang ayah tetap
terlelap. Pendengaran wanita baru mulai berkurang menjelang usia 50-an.
Dr.Thomas Crook juga
menyimpulkan bahwa ingatan pria kurang tajam dibanding dengan ingatan wanita.
Baik wanita maupun pria sama-sama akan mengalami penurunan daya ingat sesuai
dengan pertumbuhan usia.
Ketajaman otak wanita
bukan hanya pada indranya, tapi juga pada perasaannya. Hal ini terbukti ketika
diminta mengenang pengalaman emosionalnya dengan bantuan MRI, tampak wanita
lebih responsive daripada pria.
c) Lebih Awet dan Selektif
Dalam jurnal
kedokteran Arhieves of Neurology terbitan tahun 1998 (femina, Juni 1999)
diungkapkan temuan bahwa otak pria mengerut lebih cepat daripada otak wanita.
Ketika sama-sama muda memang otak pria lebih besar daripada otak wanita, tetapi
ketika keduanya mencapai usia 40 tahun, otak pria menyusut (terutama dibagian
depan) sehingga besarnya sama dengan otak wanita.
Penyusutan otak pria
itu, menurut temuan Ruben, berkaitan dengan efisiensi pemakaian energi. Otak
wanita memiliki kemampuan untuk menyesuaikan kecepatan metabolisme otak
(pemakaina energi oleh otak) dengan umumnya, sedangkan kecepatan metabolisme
pria semakin boros energi dengan bertambahnya usia. Wanita meskipun juga
mengalami penyusutan jaringan secara menyeluruh ketika bertambah tua tubuhnya
punya kecenderungan untuk menghemat apa yang ada, termasuk otaknya.
7. Peningkatan
Kemampuan Otak : Membaca dengan Kedua Belah Otak
Teori lateralisasi
dan lokalisasi berpendapat bahwa wilayah-wilayah tertentu dalam otak memiliki
fungsi-fungsi tertentu, seperti ideasi bahasa berada pada hemisfer kiri dan
kemampuan berbicara ada pada daerah Broca sedangkan kemampuan memahami terdapat
pada daerah Wernicke. Kesimpulan yang diajukan telah dibuktikan berdasarkan
penelitian pasien-pasien yang mengalami kerusakan otak juga dari hasil
penelitian terhadap sejumlah orang yang tidak mengalami kerusakan otak.
Harian Media
Indonesia 6 Januari 2000, menurunkan satu artikel berjudul " Membaca
dengan Kedua Belah Otak ". dalam artikel itu dikatakan dalam era
globalisasi dewasa ini agar tidak ketinggalan informasi yang sudah mengglobal
orang harus membaca. Namun, pekerjaan membaca ini menjadi sukar bagi orang yang
tidak bisa membaca ditempat yang bising, atau bagi orang yang tidak punya
banyak waktu karena kesibukannya dengan pekerjaannya.
Orang dewasa
rata-rata dapat membaca 250 kata per menit. Namun setelah 36 jam daya ingat
yang tersisa dari yang dibaca itu tinggal 10 %. Jadi, orang membaca selama satu
jam hanya menguasai bahan yang dibacanya selama enam menit. Kebanyakan orang
hanya menggunakan hemisfer kirinya. Wilayah hemisfer kiri biasanya membaca
dengan pola analisis, harfiah dan linear. Sedangkan hemisfer kanan mampu
melakukan pemahaman secara simbolik dan spasial, serta mudah menangkap makna
intuitif dan metaphor. Maka jika kedua hemisfer ini bisa difungsikan
secara bersamaan, kiranya membaca sekaligus memahami teks dapat dilakukan
dengan kecepatan luar biasa.
Menurut Diane
Alexander, lambannya kecepatan membaca dann minimnya daya ingat terhadap yang
dibacanya adalah karena tidak terfokusnya mata pada apa yang dibacanya.
Seringkali ketika menghadapi sebuah halaman buku, mata lari kederetan kata
diseluruh halaman dan bukan pada satu deret kalimat yang dibaca. Oleh karena
itu menurut Diane, langkah pertama yang harus dilakukan untuk mengubah
kebiasaan itu adalah membaca dengan runtut dari samping kiri ke samping kanan
halaman, dengan bantuan jari tangan yang digunakan untuk mengikuti baris demi
baris kalimat tersebut. Mata harus dibiasakan untuk mengikuti rute ini secara
tertib.
Berdasarkan
penelitian yang dikerjakan oleh Diane Alexander, Ken Shear, dan kawan-kawannya
dapat ditarik kesimpulan bahwa teori lokalisasi yang menyatakan tiap wilayah
otak memiliki fungsi-fungsi tetentu ternyata tidak seratus persen benar sebab
ternyata hemisfer kanan pun dapat dilatih untuk tugas-tugas kebahasaan.
8. Pemberbahasaan
Hewan
Mengerti bahasa dan
dapat berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Hewan-hewan yang dilatih, seperti
dalam sirkus, memang mengerti bahasa karena dia dapat melakukan perbuatan yang
diperintahkan kepadanya. Namun kemengertiannya itu sebenarnya bukanlah karena
dia mengerti bahasa, melainkan sebagai hasil dari respon-respon yang
dikondisikan.
Meskipun demikian
banyak pakar yang telah mencoba mengajarkan bahasa manusia pada hewan primate,
yakni simpanse. Di antara pakar itu adalah sebagai berikut.
a)
Keith J. Hayes dan Catherine Hayes
Keith dan Catherine
adalah sepasang suami istri yang memelihara seokor simpanse betina yang diberi
nama Viki.kedua pasangan suami istri itu berharap Viki dapat menirukan
kata-kata manusia yang didengarnya dan dapat menggunakannya dengan benar dalam
keluarga tempat dia dibesarkan. Pada akhirnya memang Viki dapat mempelajari
posisi bibir dan mulut dengan dibantu kedua tangannya untuk menghasilkan
kata-kata yang diminta oleh kedua orang tua angkatnya. Namun, meskipun Viki
dapat mengucapkan kata-kata itu, belum berarti dia dapat memahami makna
kata-kata itu.
Hasil eksperimen itu
ternyata kurang menggembirakan. Setelah enam tahun berlangsung Viki memang
dapat mengucapkan kata-kata itu. Akan tetapi ternyata Viki hanya mau menirukan
kata-kata itu setelah pelatih mengucapkannya, dan hanya kalau dia diberi hadiah
berupa makanan atau minuman setelah itu.
b)
R. Allen Gardner dan Beatrice T. Gardner
Sama halnya dengan
Hayes, Allen Gardner dan Beatrice Gardner adalah sepasang suami istri yang
mencoba mengajarkan bahasa pada simpanse betina bernama Washoe. Berdasarkan
pengamatan terhadap Viki yang tidak dapat mengucapkan kata-kata, Allen dan
istrinya mendapatkan gagasan untuk tidak mengajar Washoe dengan bunyi suara,
melainkan dengan bahasa isyarat Amerika yang digunakan oleh para tunarungu di
Amerika.
Di samping itu mereka juga memotivasi Washoe untuk mempelajari bahasa isyarat itu dengan cara menunjukan posisi tangan secara berulang-ulang, dengan cara memperbaiki posisi tangan Washoe pada waktu membuat isyarat. Hasilnya? Setelah dua tahun belajar Washoe telah dapat menggunakan 34 buah kata secara benar dalam situasi yang tepat, misalnya dia membuat isyarat anjing ketika dia melihat gambar anjing atau ketika mendengar suara anjing(tanpa melihat anjing).
Dibanding dengan anak
manusia, kepandaian Washoe memang belum apa-apa. Pada usia lima tahun
anak manusia telah menguasai beratus-ratus kata serta telah dapat membuat
kalimat yang lebih kompleks. Namun demikian, Washoe tercatat dalam sejarah
sebagai simpanse yang dapat berkomunikasi dengan kata-kata dalam bahasa isyarat
bukan lisan.
c)
David Premack dan Ann Premack
David dan Ann adalah
sepasang suami istri yang coba mengajarkan bahasa manusia pada beberapa
simpanse, salah seekor diantaranya bernama Sarah, seekor simpanse betina. Sarah
diajarkan untuk menguasai bahasa buatan yang disusun dari lempengan-lempengan
plastic. Bentuk maupun warna lempengan itu tidak berhubungan dengan maknanya.
Misalnya, untuk apel lempengan itu berbentuk segitiga berwarna biru dan konsep
sama berbentuk lempengan bergerigi berwarna orange.
Proses pembelajaran
berlangsung sebagai berikut. Sarah dan pengajarnya duduk di bangku secara
terpisah. Sarah di tempatkan dalam kandang dan pengajarnya duduk di ujung
bangku itu. Untuk mengajarkan nama makanan, misalnya, pengajar akan menukar
makanan itu dengan lempengan plastic yang sesuai. Umpamanya, dalam mengajarkan
konsep apel pengajar meletakan sepotong apel di atas meja dalam jarak yang
tidak dijangkau Sarah. Kemudian pengajar meletakan lempengan plastic segitiga
biru dalam jangkauan Sarah, dan pengajar tidak akan memberikan apel apabila
Sarah tidak meletakan segitiga biru itu pada sebuah papan bahasa yang ada di
depannya.
Setelah menguasai
sebuah kata (dalam bentuk lempengan plasti), tahap berikutnya Sarah diajarkan
mengurutkan dua buah kata, misalnya, beri apel. Bila Sarah dapat membuat urutan
seperti itu dia akan diberi apel, tetapi bila salah misalnya menjadi apel beri,
dia tidak akan diberi apel.
Maka tampak bahwa
simpanse, binatang primata yang katanya tingkat kognisinya hanya satu jenjang
di bawah manusia, tetap tidak dapat menguasai bahasa manusia kalau bahasa itu
kita sepakati sebagai alat komunikasi verbal berupa system bunyi yang arbitrer.
Viki, simpanse yang dilatih oleh pasangan suami istri Hayes, memang bisa
mengucapkan beberap kata tertentu, tetapi dia hanya bisa mengucapkan apabila
terlebih dahulu diucapkan oleh pelatihnya dan apabila diberi hadiah. Begitu
juga yang dilakukan Washoe, Sarah, Lana, Nim Chimsky, tanpa upah mereka tidak
mau melakukan apa-apa.
Tentang mengajarkan
bahasa manusia pada simpanse ini memang telah menimbulkan pendapat yang
controversial. Namun, kiranya perbedaan kodrat otak mereka dengan otak manusia,
yang menyebabkan mereka tidak mungkin menguasai bahasa manusia.
BAB
III KESIMPULAN
1. Otak adalah salah satu komponen dalam sistem susunan saraf manusia
perbedaan otak manusia dan makhluk lain bukan hanya terletak pada beratnya
saja, melainkan juga pada struktur dan fungsinya. Berikut hal-hal mengenai otak
manusia dan binatang.
2. Hemisfer kiri yang terutama mempunyai arti penting bagi bicara bahasa, juga berperan untuk fungsi memori yang bersifat verbal. Sebaliknya, hemisfer kanan penting untuk fungsi emosi, lagu, isyarat, baik yang emosional maupun verbal.
3. Ujaran didengar dan dipahami melalui daerah Wernicke pada hemisfer kiri; lalu isyarat ujaran itu dipindahkan ke daerah Broce untuk menghasilkan balasan ujaran itu.
4. Berdasarkan teori hemisfer yang bertanggung jawab untuk mengatur penyimpanan pemahanan dan produksi bahasa alamiah. Ekspermen yang pernah dilakukan untuk mendukung teori tersebut, yaitu;
a. Tes mnyimak rangkap
b. Tes stimulus elektrik
c. Tes grafik kegiatan elektris
d. Tes wada
e. Teknik fisiologi langsung
teknik belah-dua otak.
5. Teori ini lazim juga disebut pandangan lokalisasi berpandapat bahwa pusat-pusat bahasa dan ucapan berada di daerah Broca dan daerah Wernicke. Ada beberapa cara untuk menunjukkan teori ini, yaitu;
a. Teknik stimulus elektrik
b. Teknik perbedaaan anatomi
otak
c. Cara melihat otak dengan PET
(Positron Emission Tomography)
6. Menurut Yule (1985) fungsi bahasa bagian tertentu pada satu daerah otak yang mengalami kerusakan akan digantikan oleh penggantinya di bagian otak yang lain. Sedangkan menurut Whitaker (1977) menyatakan kandungan dalam otak yang menyususn perilaku manusia melibatkan keterkaitan beberapa wilayah otak. Dan Krashen (1977) menyatakan bahwa meskipun terdapat keunggulan pada hemisfer kiri, tetapi tidak semua aspek bahasa dibatasi pada hemisfer kiri itu.
7. Otak wanita dalam beberapa lebih unggul di bandingkan pria. Letak keunggulan otak waniita dibandingkan pria, yakni:
a. Otak wanita lebih seimbang
b. Otak wanita lebih tajam
c. Lebih awet dan
selektif
8. Teori lateralisasi dan lokalisasi berpendapat bahwa wilayah-wilayah tertentu dalam otak memiliki fungsi-fungsi tertentu. Menurut Diane Alexander, lambanya kecepatan membaca dan minimnya daya ingat seseorang terhadap yang dibacanya adalah karena tidak trefokusnya mata pada apa yang dibacanya. Berdasarkan penelitian yang dikerjakan oleh Diane Alexander, ken Shear dan kawan-kawannya dapat ditarik kesimpulan bahwa teori lokalisasi yang menyatakan tiap wilayah otak memiliki fungsi-fungsi tertentu ternyata tidak seratus persen benar sebab ternayata hemisfer kanan pun dapat dilatih untuk tugas-tugas kebahasaan.
9. Pada otak manusia ada bagian-bagian yang sifatnya bisa disebut manusiawi, sedangkan pada otak hewan tidak ada. Karena ketidakadaan fungsi-fungsi yang disebut manusiawi inilah maka hewan-hewan tersebut tidak dapat berbicara atau berbahasa.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul. Psikolinguistik :
Kajian Teoritik. Jakarta : Rineka Cipta, 2003.
No comments:
Post a Comment