SEJARAH PERKEMBANGAN PSIKOLINGUISTIK, RESUME BUKU PSIKOLINGUISTIK,
KAJIAN TEORETIK BAB II KARYA KARYA ABDUL
CHAER
1. Pendahuluan
Pada awalnya,
psikolinguistik bukanlah ilmu
mandiri yang dikaji secara khusus. Psikolinguistik merupakan
ilmu yang dikaji
secara terpisah baik oleh pakar linguistik
maupun pakar psikologi.
Istilah psikolinguistik sendiri
pertama kali digunakan
oleh Thomas A.
Sebeok dan Charles
E. Osgood pada tahun 1954 pada sebuah buku yang berjudul
Psycholinguistik : A Survey
of Theory and
Research Problems. Walaupun
sebetulnya, pengkajian ilmunya
telah dimulai sejak zaman Sokrates dan Panini.
Dua aliran
filsafat, yakni empirisme dan
rasionalisme turut
berkontribusi dalam perkembangan pemikiran
para ilmuan di
dua ranah ilmu tadi.
Filsafat empirisme mengagnggap
bahwa ilmu merupakan
objek kajian yang dapat
dikenali secara inderawi.
Filsafat ini erat
kaitannnya dengan
psikologi asosiasi. Aliran ini
mengkaji objek ilmu dengan menganalisis
unsur-unsur pembentuknya sampai
sekecil-kecilnya. Aliran
filsafat rasionalisme mengkaji
bahwa akal sebagai
faktor yang harus
dikaji agar memahami perilaku
manusia. Turunan aliran rasionalisme ini
adalah faham nativisme, idealisme, dan mentalisme.
Pada awal perkembangannya, psikolingustik bermula dari adanya pakar
lingustik yang berminat pada psikologi, dan adanya pakar psikologi yang
berkecimpung dalam linguistik. Dilanjutkan dengan adanya kerjasama atar pakar
lingustik dan pakar psikologi, kemudian muncullah pakar-pakar psikolingustik
sebagai disiplin mandiri.
2. Psikologi dalam Linguistik
Beberapa
tokoh linguistik yang tertarik untuk mengkaji bahasa secara psikologi adalah
Von Humbolt, Ferdinand de
Saussure, Edward Sapir, Leonard Bloomfield, dan Otto
Jespersen.
Von Humboldt (1767-1835), pakar lingustik berkebangsaan Jerman telah
mencoba mengkaji hubungan antara bahasa
(lingustik) dengan pemikiran manusia (psikologi). Dengan membandingkan tata
bahasa dari bahasa – bahasa yang berlainan dengan tabiat-tabiat bangsa-bangsa
penutur bahasa itu. Dari perbandingan itu diperoleh kesimpulan bahwa bahasa
(tata bahasa) suatu masyarakat menentukan pandangan hidup masyarakat penutur
bahasa itu. Von Humboldt mengangap bagian yang tidak dapat dipotong-potong atau
diklasifikasikan seperti aliran empirisme. Menurutnya bahasa itu merupakan suatu kegiatan yang memiliki prinsip – prisip
sendiri.
Ferdinand de
Saussure (1858-1913), dalam perkuliahannya memperkenalkan tiga
istilah penting dalam
linguistik, yaitu langue,
langage dan parole. Langue
bermakna bahasa tertentu
yang masih bersifat
abstrak, langage bermakna bahasa yang bersifat umum, sedangkan parole
merupakan bahasa tuturan secara konkret. Saussure menegaskan bahwa kajian
linguistik adalah langue, sedangkan
objek kajian psikologi
adalah parole. Oleh
karena itu, linguis berkebangsaan Swiss ini berpendapat, jika ingin
mengkaji bahasa secara utuh, maka
ilmu yang dapat
mengkajinya adalah linguistik dan psikologi.
Edward Sapir
(1884-1939), mengkaji hubungan antara bahasa dengan pikiran. Berdasarkan
kajiannya, linguis dan antropologis
ahli asal
Amerika ini berkesimpulan bahwa
bahasa terutama strukturnya
merupakan unsur yang mennetukan struktur pikiran
manusia. Dia pun
menambahkan bahwa linguistik
dapat berkontribusi pada
teori psikologi Gestalt,
begitu pula sebaliknya.
Leonard
Bloomfield (1887-1949), pada perkembangan ilmunya banyak dipengaruhi oleh dua
aliran psikologi yang bertentangan, yakni behaviorisme dan mentalisme.
Pada awalnya, linguis
Amerika ini mengkaji
bahasa dengan pendekatan mentalisme. Dia berpendapat bahwa berbahasa
dimulai dari melahirkan pengalaman luar biasa, terutama karena penjelmaan
tekanan emosi yang sangat
kuat. Karena tekanan
emosi itulah maka
akan keluar ucapan atau kalimat
berbentuk eklamasi, lalu keluar keinginan berkomunikasi berupa deklarasi.
Jika keinginan deklasi
ini keluar dalam
bentuk keingintahuan
maka keluarlah interogasi.
Pada tahun 1925
Bloomfield meninggalkan
aliran empirisme dan
beralih pada aliran behaviorisme, yang memunculkan teori bahasa “linguistik struktural” dan
“linguistik taksonomi”.
Otto Jesperson, beraliran
mentalistik dan berbau
behaviorisme. Otto Jespersen, pakar lingustik berkebangsaan Denmark,
menganalis bahasa menurut psikologi mentalistik yang sedikit berbau
behaviorisme. Ia berpendapat bahwa bahasa bukanlah suatu wujud pengertian satu
benda tetapi merupakan fungsi-fungsi
lambang di dalam otak manusia yang melambangkan pikiran. Menurutnya,
satu kata pun
dapat diwujudkan dalam perilaku dengan kata lain komunikasi harus dilihat dari sudut perilaku. Jadi,
juga bersifat behavioristik. Malah ia juga berpendapat bahwa satu kata dapat dibandingkan
dengan satu kebiasaan perilaku seperti mengangkat topi, melirik atau perbuatan
lain. Dengan demikian Jesperson berpendapat bahwa bahasa bukanlah suatu wujud
pengertian satu benda tetapi merupakan fungsi-fungsi lambang di dalam otak manusia yang
melambangkan pikiran.
3. Linguistik dalam Psikologi
Pada perkembangannya, ada
beberapa pakar psikologi yang juga mengkaji psikologi
secara linguistis. Pakar-pakar
itu adalah John Dewey, Karl
Buchler, Wundt, Watson, dan Weiss.
John Dewey (1859-1952), pakar psikologi berkebangsaan Amerika, seorang
empirisme murni. Beliau telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara
menafsirkan analisis lingustik bahasa kanak-kanak berdasarkan prinsi-prinsip
psikologi. Umpamanya, beliau menyarankan agar penggolongan psikologi akan
kata-kata yang diucapkan kanak-kanak dilakukan berdasarkan makna seperti yang
dipahami kanak-kanak, dan bukan seperti yang dipahami orang dewasa dengan
bentuk-bentuk tata bahasa orang dewasa. Dengan cara ini maka berdasarkan
prinsip – prinsip psikologi akan dapat ditentukan hubungan antara kata-kata
berkelas adverbia dan preposisi di satu pihak dengan kata-kata berkelas nomina
dan adjektiva di pihak lain. Jadi dengan pengkajian kelas kata berdasarkan pemahaman
kanak-kanak kita akan dapat menentukan kecenderungan akal kanak-kanak yang
dihubungkan dengan perbedaan- perbedaan lingustik.
Karl Buchler,
ialah pakar psilogi kebangsaan Jerman. Beliau menulis buku berjudul Sparch Theorie (1934) yang menyatakan
bahwa bahasa manusia memiliki tiga
fungsi yang disebut
Organon Modell
der Saprch yaitu Kungabe (Ausdruck) Appell (Auslosung)
dan Darstellung. Kungabe adalah
tindakan komunikatif
berwujud verbal. Appell adalah
permintaan yang ditujukan kepada orang
lain. Darstellung adalah
penggambaran masalah pokok
yang dikomunikasikan. Dasar dari pandangan itu adalah
adanya tiga macam hubungan antara A, sipengirim; B, si penerima ; dan X sesuatu
yang dikirim lewat bunyi khusus. Dalam hal ini kungabe berkaitandenan A,
sipengirim jadi sebagai ekspresi. Di sini bahasa dipandang sebagai simptom atau
gejala. Appell dalam kaitannya dengan B, si penerima dalam hal ini bahasa
dipandang sebagai sinyal atau tanda. Adapun Darstellung dalam kaitannya dengan
X, yaitu sesuatu yang dikirim atau dibicarakan. Di sini bahasa dipandang
sebagai simbol. Dalam penggunaan bahasa salah satu dari ketiga fungsi itu
Darstellung merupakan fungsi yang paling umum.
Wundt (1932-1920), ialah
pakar psikologi Jerman
yang pertama kali mengembangkan teori mentalistik bahasa.
Wundt mengjelaskan bahasa alat untuk melahirkan pikiran. Hal ini terjadi karena
terdapat perasaan-perasaan serta
gerak-gerak yang melahirkan bahasa
secara tidak sadar.
Menurut Wund, satu kalimat
merupakan suatu kejadian
akal yang terjadi secara serempak. Wundt pun
terkenal dengan teori performansi bahasa
(language performance). Teori
ini menjelaskan dua
aspek, yakni fenomena
luar (citra bunyi) dan fenomena
dalam (rekaman pikiran).
Watson (1878-1958), menyamakan
antara perilaku berbahasa
dengan perilaku lainnya seperti
makan, berjalan, dll.
Perilaku bahasa menurut Watson adalah hubungan
stimulus-respons (S-R) yang menyamakan perilaku kata-kata dengan benda-benda.
Dengan demikian, pakar
psikologi berkebangsaan Amerika ini menganut aliran psikologi
behaviorisme.
Weiss adalah salah seorang tokoh psikologi behaviorisme terkemuka yang telah merintis jalan kearah lahirnya disiplin psikoluguistik. Weiss
banyak berjasa bagi
perkembangan awal psikolinguistik. Ia mengemukakan sejumlah permasalahan yang harus dipecahkan oeleh
linguistik dan psikologi, yakni:
a)
bahasa merupakan satu
kumpulan respons yang
jumlahnya tidak terbatas terhadap suatu stimulus.
b)
pada
dasarnya, perilaku bahasa
menyatukan anggota suatu masyarakat ke dalam
organisasi gerak syaraf.
c)
perilaku bahasa adalah sebuah alat untuk
mengubah dan meragamkan kegiatan seseorang sebagai hasil warisan dan hasil
perolehan.
d)
Bahasa dapat merupakan stimulus terhadap
suatu respons.
e)
Respons
bahasa sebagai suatu
stimulus pengganti untuk
benda dan keadaan
yang sebenarnya memungkinkan kita
untuk memunculkan kembali
suatu hal yang
pernah terjadi, dan menganalisis kejadian ini
dalam bagian-bagian.
Menurut Weiss, tugas seorang pakar psikolingustik yang
terlatih dalam disiplin lingustik dan disiplin psikologi adalah sebagai berikut
:
1. Menerangkan
bagaimana perilaku bahasa menghasilkan satu alam pengganti untuk alam nyata yang secara praktis tidak dibatasi
oleh waktu dan tempat.
2. Menunjukan
bagaimana perilaku bahasa mewujudkan sejenis organisasi sosial yang dapat
disifatkan sebagai satu kumpulan dari organisasi kecil yang banyak.
3. Menerangkan
bagaimana perilaku bahasa menghasilkan satu bentuk organisasi dan di dalam
organisasi ini panca indera dan otot – otot seseorang dapat ditempatkan agar
dapat dipakai dan dimanfaatkan oleh orang lain.
4. Menerangkan
bagaimana perilaku bahasa menghasilkan satu bentuk perilaku yang menjadi fungsi
setiap peristiwa di alam ini yang telah terjadi atau akan terjadi di masa yang
akan datang.
4. Kerja sama Psikologi dan Linguistik
Kerja
sama kedua disiplin
ilmu ini pertama
kali berlangsung pada tahun
1860. Pada saat
itu, Heyman Steinthal
seorang ahli psikologi
yang beralih menjadi linguis
dan Moritz Lazarus
ahli linguistik yang
beralih menjadi ahli psikologi menerbitkan jurnal “Zeitschrift
fur Volkerpsychologie und Sparch
Wissenschaft” (Jurnal
Psikologi sosial dan
Linguistik). Menurut Steinthal,
ilmu psikologi tidak mungkin dapat hidup tanpa ilmu linguitik.
Pada
tahun 1901, Albert
Thumb (ahlilinguistik) dan
Karl Marbe (ahli psikologi) menerbitkan buku berjudul Experimentelle Untersuchungen iiber die
Psychologishen Grundallen der
Sparchichen Analogiebieldung. Kedua
pakar tadi menggunakan kaidah-kaidah psikologi
eksperimental untuk meneliti hipotesis-hipotesis linguistik yang menghasilkan pengaruh
sangat kuat akan lahirnya psikolinguistik.
Sebuah lembaga sosial Amerika bernama
Social Science Research Council menyelenggarakan sebuah
seminar tahun 1951
mempertemukan para pakar linguistik, psikologi,
patologi, ahli-ahli teori
informasi, dan pembelajaran bahasa. Mereka
merumuskan hubungan kerjasama antara
psikologi dan linguistik. Kemudian
pada tahun 1953,
Osgood (linguis), Sebeok
(linguis), dan Caroll (ahli
psikologi) bertemu dalam
seminar di Universitas
Indiana Amerika Serikat. Pertemuan ini
menghasilkan buku Pscholinguistics : A Survey
of Theory and
Research Problems. Buku
ini kemudian disunting
oleh Osgoods dan Sebeok. Inilah
buku psikolinguistik pertama yang menggunakan istilah
psikolinguistik. Sebelumnya Albert
Thumb dan Karl Marbe tidak memakai nama itu. Tahun 1946, N.H. Pronko dalam artikelnya
yang berjudul “Language and
Psycholinguistics : A
Review” dimuat dalam
jurnal Psychological Bulletin.
Pronko mengaku istilah
psikolinguistiknya diperoleh
dari gurunya Jacob
Robert Kantor dalam
buku An Objective Psycology of
Grammar(1936).
Dasar-dasar
ilmu psikologi menurut Osgoods dan Sebeok adalah :
a)
Psikolinguistik adalah suatu teori linguistik
berdasarkan bahasa yang dianggap sistem
elemen yang saling berhubungan erat.
b)
Psikolinguistik adalah satu teori
pembelajaran (menurut behaviorisme) yang berdasar pada bahasa yang dianggap
sebagai sistem tabiat.
c)
Psikolinguistik adalah
satu teori informasi
yang menganggap bahasa
sebagai alat untuk menyampaikan suatu benda.
5. Psikolinguistik sebagai Disiplin Mandiri
Dibukanya program
khusus psikolinguistik pada
tahun 1953 oleh
R. Brown meruapakn tanda
formal ilmu ini
adalah disiplin mandiri. Sarjana pertama disiplin ilmu ini adalah Eric
Lenneberg. Pakar lain yang kemudian
muncul adalah Leshley,
Osgoods, Skinner, Chomsky,
dan Miller yang
kesemuanya sangat berjasa bagi perkembangan psikolinguistik.
Pada
tahun 1957 Skinner
menerbitkan buku Verbal
Behaviour. Pada tahun yang
sama Chomsky mengeluarkan buku Syntactic Structure. Kemudian Leshley
berpendapat bahwa lahirnya
suatu ucapan bukanlah pertalian serentetan
respeons tetapi merupakan
kejadian serempak, dan secara
tidak langsung struktur
sintaksis ucapan itu
dihubungkan dengan bentuk
urutannya.
George
Miller dalam artikelnya
yang berjudul “The Psycolinguistics” (1965) menjelaskan bahwa lahirnya ilmu
psikinguistik karena kontribusi ilmu psikologi
yang mengakui bahwa
akal manusia menerima
lambang-lambang linguistik,
sedangkan linguistik mengakui
bahwa diperlukan psiko-motor- sosial untuk
menggerakkan tata bahasa.
Miller pun memperkenalkan teori generatif transformasi Chomsky yang
menganggap bahwa bahasa
merupakan kemampuan manusia yang
sangat rumit. Oileh
karena itu, tugas peikolinguiatik adalah
meneliti kemampuan yang
rumit itu dengan terperinci. Miller
pun menegaskan bahwa bahasa
bukan hanya mempermasalahkan
arti tetapi bagaimana kekmampuan manusia dalam mengatur
syaraf-sayaraf atau kalimat-kalimat baru yang sangat berguna.
Jika disimpulkan, pada
awalnya, psikolinguistik beraliran behaviorisme. Namun, berdasarkan
perkembangannya yang bersifat
mentalis dan mencoba menjelaskan hakikat rumus yang dihipotesiskan, maka kajian
psikolinguistik pun semakin berkembang pada arah kognitif. Lahirnya tata bahasa
generatif oleh Chomsky merupakan inovasi
tersendiri di bisang ini. Oleh karena
itu, Chomsky disebut
sebagai “Bapak Linguistik Modern”
sedangkan Wilhem Wundt disebut sebagai “Bapak Psikolinguistik Klasik”.
6. Tiga Generasi Psikolinguistik
Perkembangan disiplin
ilmu psikolinguistik telah
merangsang Mehler dan
Noizet untuk menulis
artikel “Vers une
Modelle Psycholinguistique du
Locuter” (1974) yang
dimuat di Textes
Pour une Psycholinguistique. Dalam
artikel ini dijelaskan
bahwa ada tiga
generasi perkembangan
psikolinguistik.
6.1 Psikolinguistik Generasi Pertama
Psikolinguistik generasi
pertama ini ditandai
oelh penulisan artikel “Psycholinguistics
: A Survey of Thery and Research Problems”
yang disunting oleh
C. Osgoods dan Sebeok.
Maka kedua tokoh
ini dinobatkan sebagai
tokoh psikolinguistik
generasi pertama. Titik
pandang Osgoods dan
Sebeok dipengaruhi aliran behaviorisme. Menurut Parera (1996) dalam
Abdul Chaer generasi pertama memiliki tiga
kelemahan :
a.
adanya
sifat reaktif dari
psikolinguistik tentang bahasa
yang memandang bahwa bahasa
bukanlah satu tindakan
atau perbuatan manusiawi
melainkan dipandang sebagai satu stimulus-respons.
b.
psikolinguistik bersifat atomistik. Sifat ini
nampak jelas ketika Osgoods
mengungkapkan teori pemerolehan
bahasa bahwa jumlah pemerolehan bahasa adalah kemampuan
untuk membedakan kata atau bentuk yang berbeda, dan kemampuan untuk melakukan generalisasi.
c.
bersifat
individualis. Teorinya menekankah pada
perilaku
berbahasa
individu-individu yang terisolasi
dari amsyarakat dan komunikasi nyata.
Tokoh lain
psikolinguistik generasi pertama ini adalah Bloomfoeld dan Skinner.
6.2 Psikolinguistik
Generasi Kedua
Teori-teori generasi pertama ditolak
oleh beberapa tokoh seperi Noam Chomsky dan George Miller. Menurut Mehler dan Noizet, psikologi generasi
kedua telah mengatasi ciri-ciri atomistik psikolinguistik. Psikologi generasi ini berpendapat bahwa
dalam proses berbahasa bukanlah butir-butir bahasa yang diperoleh,
melaikan kaidah dan
sistem kaidahnya. Di sini,
orientasi psikologis digantikan oleh orientasi linguistik. Penggabungan
antara Miller dan Chomsky meruapakan penggabungan model-model linguistik
tatabahasa Chomsky yang relatif berbeda dengan proses-proses psikologi. Malah Mehler dan Noizet
mengatakan bahwa psilinguistik generasi
kedua anti-psikologi. Tokoh fase
ini lebih mengarah
pada manifestasi ujaran
sebagai bentuk linguistik.
G.S. Miller
dan Noam Chomsky menyatakan beberapa
hal tentang psikolinguistik generasi
kedua ini dalam artikel
“Some Preliminaries to Psycholinguistics”
:
a)
Dalam
komunikasi verbal, tidak
semua ciri-ciri fisiknya
jelas dan terang, dan tidak semua
ciri-ciri yang etrang dalam ujaran mempunyai representasi fisik.
b)
Makna
sebuah tuturan tidak
boleh dikacaukan dengan
apa yang ditunjukkan. Makna
adalah sesuatu yang
sangat kompleks yang menyangkut antar
hubungan simbol-simbol
atau lambang-lambang. Respons yang terpenggal-penggal terlalu
menyederhanakan manka secara
keseluruhan.
c)
Struktur
sintaksis sebuah kalimat
terdiri atas satuan-satuan interaksi anatara makna kata yang terdapay
dalam kalimat tersebut. Kalimat-kalimat
itu tersusun secara hierarkis, tetapi belum cukup menjelaskan wujud luar
linguistik.
d)
Jumlah
kalimat dan jumlah
makna yang dapat
diejawantahkan tidak
terbatas jumlahnya. Pengetahuan seseorang
akan bahasa harus
dikaitkan dengan
kemampuan seseorang menyusun bahasa
dalam sisitem sintaksis dan
semantik.
e)
Harus dibedakan antara pendeksripsian bahasa
dengan pendeskripsian pemakaian
bahasa. Seorang ahli psikolinguistik harus merumuskan model-model
pengejawantahan bahasa yang dapat meliputi pengetahuan kaidah bahasa.
f)
Ada
komponen biologis yang
besar untuk menentukan kemampuan berbahasa. Kemampuan
berbahasa ini
tidak tergantung pada intelegensi dan besarnya otak, melainkan
bergantung pada “manusia”.
6.3 Psikolinguistik
Gegerasi Ketiga
Psikolinguistik generasi
kedua menyatakan bahwa
analisis mereka mengakui bahasa telah
melampaui batas kalimat. Namun,
pada kenyataannya, analisis mereka
baru sampai pada
tahap kalimat saja,
belum pada wacana. Kekurangan analisis pada
psikolinguistik generasi kedua kemudian diperbaharui oleh
psikolinguistik generasi ketiga.
G. Werstch dalam bukunya Two Problems
for the New
Psycholinguistics memberi
karakteristik baru ilmu
ini sebagai “psikolinguistik baru”.
Beberapa ciri psiklonguistik generasi ketiga ini adalah :
a)
Orientasi mereka kepada psikologi, tetapi
bukan psikologi perilaku. Seperti
yang diungkapkan Fresse dan
Al Vallon (Prancis) dan psikolog
Uni Soviet, telah
terjadi proses serempak dari informasi
psikologi dan linguistik.
b)
Keterlepasan mereka dari kerangka
“psikolinguistik kalimat”, dan lebih
mengarah pada “psikolnguistik situasi dan konteks”.
c)
Adanya pergeseran dari analisis proses ujaran
yang abstrak ke satu analisis psikologis mengenai komunikasi dan pikiran.
Sebetulnya, psikolinguistik di
Rusia lebih dahulu
berkembang
dari pada di negara-negara Barat.
Hal ini terjadi
karena sejak awal psikolinguistik di Rusia telah
memperhitungkan perilaku komunikasi dan
perpikiran dalam analisis psikolinguistik. Selain itu, psikolinguistik di Rusia
dikenal dengan istilah
“Teori Aktivitas Ujaran”
yang mendasarkan dirinya
pada postulat bahwa
perilaku manusia bersifat
aktif, porpusif, dan
inovatif. Postulat ini
di negara batar belum tercapai.
Daftar Pustaka
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik, Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka
Cipta
Dardjowidjojo, Sujono. 2003.Psiko-Linguistik Pengantar Pemahaman Bahasa
Manusia. Jakarta: Yayasan Obor.
Djumransjah. 2004. Pengantar Filsafat Pendidikan. Malang : Bayumedia
Publishing.
Kholid A. Harras dan Andika Dutha Bachari. Dasar-dasar Psikolinguistik.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia Pers.
Mar’at, Samsuniwiyati. 2005. Psikolingusitik Suatu Pengantar. Bandung :
Refika Aditama.
No comments:
Post a Comment