A. Pengertian Kepribadian
Di dalam pergaulan atau
percakapan sehari-hari, tidak jarang kita mendengar dan bahkan menggunakan kata
pribadi atau kepribadian, tanpa memikirkan lebih lanjut apa arti yang
sebenarnya dari kata-kata itu. Ucapan-ucapan seperti: itu adalah pendapat
“pribadi” saya, si A memang orang yang “kepribadiannya” teguh, si B orang
“pribadinya” lemah dan sebagainya, menunjukkan kepada kita bermacam-macam
penggunaan kata “pribadi” dan “kepribadian” itu, sehingga makna atau arti
tersebut di atas di samping untuk menunjukkan terhadap individu seseorang yang
berdiri sendiri terlepas dari individu yang lain, biasanya selalu dikaitkan
dengan pola-pola tingkah laku manusia yang berhubungan dengan norma-norma yang
baik, itu dipakai untuk menunjukkan adanya ciri-ciri yang khas pada individu
seseorang.
Menurut Ngalim Purwanto
(1990:15), kepribadian atau
personality berasal dari bahasa Latin, yaitu personare yang berarti
mengeluarkan suara (to sound trough). Istilah ini, digunakan untuk menunjukkan
suara dari percakapan seorang pemain sandiwara melalui topeng (masker) yang
dipakainya. Sedangkan menurut Agus Sujanto (1986:10), kepribadian berasal
dari kata personality, yang berasal dari kata persona (bahasa
Latin) yang berarti kedok atau topeng, yaitu tutup muka yang sering dipakai
oleh pemain-pemain panggung, yang maksudnya untuk menggambarkan perilaku watak
atau pribadi seseorang.
Ahmad Fauzi (1997:121)
mendefinisikan kepribadian sebagai berikut, bahwa kepribadian adalah
keseluruhan pola (bentuk) tingkah laku, sifat-sifat, kebiasaan, kecakapan,
bentuk tubuh, serta unsur-unsur psiko-fisik lainnya yang selalu menampakkan
diri dalam kehidupan seseorang. Hal itu, dilakukan karena terdapat ciri-ciri
yang khas hanya dimiliki oleh seseorang tersebut, baik dalam arti kepribadian
yang baik atau pun yang kurang baik, misalnya untuk membawakan kepribadian yang
angkara murka, serakah, dan sebagainya, sering ditopengkan dengan gambar
raksasa. Sedangkan untuk perilaku yang baik, budi luhur, suka menolong,
berkorban ditopengkan dengan seorang kesatria dan sebagainya.
PASKIBRA wahana pembentukan Kepribadian Anak atau Kepribadian Siswa |
Menurut Gordan W. Allport
(dalam Ahmad Fauzi 1997:119) kepribadian adalah “Personality is the dynamic
organication within the individual of those psychophksical system that
determine his unikue adjustement to his environment”, yang artinya yaitu
kepribadian ialah organisasi sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri individu
yang menyatukan penyesuaian dirinya yang baik terhadap lingkungan.
Meskipun kita lihat adanya
perbedaan-perbedaan dalam cara merumuskan personality seperti tersebut di atas,
namun di dalamnya kita dapat melihat adanya persamaan-persamaan atau
persesuaian pendapat satu sama lain. Di antaranya, ialah bahwa kepribadian
(personality) itu dinamis, tidak statis atau tetap tanpa perubahan. Ia
menunjukkan tingkah laku yang terintegrasi dan merupakan interaksi antara
kesanggupan-kesanggupan bahwa yang ada pada individu dengan lingkungannya. Ia
bersifat psiko-pisik, yang berarti baik faktor jasmaniah maupun rohaniah
individu itu bersama-sama memegang peranan dalam kepribadian. Ia juga bersifat
unik, artinya kepribadian seseorang sifatnya khas, mempunyai ciri-ciri tertentu
yang membedakannya dari individu yang lain.
Olah raga Sarana Pembentukan Kepribadian Anak atau Kepribadian Siswa |
Berdasarkan beberapa
definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kepribadian anak atau kepribadian
siswa merupakan sebagai kesan menyeluruh tentang dirinya yang terlihat dalam
sikap dan perilaku kehidupan sehari-hari. Kesan menyeluruh di sini, adalah
sebagai keseluruhan sikap mental dan moral seorang anak yang terakumulasi di
dalam hasil interaksinya dengan sesama dan merupakan hasil reaksi terhadap
pengalaman di lingkungan masing-masing.
B. Aspek-aspek Kepribadian
Anak atau Kepribadian Siswa
M. Ngalim Purwanto
(1990:156-159) menguraikan beberapa aspek kepribadian yang penting dan
berhubungan dengan pendidikan dalam rangka pembentukan pribadi anak, yaitu
sebagai berikut:
a. Sifat-sifat kepribadian (personality traits), yaitu
sifat-sifat yang ada pada individu, seperti penakut, pemarah, suka bergaul,
peramah, serta menyendiri.
b. Intelegensi kecerdasan temasuk di dalamnya
kewaspadaan, kemampuan belajar, kecakapan berfikir.
c. Pernyataan diri dan cara menerima pesan-pesan
(appearance and inpressien).
d. Kesehatan jasmani.
e. Bentuk tubuh.
f. Sikapnya terhadap orang lain.
g. Pengetahuan, kualitas dan kuantitas pengetahuan yang
dimiliki seseorang.
h. Keterampilan (skill).
i. Nilai-nilai yang ada pada seseorang dipengaruhi oleh
adat istiadat, etika, kepercayaan yang dianutnya.
j. Penguasaan dan kuat lemahnya perasaan
k. Peranan (roles) adalah kedudukan atau posisi seseorang
di dalam masyarakat di mana ia hidup.
l. The self, yaitu anggapan dan perasaan tertentu tentang
siapa, apa, dan di mana sebenarnya ia berada.
Permainan dapat membantu membentuk keprinadian Anak atau Kepribadian Siswa |
Menurut
Ahmad D. Marimba, pada garis besarnya aspek-aspek kepribadian itu dapat
digolongkan dalam tiga hal, yaitu:
1) Aspek-aspek kejasmanian, meliputi tingkah laku luar
yang mudah tampak dan ketahuan dari luar, misalnya cara-cara berbuat,
berbicara, dan sebagainya.
2) Aspek-aspek kejiwaan, meliputi aspek-aspek yang tidak
segera dapat dan diketahui dari luar, misalnya cara berfikir, sikap, dan minat.
3) Aspek- aspek kerohanian yang luhur, meliputi
aspek-aspek kejiwaan yang lebih abstrak, yaitu filsafat hidup dan
kepercayaan.
Yoesoef
Noesyirawan, sebagaimana dikutip Ahmad Fauzi (1989:67) mengelompokkan
aspek-aspek kepribadian dalam empat bagian, yaitu:
a. Vitalitas sebagai konstata dari semangat hidup
pribadi.
b. Tempramen sebagai konstanta dari warna dan corak
pengalaman pribadi serta cara bereaksi dan bergerak.
c. Watak sebagai konstanta dari hasrat, perasaan, dan
kehendak pribadi mengenai nilai-nilai.
d. Kecerdasan, bakat, daya nalar, sebagai konstanta
kemampuan pribadi.
Singgih
D. Gunarsa, (2000:105) memberikan saran agar dalam mengembangkan kepribadian
anak, perlu memperhatikan perkembangan aspek-aspek sebagai berikut:
Dalam
kaitannya dengan pertumbuhan fisik anak. Perlakuan dan pengasuhan yang baik
disertai dengan lingkungan yang memungkinkan anak hidup sehat, jauh dari
keadaan yang akan menimbulkan penyakit.
Dalam
kaitannya dengan perkembangan sosial anak. Pergaulan adalah juga sesuatu
kebutuhan untuk memperkembangkan aspek sosial.
Dalam
kaitannya dengan perkembangan mental anak. Komunikasi verbal orang tua dan
anak, khususnya pada tahun-tahun pertama kehidupan anak, besar pengaruhnya
untuk perkembangan mentalnya.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
Anak atau Kepribadian Siswa
Kepribadian itu berkembang
dan mengalami perubahan-perubahan, tetapi di dalam perkembangan makin
terbentuklah pola-pola yang tetap, sehingga merupakan ciri-ciri yang khas dan
unik bagi setiap individu. Menurut Singgih D. Gunarsa, (2000:108) faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kepribadian seseorang, adalah:
1) Faktor biologis, yaitu yang
berhubungan dengan keadaan jasmani yang meliputi keadaan pencernaan,
pernapasan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar urat syaraf, dan lain-lain.
2) Faktor sosial, yaitu
masyarakat yakni manusia-manusia lain di sekitar individu, adat istiadat,
peraturan-peraturan, bahasa, dan sebagainya yang berlaku dalam masyarakat itu.
LINGKUNGAN dapat mempengaruhi Kepribadian Anak atau Kepribadian Siswa |
3) Faktor kebudayaan, yaitu
kebudayaan itu tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat dan tentunya
kebudayaan dari tiap-tiap tempat yang berbeda akan berbeda pula kebudayaannya.
Perkembangan dan pembentukan kepribadian dari masing-masing orang tidak dapat
dipisahkan dari kebudayaan masyarakat di mana anak itu dibesarkan.
Sedangkan menurut Husain
Mazhahiri (dalam Singgih D. Gunarsa, (2000:112), faktor-faktor yang membentuk kepribadian anak atau kepribadian siswa
ada empat, yaitu:
1.
Peranan cinta kasih dalam pembinaan
kepribadian.
2.
Tidak menghina dan mengurangi hak anak.
3.
Perhatian pada perkembangan kepribadian.
4. Menghindari
penggunaan kata kotor.
Budaya mempengaruhi Kepribadian Anak atau Kepribadian Siswa |
Masa kanak-kanak adalah masa
yang paling peka bagi proses pembentukan kepribadian seseorang yang akan
mewarnai sikap, perilaku. dan pandangan hidupnya kelak di kemudian hari.
Sedangkan perkembangan kepribadian anak itu sendiri, dipengaruhi oleh
lingkungan tempat anak itu hidup dan berkembang. Di antara faktor lingkungan
yang paling berpengaruh bagi perkembangan kepribadian anak, adalah orang tua
yang mengasuh dan membimbingnya beserta suasana kehidupan yang dibina. Dalam
konteks lingkungan keluarga inilah, maka kehadiran orang tua akan turut
mempengaruhi dan mewarnai proses pembentukan kepribadian anak selanjutnya.
Menurut Ngalim Purwanto
(1990:162) ada beberapa alasan pentingnya orang tua, terutama ibu dan ayah bagi
pembentukan kepribadian anak dan kepribadian
siswa, yakni:
1.
Pengaruh itu merupakan pengalaman yang
pertama-tama.
2.
Pengaruh yang diterima anak itu batas dan
jumlahnya.
3. Intensitas
pengaruh itu tinggi karena berlangsung terus menerus siang dan malam.
Umumnya pengaruh itu
diterima dalam suasana aman serta bersifat intim dan bernada emosional.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa kepribadian anak atau
kepribadian siswa dipengaruhi oleh banyak factor, dan salah satunya ialah
peranan orang tua dalam rangka membimbing, mengarahkan, dan memberikan jalan
keluar terhadap permasalahan yang sedang dihadapi oleh anak, karena orang tua
merupakan orang yang paling dekat dengan anak-anak sehingga akan mudah untuk
memahami kepribadiannya.
D. Upaya-upaya Pembentukan Kepribadian Anak atau Kepribadian Siswa
Secara umum, kepribadian itu
pada dasarnya dibentuk oleh pendidikan, karena pendidikan menanamkan tingkah
laku yang kontinyu dan berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan, ketika ia
dijadikan norma, kebiasaan itu berubah menjadi adat, membentuk sifat, sifat-sifat
seseorang merupakan tabi’at atau watak, tabi’at rohaniah dan sifat lahir
membentuk kepribadian. Hal ini, sesuai dengan definisi pendidikan, yaitu usaha
sadar, teratur, dan sistematik yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi
tanggung jawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabi'at sesuai
dengan cita-cita pendidikan. Amir Daien Indrakusuma (1973:108), menegaskkan
bahwa kepribadian itu dapat dibentuk oleh pendidikan, dan pendidikan itu
sendiri bersumber pada tiga pusat pendidikan, yaitu lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat.
Terbentuknya kepribadian
pada diri seseorang, itu berlangsung melalui perkembangan yang terus menerus.
Seluruh perkembangan itu, tampak bahwa tiap perkembangan maju muncul dalam
cara-cara yang kompleks dan tiap perkembangan didahului oleh perkembangan
sebelumnya. Ini berarti, bahwa perkembangan itu tidak hanya kontiyu, tapi
juga perkembangan fase yang satu diikuti dan menghasilkan perkembangan pada
fase berikutnya. Menurut Ahmad D. Marimba (1989: 88) pembentukan kepribadian
merupakan suatu proses yang terdiri atas tiga taraf, yaitu:
1) Pembiasaan
Pembiasaan
ialah latihan-latihan tentang sesuatu supaya menjadi biasa. Pembiasaan
hendaknya ditanamkan kepada anak-anak sejak kecil, sebab pada masa itu
merupakan masa yang paling peka bagi pembentukan kebiasaan. Pembiasaan yang
ditanamkan kepada anak-anak, itu harus disesuaikan dengan perkembangan jiwanya.
Pendidikan
yang diberikan kepada anak sejak kecil, merupakan upaya dalam rangka
pembentukan kepribadian yang baik. Hal ini, sebagaimana dikemukakan oleh M.
Athiyah al-Abrasy (1990:105-107) bahwa para filosof Islam merasakan betapa
pentingnya periode kanak-kanak dalam pendidikan budi pekerti, dan membiasakan
anak-anak kepada tingkah laku yang baik sejak kecilnya. Mereka ini semua
berpendapat bahwa pendidikan anak-anak sejak dari kecilnya harus mendapat
perhatian penuh.
Kebiasaan Baik dapat membentuk kepribadian Anak atau Kepribadian Siswa |
Ibnu
Qoyyim Al-Jauzi, sebagaimana dikutip oleh M. Athiyah al-Abrasy (1990:107)
mengemukakan, bahwa pembentukan yang utama ialah waktu kecil, maka apabila
seorang anak dibiarkan melakukan sesuatu (yang kurang baik) dan kemudian telah
menjadi kebiasaannya, maka akan sukarlah meluruskannya. Tujuan utama dari
kebiasaan ini, adalah penanaman kecakapan-kecakapan berbuat dan mengucapkan
sesuatu agar cara-cara yang tepat dapat dikuasai oleh siterdidik yang
terimplikasi mendalam bagi pembentukan selanjutnya.
2) Pembentukan minat dan
sikap
Dalam
taraf kedua ini, pembentukan lebih dititikberatkan pada perkembangan akal
(pikiran, minat, dan sikap atau pendirian.). Menurut Ahmad D. Marimba (1989:88)
bahwa pembentukan pada taraf ini terbagi dalam tiga bagian, yaitu:
a. Formil
Pembentukan
secara formil, dilaksanakan dengan latihan secara berpikir, penanaman minat
yang kuat, dan sikap (pendirian) yang tepat. Tujuan dari pembentukan formil ini
adalah:
1) Terbentuknya
cara-cara berpikir yang baik, dapat menggunakan metode berpikir yang tepat,
serta mengambil kesimpulan yang logis.
2) Terbentuknya
minat yang kuat, yang sejajar dengan terbentuknya pengertian. Minat merupakan
kecenderungan jiwa ke arah sesuatu karena sesuatu itu mempunyai arti bukan
karena terpaksa.
3) Terbentuknya
sikap (pendirian) yang tepat. Sikap terbentuk bersama-sama dengan minat. Sikap
yang tepat, ialah bagaimana seharusnya seseorang itu bersikap terhadap
agamanya, nilai-nilai yang ada di dalamnya, terhadap nilai-nilai kesulitan, dan
terhadap orang lain yang berpendapat lain.
b. Materil
Pembentukan
materil sebenarnya telah dimulai sejak masa kanak-kanak, jadi sejak pembentukan
taraf pertama, namun barulah pada taraf kedua ini (masa intelek dan masa
sosial). Anak-anak yang telah cukup besar dan mampu menepis mana yang berguna
dan mana yang tidak, harusnya dilatih berpikir kritis.
c. Intensil
Pembentukan
intensil yaitu pengarahan, pemberian arah, dan tujuan yang jelas bagi
pendidikan Islam, yaitu terbentuknya kepribadian muslim. Untuk membentuk ke
arah mana kepribadian itu akan dibawa, maka di samping pemberian pengetahuan
juga tentang nilai-nilai. Jadi, bukan hanya merupakan pemberian perlengkapan,
tetapi juga pemberian tujuan ke arah mana perlengkapan itu akan dibawa. Pada
segi lain, pembentukan intensil ini lebih progresif lagi, yaitu nilai-nilai
yang mengarahkan sudah harus dilaksanakan dalam kehidupan. Mungkin masih dengan
pengawasan orang tua, tetapi lebih baik lagi jika atas keinsyafan sendiri.
3) Pembentukan kerohanian
yang luhur
Pada
taraf ini, pembentukan dititikberatkan pada aspek kerohanian untuk mencapai
kedewasaan rohaniah, yaitu dapat memilih, memutuskan, dan berbuat atas dasar
kesadaran sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab, kecenderungan ke arah
berdiri sendiri yang diusahakan pada taraf yang lalu, misalnya peralihan dari
disiplin luar ke arah disiplin sendiri, dari menerima teladan ke arah mencari
teladan, pada taraf ini diintensifkan.
Pendidikan Kerohanian membantuk kepribadian Anak atau Kepribadian Siswa |
Berdasarkan hal tersebut di
atas, dapat disimpulkan bahwa yang diberikan oleh orang tua dalam keluarga,
baik dalam bentuk bimbingan, pendidikan, maupun perhatian merupakan salah satu
upaya yang dapat membentuk kepribadian
anak atau kepribadian siswa. Selain itu, terdapat pula cara lain yang dapat
dipergunakan dalam membentuk kepribadian, yaitu pembiasaan, yang bertujuan
untuk menanamkan kecakapan-kecakapan berbuat, mengucapkan sesuatu dengan tepat,
dan dapat dikuasai oleh si anak serta mempunyai implikasi yang mendalam bagi
pembentukan kepribadian pada tahap selanjutnya.
Daftar Bacaan:
Agus Sujanto (1986). Psikologi Kepribadian, Jakarta:
Aksara Baru.
Ahmad Fauzi (1997). Psikologi
Umum, Bandung: Pustaka Setia. Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam, Bandung: PT. Al-Ma'arif, 1989), cet. Ke-8, h. 67
Amir Daien Indrakusuma.
(1973) Pengantar Ilmu Pendidikan, Surabaya: Usaha Nasional,
M. Athiyah Al-Abrasy.
(1990), Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang.
Ngalim Purwanto. (1990) Psikologi
Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Singgih D. Gunarsa,(2000) Psikologi
Praktik Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: Gunung Mulia
No comments:
Post a Comment