Metode
resitasi adalah metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu
agar siswa melakukan kegiatan belajar dan tugas yang diberikan kepada siswa
dapat dilakukan di dalam kelas, di halaman sekolah, di laboratorium, di
perpustakaan, atau di mana saja asal tugas itu dapat dikerjakan. Tugas atau resitasi
tidak sama dengan pekerjaan rumah, tetapi jauh lebih luas dari itu, karena tugas
dapat dilaksanakan di rumah, sekolah, perpustakaan, dan di tempat lainnya.
Tugas atau resitasi dapat merangsang anak untuk aktif belajar baik secara
individual maupun secara kelompok.
Teknik
pemberian tugas atau resitasi, biasanya digunakan dengan tujuan agar siswa
memiliki hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan
latihan-latihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam
mempelajari sesuatu dapat lebih terintegrasi. Menurut Zakiah Daradjat, bahwa metode
pemberian tugas adalah suatu cara dalam proses belajar mengajar bilamana guru
memberi tugas tertentu dan murid mengerjakannya, kemudian tugas tersebut
dipertanggungjawabkan kepada guru.
Dari
pengertian tentang metode resitasi di atas, maka penulis dapat uraikan bahwa
metode resitasi merupakan suatu cara dari guru dalam proses belajar mengajar untuk
mengaktifkan siswa dalam belajar, baik di sekolah maupun di rumah untuk
dipertanggungjawabkan oleh siswa kepada guru.
2. Langkah-Langkah Metode Resitasi
Langkah-langkah
yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan metode resitasi, adalah sebagai
berikut:
a.
Fase
Pemberian Tugas
Tugas
yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan:
1)
Tujuan
yang akan dicapai.
2)
Jenis
tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut.
3)
Ada
petunjuk atau sumber yang membantu pekerjaan siswa.
4)
Sediakan
waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas
b.
Langkah
Pelaksanaan Tugas
1)
Diberikan
bimbingan atau pengawasan oleh guru.
2)
Diberikan
dorongan sehingga anak mau bekerja.
3)
Diusahakan
dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain.
4)
Dianjurkan
agar siswa mencatat hasil-hasil yang ia peroleh dengan baik dan sistematik.
c.
Fase
Mempertanggungjawabkan Tugas
1)
Laporan
siswa baik lisan atau tertulis dari apa yang telah dikerjakannya.
2)
Ada
tanya jawab atau diskusi kelas.
3)
Penilaian
hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun non tes atau cara lainnya.
3. Bentuk Metode Resitasi
Dalam
proses belajar mengajar bentuk metode resitasi dapat dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu:
a.
Bentuk
Kelompok
Bentuk kelompok
atau bekerja dalam situasi kelompok, mengandung pengertian bahwa siswa dalam
satu kelas dipandang sebagai satu kesatuan tersendiri atau dibagi atas
kelompok-kelompok kecil. Apabila guru dalam menghadapi murid-murid di kelas
merasa perlu membagi mereka dalam beberapa kelompok untuk memecahkan suatu
masalah untuk mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan secara bersama-sama, maka
cara itu termasuk bentuk dari metode resitasi.
Metode
resitasi sebagai metode interaksi edukatif, bentuk kelompok ini dapat
diterapkan untuk berbagai macam tujuan proses belajar, mengajar, termasuk pada
mata pelajaran SKI. Dilihat dari segi proses kerjanya, maka kerja kelompok ada
dua macam, yaitu:
1)
Kelompok
jangka pendek, artinya jangka waktu untuk bekerja dalam kelompok tersebut hanya
pada saat itu saja, jadi sifatnya insidental.
2)
Kelompok
jangka panjang, artinya proses kerja dalam kelompok itu bukan hanya pada saat
itu saja, mungkin berlaku untuk satu periode tertentu sesuai dengan tugas atau
masalah yang akan dipecahkan.
Dalam
bukunya Zakiah Daradjat yaitu “Metodik
Khusus Pengajaran Agama Islam”, dilihat dari segi waktu dan cara
pembentukan kelompok macam metode resitasi dibedakan menjadi:
1)
Bentuk
kelompok jangka pendek
Kelompok
ini dapat dilaksanakan dalam kelas dengan waktu yang relatif singkat kurang
lebih 20 menit, dimaksudkan untuk menanamkan rasa saling membantu dan kerja
sama dalam menyelesaikan tugas, di samping itu juga untuk menanamkan pentingnya
musyawarah dan manfaatnya dalam kehidupan bermasyarakat.
2)
Bentuk
kelompok jangka menengah
Kelompok
ini dibentuk, karena kepentingan penyelesaian unit-unit pelajaran yang
dikerjakan secara bersama-sama dalam beberapa hari. Tiap-tiap kelompok harus
terlibat aktif dalam penyelesaian tugas kelompok.
3)
Bentuk
kelompok jangka panjang
Bentuk
kelompok jenis ketiga ini, sering disebut kelompok studi suatu kelas dibagi
kemudian diberi tugas menjelang kenaikan kelas.
Sedangkan
menurut Abdul Aziz dalam buku “Kurikulum
Berbasis Kompetensi Dasar”, bahwa strategi pembelajaran untuk mengaktifkan
kelompok yaitu salah satunya sebagai berikut: Tim Pendengar (Listening Team). Strategi ini dimaksudkan untuk mengaktifkan
seluruh peserta didik dengan membagi peserta didik secara berkelompok dan
memberikan tugas yang berbeda kepada masing-masing kelompok tersebut. Strategi
ini dapat dibuat dengan prosedur sebagai berikut:
a)
Peserta
didik dibagi ke dalam empat kelompok
Setiap
kelompok mempunyai peran dan tugas sendiri-sendiri, kelompok pertama (sebagai
kelompok penanya), bertugas membuat pertanyaan yang didasarkan pada materi yang
telah disampaikan oleh guru. Kelompok kedua (sebagai kelompok setuju), bertugas
menyatakan point-point mana yang disepakati dan menjelaskan alasannya. Kelompok
ketiga (sebagai kelompok tidak setuju), bertugas mengomentari point mana yang
tidak disetujui dan menjelaskan alasannya. Dan kelompok yang keempat (sebagai
pembuat contoh), bertugas membuat contoh atau aplikasi materi yang baru
disampaikan oleh guru.
b)
Guru
menyampaikan materi pelajaran setelah selesai kelompok-kelompok tersebut diberi
waktu untuk melaksanakan tugas sesuai dengan yang ditetapkan. Tugas guru hanya
memberikan pengarahan agar empat kelompok tersebut mengemukakan tugasnya dengan
baik. Selain itu guru juga memberikan komentar jika ada pendapat kelompok yang
menyimpang terlalu jauh dari materi pelajaran.
Apabila
semua materi SKI dikembangkan secara multi aspek, utuh dan komprehensif, maka
hasil atau outputnya akan memiliki potensi intelektual yang seimbang dengan
potensi kepribadian. Dengan demikian, akan melahirkan konsepsi dan perilaku
yang lebih mengedepankan aspek kemanusiaan dalam melihat dan mensikapi realitas
problem masyarakat.
b.
Bentuk
individual
Bentuk ini,
merupakan pembentukan kemampuan belajar sendiri untuk mencapai pemahaman dan
penemuan diri sendiri sehingga terbentuk konsep diri (Self Concept). Dalam bukunya, Slameto menyatakan bentuk individual
ini dapat mencapai hasil belajar, yaitu:
1)
Keterampilan
intelektual yang merupakan hasil belajar individual ini dapat sistem skolastik.
2)
Strategi
kognitif, mengatur cara belajar dan berfikir seseorang di dalam arti yang
seluas-luasnya.
3)
Informasi
verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta.
4)
Keterampilan
motorik yang diperoleh di sekolah antara lain keterampilan menulis, mengetik,
dan sebagainya.
5)
Sikap
dan nilai, berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki
seseorang, sebagaimana disimpulkan mundurnya bertingkah laku terhadap orang
lain.
Menurut
Abdul Aziz, strategi pembelajaran untuk mengaktifkan individu, yaitu sebagai
berikut:
1)
Strategi
membaca dengan keras (reading alaud)
Membaca
suatu teks dengan keras dapat membantu peserta didik memfokuskan perhatian
secara mental, menimbulkan pertanyaan-pertanyaan, dan merangsang diskusi,
strategi tersebut mempunyai efek pada pemusatan perhatian dan membuat suatu
kelompok yang kohesif. Prosedur dari strategi ini adalah sebagai berikut:
a)
Guru
memilih sebuah teks yang cukup menarik untuk dibaca dengan keras, misalnya
tentang sejarah nabi, guru hendaknya membatasi dengan suatu pilihan teks yang
kurang dari (500) kata.
b)
Guru
menjelaskaan teks itu pada peserta didik secara singkat, guru memperjelas point-point
kunci atau masalah-masalah pokok yang dapat diangkat.
c)
Guru
membagi bacaan teks itu dengan alinea-alinea atau beberapa cara lainnya. Guru
menyuruh sukarelawan-sukarelawan untuk membaca keras bagian-bagian yang
berbeda.
d)
Ketika
bacaan-bacaan tersebut berjalan, guru memberhentikan di beberapa tempat untuk
menekankan point-point tertentu, kemudian guru memunculkan beberapa pertanyaan,
atau memberikan contoh-contoh, guru dapat membuat diskusi singkat jika peserta
didik menunjukkan minat dalam bagian tertentu, kemudian guru melanjutkan dengan
menguji.
2)
Setiap
orang adalah guru (Everyone is a theacher
here)
Ini
merupakan sebuah strategi yang mudah guna memperoleh parsitipasi kelas yang
besar dan tanggung jawab individu. Strategi ini memberikan kesempatan kepada
setiap peserta didik untuk bertidak sebagai “pengajar” terhadap peserta didik
lain. Prosedur dari strategi ini adalah:
a)
Guru
membagikan kartu indeks kepada setiap peserta didik, guru meminta para peserta
untuk menulis sebuah pertanyaan yang
mereka miliki tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari di dalam
kelas atau topik khusus yang mereka diskusikan di kelas, misalnya materi
pelajaran tentang sejarah sahabat, maka mereka membuat pertanyaan yang
berkaitan dengan sejarah para sahabat.
b)
Guru
mengumpulkan kartu, mengocok, dan membagikan satu pada setiap peserta didik
membaca diam-diam pertanyaan atau topik pada kartu dan pikirkan satu jawaban.
c)
Guru
memanggil sukarelawan yang akan membaca dengan keras kartu yang mereka dapat
dan memberi respon.
d)
Setelah
diberi respon guru meminta yang lain di dalam kelas untuk menambahkan apa yang
telah disumbangkan oleh sukarelawan tersebut.
e)
Guru
melanjutkan proses itu selama masih ada sukarelawan.12
3)
Menulis
pengalaman secara langsung (Writing in
the here and now)
Menulis
dapat membantu peserta didik merefleksikan pengalaman-pengalaman yang telah
mereka alami, prosedur dari strategi ini adalah:
a)
Guru
memilih jenis pengalaman yang diinginkan untuk ditulis oleh peserta didik. Ia
bisa berupa peristiwa masa lampau atau yang akan datang, guru menginformasikan
pada peserta didik tentang pengalaman yang telah dipilih untuk tujuan penulisan
reflektif.
Guru
memberi mereka bahwa cara berharga untuk merefleksikan pengalaman adalah
mengenangkan atau mengalaminya untuk pertama kali di sini dan saat sekarang.
Dengan demikian, tindakan itu menjadikan pengaruh lebih jelas dan lebih
dramatik daripada menulis tentang sesuatu di sana dan kemudian, atau di masa
depan yang jauh.
b)
Guru
memerintahkan peserta didik untuk menulis, saat sekarang, tentang pengalaman
yang dipilih. Perintahkan mereka untuk memulai awal pengalaman dan penulisan
apa yang sedang mereka dan lainnya lakukan dan rasakan. Guru menyuruh peserta
menulis sebanyak mungkin yang mereka inginkan tentang peristiwa-peristiwa yang
terjadi dan perasaan-perasaan yang dihasilkannya.
c)
Guru
memberikan waktu yang cukup untuk menulis. Peserta didik seharusnya tidak
terburu-buru, ketika mereka selesai, guru mengajak mereka membacakan tentang
refleksinya.
d)
Guru
mendiskusikan hasil pengalaman peserta didik tersebut bersama-sama.
Menurut
Francis P. Robinson strategi pembelajaran untuk mengaktifkan individu yaitu
dengan metode SQ3R, yang mana pada prinsipnya merupakan singkatan
langkah-langkah mempelajari teks yang meliputi:
1)
Survey, maksudnya atau
memeriksa atau meneliti atau mengidentifakasi seluruh teks.
2)
Question, menyusun daftar
pertanyaan yang relevan dengan teks.
3)
Read, maksudnya membaca
teks secara aktif untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang telah tersusun.
4)
Recite, maksudnya menghafal
setiap jawaban yang telah di tentukan.
5)
Review, maksudnya meninjau
ulang seluruh jawaban atas pertanyaan yang tersusun pada langkah kedua dan
ketiga.
Langkah
pertama dalam melakukan aktivitas survey guru perlu membantu dan mendorong
siswa untuk memeriksa atau meneliti secara singkat seluruh struktur teks.
Tujuannya adalah agar siswa mengetahui panjangnya sub bagian (heading), judul kunci, dan sebagainya.
Dalam melakukan survey, siswa dianjurkan menyiapkan pensil, kertas, dan alat
pembuat ciri (berwarna kuning, hijau, dan sebagainya) seperti stabilo untuk
menandai bagian-bagian tertentu atau bagian penting yang akan dijadikan bahan
pertanyaan pada langkah selanjutnya.
Langkah
kedua, guru seyogyanya memberikan petunjuk atau contoh kepada para siswa untuk
menyusun pertanyaan yang jelas, singkat, dan relevan dengan bagian-bagian teks,
yang telah ditandai pada langkah pertama. Jumlah pertanyaan tergantung pada
panjang pendeknya teks yang sedang dipelajari, jika teks yang dipelajari siswa
berisi tentang hal-hal yang sebelumnya sudah diketahui, mungkin mereka hanya
perlu membuat beberapa pertanyaan.
Langkah
ketiga, guru seyogyanya menyuruh siswa membaca secara aktif dalam rangka
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah tersusun. Dalam hal ini,
membaca secara aktif juga berarti membaca yang difokuskan pada
paragraf-paragraf yang diperkirakan mengandung jawaban yang relevan dengan
pertanyaan tadi.
Langkah
keempat, seyogyanya guru menyuruh menyebutkan lagi jawaban-jawaban atas
pertanyaan yang telah tersusun. Latihan siswa untuk tidak membuka catatan
jawaban, jika sebuah pertanyaan tak terjawab siswa tetap disuruh menjawab
pertanyaan berikutnya, demikian seterusnya, hingga seluruh pertanyaan, termasuk
yang belum terjawab dapat diselesaikan dengan baik.
Langkah
kelima, pada langkah terakhir (review) guru seyogyanya menyuruh siswa meninjau
ulang seluruh pertanyaan dan jawaban secara singkat.
Dari
gambaran model-model belajar di atas, guru hendaknya memilih mana yang paling
cocok dengan kondisi pembelajaran di kelasnya, dengan harapan dari model
pembelajaran ini siswa mampu menggali informasi, menghayati, merasakan proses
pembelajaran sehingga pembelajaran akan menarik dan menyenangkan. Pembelajaran
tidak verbalistis dan siswa akan tertantang untuk merespon dengan penuh
semangat.
Menurut
Ad Roijakerers, bahwa bentuk individual ini mempunyai 3 kategori yang meliputi:
1)
Pengajar
memberi tahu, kedudukan sebagai pengajar subyek yang melakukan aksi.
2)
Pengajar
mengadakan kontak dengan para siswa, ia mengadakan interaksi.
3)
Pengajar
memberi tugas pada siswa.
Dengan
demikian, bentuk individual 1 dan 2 keaktifan jasmani bisa berupa siswa sibuk
belajar, bekerja, melakukaan percobaan, dan lain-lain. Sedangkan keaktifan
rohani siswa, nampak bila siswa sedang mengamati dengan teliti, mengingat,
memecahkan masalah, dan mengambil kesimpulan.
Sebenarnya,
kedua aktivitas tersebut dihubungkan menurut Piaget, seorang anak berfikir
sendiri ia berbuat, tanpa berbuat siswa tak berfikir, agar siswa berfikir
sendiri ia harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri. Winarno Surakhmad
mengatakan, bahwa belajar individual berarti mengajak, merangsang, dan
memberikan kesempatan pada murid-murid untuk mempertinggi hasil pelajaran
mereka lewat mengemukakan pendapat, belajar mengambil keputusan, bekerja dalam
kelompok, membuat laporan, dan lain sebagainya.
Menurut
DH. Adji Robinson, mengatakan bahwa belajar individu dapat dilihat dari dua
sudut yang berbeda, yaitu subyek belajar dipandang sebagai pribadi yang tidak
terikat oleh kelompok temannya dan dipandang sebagai individu yang terikat oleh
temannya dicurahkan untuk menyelesaikan tugas belajar.
Dalam
proses pengajaran, guru harus memberikan kesempatan pada siswa-siswanya. Untuk melakukan
sesuatu yang sesuai dengan tujuan intruksional, guru harus memberikan
kesempatan pada siswa untuk mempraktekkan apa yang dituntut guru sebagai bukti
bahwa tujuannya tercapai. Pada dasarnya, belajar hakekatnya berarti menghayati
suatu aktual penghayatan yang akan menimbulkan respon-respon tertentu dari
pihak murid. Karena pokok asasi keunikan manusia adalah wujudnya sebagai
makhluk jasmani rohani, yang baru bermakna setelah berwujud suatu pribadi,
yaitu gambaran secara totalitas dalam ia berkomunikasi dengan dunia di luar
dirinya baik dengan adaptasi maupun dengan mengubah lingkungannya.
Berbeda
dengan hewan yang diciptakan oleh Tuhan sekali jadi, manusia lahir ke dunia dalam
keadaan belum selesai, ia harus senantiasa menyelesaikan dan menyempurnakan
nilai manusiawinya. Menurut Legevald, manusia adalah Animal Education (binatang yang harus dididik dan mendidik). Sehingga dalam kehidupan sehari-hari
tak lepas dari pendidikan dan dari pengalaman-pengalaman tersebut disebut
pengetahuan (knowledge), pendidikan
tersebut melalui proses tertentu yang disebut metode keilmuan. Pengalaman yang
berupa pelajaran akan menghasilkan perubahan di dalam kekayaan informasi,
sehingga bisa dikatakan pengalaman-pengalaman itu edukatif yang meliputi:
1)
Pengalaman
edukatif itu tertuju pada suatu hasil yang akan dicapai oleh murid.
2)
Pengalaman
edukatif bersifat kontinue dan bersifat interaktif antara individu dengan
lingkungan pengalaman itu.
3)
Pengalaman
edukatif membantu pendewasaan yang wajar pada pihak murid.
Dari
hasil penjelasan tadi, maka belajar individu adalah mengajar dan melatih siswa
untuk belajar dalam rangka pendewasaan dan keterampilan dalam belajar agar
siswa itu dapat menemukan konsep dirinya secara pribadi.
4. Kelebihan dan Kekurangan Metode Resitasi
Dalam
proses pendidikan, metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya
pencapaian tujuan, karena itu menjadi sarana yang membermaknakan materi
pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan sedemikian rupa sehingga
dapat dipahami atau diserap oleh anak didik sebagai pengertian-pengertian yang
fungsional terhadap tingkah lakunya. Tanpa metode, suatu mata pelajaran tidak
akan berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan belajar mengajar menuju
tujuan-tujuan pendidikan.
Dapatkah
dikatakan bahwa metode yang tepat untuk salah satu tujuan pengajaran belum tentu
untuk tujuan dan bahan pengajaran (pembelajaran) yang berbeda. Namun ada
ketentuan umum dalam masing-masing metode mengajar, guru dapat memilih metode
yang manakah yang paling tepat digunakan dalam proses belajar mengajar yang
akan dilaksanakan berdasarkan kelebihan dan kekurangan metode yang digunakan.
Metode resitasi sebagai salah satu dari beberapa metode di dalam mengajar tentu
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Di antara kelebihan metode resitasi adalah:
a.
Lebih
merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individual maupun kelompok.
b.
Dapat
mengembangkan kemandirian siswa di luar pengawasan guru.
c.
Dapat
membina tanggung jawab dan disiplin siswa.
d.
Dapat
mengembangkan kreativitas siswa.
Menurut
Slameto mengatakan, bahwa kelebihan metode resitasi ini adalah:
a.
Dapat
mendorong inisiatif siswa.
b.
Memupuk
tanggung jawab siswa.
c.
Dapat
meningkatkan kadar belajar siswa.
Menurut
Moh Uzer Usman dan Lilis Setiawati, bahwa kelebihan metode resitasi adalah:
a.
Membina
rasa tanggung jawab yang dibebankan kepadanya karena pada akhirnya tugas
tersebut harus dipertanggungjawabkan dengan cara laporan tertulis atau lisan,
membuat ringkasan, dan menyerahkan hasil kerja.
b.
Menentukan
sendiri informasi yang diperlukan atau memantapkan informasi yang diperolehnya.
c.
Menjalin
kerja sama dan sikap menghargai hasil kerja orang lain.
Di
samping kelebihan-kelebihan di atas, metode resitasi juga mempunyai beberapa
kekurangan yang meliputi:
a.
Sukar
mengontrol apakah hasil tugas ini benar-benar hasil usaha sendiri atau bukan.
b.
Bila
pemberian tugas itu terlalu sering, apalagi kalau tugas itu sukar dapat
mengganggu ketenangan siswa.
c.
Sukar
memberi tugas yang sesuai dengan perbedaan tiap individu.
Untuk
mengimbangi kelemahan dan kekurangan ada beberapa saran yang perlu diperhatikan
dalam penggunaan metode resitasi, yaitu:
a.
Tugas
yang diberikan harus jelas, sehingga anak mengerti benar apa yang harus
dikerjakan.
b.
Waktu
untuk mengerjakan tugas harus cukup, sehingga dapat dicapai hasil yang baik.
c.
Hendaknya
diadakan kontrol, pengawasan, dan monitoring atau pemantauan yang sistematis,
sehingga mendorong murid untuk mengerjakan tugasnya dengan sungguh-sungguh dan
bertanggung jawab.
d.
Bahan
tugas yang diberikan hendaknya bersifat:
1)
Menarik
perhatian murid-murid.
2)
Mendorong
murid-murid untuk mencari, mendalami, dan menyampaikan.
3)
Setaraf
dengan kemampuan murid, sehingga ada kesanggupan untuk menyelesaikan tugas
tersebut.
4)
Di
samping bersifat praktis juga alamiah.
PUSTAKA:
Ad.
Rooijakkers, 1989. Mengajar dengan Sukses, Jakarta: PT. Gramedia,
Tim
Didaktik, 1989. Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Jakarta: CV. Rajawali,
Winarno
Surakhmad, 1982Pengantar Interaksi Belajar Mengajar, Bandung: Tarsito
Adji
Robinson, 1998. Azas-Azas Praktek Mengajar, Jakarta: CV. Bharata,
Achmadi,
Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar, Semarang: Saudara Salatiga, 1992
Moh.
Uzer Usman dan Lilis Setiawati, 1998. Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar,
(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,
14
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja
Rosda Karya, 2008
Abdul
Aziz, 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Dasar, Jakarta: Dirjen Kelembagaan
Agama Islam,
Slameto,
1991Proses Belajar Mengajar Dalam Sitem Kredit Semester, Jakarta: Bumi Aksara,
Syaiful
Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2002 Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka
Cipta,
Nana
Sudjana, 2002Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Roestiyah
N.K, 1998. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta,
Zakiah
Daradjat, 1995. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara,
No comments:
Post a Comment