Pengertian Metode Resitasi dan Langkah-langkahnya

Pengertian dan Langkah-langkah Metode Resitasi



1.    Pengertian Metode Resitasi
Metode resitasi adalah metode penyajian bahan di mana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar dan tugas yang diberikan kepada siswa dapat dilakukan di dalam kelas, di halaman sekolah, di laboratorium, di perpustakaan, atau di mana saja asal tugas itu dapat dikerjakan. Tugas atau resitasi tidak sama dengan pekerjaan rumah, tetapi jauh lebih luas dari itu, karena tugas dapat dilaksanakan di rumah, sekolah, perpustakaan, dan di tempat lainnya. Tugas atau resitasi dapat merangsang anak untuk aktif belajar baik secara individual maupun secara kelompok.
Teknik pemberian tugas atau resitasi, biasanya digunakan dengan tujuan agar siswa memiliki hasil belajar yang lebih mantap, karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu dapat lebih terintegrasi. Menurut Zakiah Daradjat, bahwa metode pemberian tugas adalah suatu cara dalam proses belajar mengajar bilamana guru memberi tugas tertentu dan murid mengerjakannya, kemudian tugas tersebut dipertanggungjawabkan kepada guru.
Dari pengertian tentang metode resitasi di atas, maka penulis dapat uraikan bahwa metode resitasi merupakan suatu cara dari guru dalam proses belajar mengajar untuk mengaktifkan siswa dalam belajar, baik di sekolah maupun di rumah untuk dipertanggungjawabkan oleh siswa kepada guru.                        

2.    Langkah-Langkah Metode Resitasi
Langkah-langkah yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan metode resitasi, adalah sebagai berikut:
a.    Fase Pemberian Tugas
Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan:
1)     Tujuan yang akan dicapai.
2)     Jenis tugas yang jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut.
3)     Ada petunjuk atau sumber yang membantu pekerjaan siswa.
4)     Sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas
b.    Langkah Pelaksanaan Tugas
1)     Diberikan bimbingan atau pengawasan oleh guru.
2)     Diberikan dorongan sehingga anak mau bekerja.
3)     Diusahakan dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain.
4)     Dianjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang ia peroleh dengan baik dan sistematik.
c.    Fase Mempertanggungjawabkan Tugas
1)     Laporan siswa baik lisan atau tertulis dari apa yang telah dikerjakannya.
2)     Ada tanya jawab atau diskusi kelas.
3)     Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun non tes atau cara lainnya.


3.    Bentuk Metode Resitasi
Dalam proses belajar mengajar bentuk metode resitasi dapat dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu:
a.    Bentuk Kelompok
Bentuk kelompok atau bekerja dalam situasi kelompok, mengandung pengertian bahwa siswa dalam satu kelas dipandang sebagai satu kesatuan tersendiri atau dibagi atas kelompok-kelompok kecil. Apabila guru dalam menghadapi murid-murid di kelas merasa perlu membagi mereka dalam beberapa kelompok untuk memecahkan suatu masalah untuk mengerjakan suatu tugas atau pekerjaan secara bersama-sama, maka cara itu termasuk bentuk dari metode resitasi.
Metode resitasi sebagai metode interaksi edukatif, bentuk kelompok ini dapat diterapkan untuk berbagai macam tujuan proses belajar, mengajar, termasuk pada mata pelajaran SKI. Dilihat dari segi proses kerjanya, maka kerja kelompok ada dua macam, yaitu:
1)   Kelompok jangka pendek, artinya jangka waktu untuk bekerja dalam kelompok tersebut hanya pada saat itu saja, jadi sifatnya insidental.
2)   Kelompok jangka panjang, artinya proses kerja dalam kelompok itu bukan hanya pada saat itu saja, mungkin berlaku untuk satu periode tertentu sesuai dengan tugas atau masalah yang akan dipecahkan.
Dalam bukunya Zakiah Daradjat yaitu “Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam”, dilihat dari segi waktu dan cara pembentukan kelompok macam metode resitasi dibedakan menjadi:
1)   Bentuk kelompok jangka pendek
Kelompok ini dapat dilaksanakan dalam kelas dengan waktu yang relatif singkat kurang lebih 20 menit, dimaksudkan untuk menanamkan rasa saling membantu dan kerja sama dalam menyelesaikan tugas, di samping itu juga untuk menanamkan pentingnya musyawarah dan manfaatnya dalam kehidupan bermasyarakat.
2)   Bentuk kelompok jangka menengah
Kelompok ini dibentuk, karena kepentingan penyelesaian unit-unit pelajaran yang dikerjakan secara bersama-sama dalam beberapa hari. Tiap-tiap kelompok harus terlibat aktif dalam penyelesaian tugas kelompok.
3)   Bentuk kelompok jangka panjang
Bentuk kelompok jenis ketiga ini, sering disebut kelompok studi suatu kelas dibagi kemudian diberi tugas menjelang kenaikan kelas.
Sedangkan menurut Abdul Aziz dalam buku “Kurikulum Berbasis Kompetensi Dasar”, bahwa strategi pembelajaran untuk mengaktifkan kelompok yaitu salah satunya sebagai berikut: Tim Pendengar (Listening Team). Strategi ini dimaksudkan untuk mengaktifkan seluruh peserta didik dengan membagi peserta didik secara berkelompok dan memberikan tugas yang berbeda kepada masing-masing kelompok tersebut. Strategi ini dapat dibuat dengan prosedur sebagai berikut:
a)   Peserta didik dibagi ke dalam empat kelompok
Setiap kelompok mempunyai peran dan tugas sendiri-sendiri, kelompok pertama (sebagai kelompok penanya), bertugas membuat pertanyaan yang didasarkan pada materi yang telah disampaikan oleh guru. Kelompok kedua (sebagai kelompok setuju), bertugas menyatakan point-point mana yang disepakati dan menjelaskan alasannya. Kelompok ketiga (sebagai kelompok tidak setuju), bertugas mengomentari point mana yang tidak disetujui dan menjelaskan alasannya. Dan kelompok yang keempat (sebagai pembuat contoh), bertugas membuat contoh atau aplikasi materi yang baru disampaikan oleh guru.
b)   Guru menyampaikan materi pelajaran setelah selesai kelompok-kelompok tersebut diberi waktu untuk melaksanakan tugas sesuai dengan yang ditetapkan. Tugas guru hanya memberikan pengarahan agar empat kelompok tersebut mengemukakan tugasnya dengan baik. Selain itu guru juga memberikan komentar jika ada pendapat kelompok yang menyimpang terlalu jauh dari materi pelajaran.
Apabila semua materi SKI dikembangkan secara multi aspek, utuh dan komprehensif, maka hasil atau outputnya akan memiliki potensi intelektual yang seimbang dengan potensi kepribadian. Dengan demikian, akan melahirkan konsepsi dan perilaku yang lebih mengedepankan aspek kemanusiaan dalam melihat dan mensikapi realitas problem masyarakat.                                                               
b.    Bentuk individual
Bentuk ini, merupakan pembentukan kemampuan belajar sendiri untuk mencapai pemahaman dan penemuan diri sendiri sehingga terbentuk konsep diri (Self Concept). Dalam bukunya, Slameto menyatakan bentuk individual ini dapat mencapai hasil belajar, yaitu:
1)     Keterampilan intelektual yang merupakan hasil belajar individual ini dapat sistem skolastik.
2)     Strategi kognitif, mengatur cara belajar dan berfikir seseorang di dalam arti yang seluas-luasnya.
3)     Informasi verbal, pengetahuan dalam arti informasi dan fakta. 
4)     Keterampilan motorik yang diperoleh di sekolah antara lain keterampilan menulis, mengetik, dan sebagainya.
5)     Sikap dan nilai, berhubungan dengan arah serta intensitas emosional yang dimiliki seseorang, sebagaimana disimpulkan mundurnya bertingkah laku terhadap orang lain.
Menurut Abdul Aziz, strategi pembelajaran untuk mengaktifkan individu, yaitu sebagai berikut:
1)   Strategi membaca dengan keras (reading alaud
Membaca suatu teks dengan keras dapat membantu peserta didik memfokuskan perhatian secara mental, menimbulkan pertanyaan-pertanyaan, dan merangsang diskusi, strategi tersebut mempunyai efek pada pemusatan perhatian dan membuat suatu kelompok yang kohesif. Prosedur dari strategi ini adalah sebagai berikut:
a)       Guru memilih sebuah teks yang cukup menarik untuk dibaca dengan keras, misalnya tentang sejarah nabi, guru hendaknya membatasi dengan suatu pilihan teks yang kurang dari (500) kata.
b)       Guru menjelaskaan teks itu pada peserta didik secara singkat, guru memperjelas point-point kunci atau masalah-masalah pokok yang dapat diangkat.
c)       Guru membagi bacaan teks itu dengan alinea-alinea atau beberapa cara lainnya. Guru menyuruh sukarelawan-sukarelawan untuk membaca keras bagian-bagian yang berbeda.
d)       Ketika bacaan-bacaan tersebut berjalan, guru memberhentikan di beberapa tempat untuk menekankan point-point tertentu, kemudian guru memunculkan beberapa pertanyaan, atau memberikan contoh-contoh, guru dapat membuat diskusi singkat jika peserta didik menunjukkan minat dalam bagian tertentu, kemudian guru melanjutkan dengan menguji.
2)   Setiap orang adalah guru (Everyone is a theacher here)
Ini merupakan sebuah strategi yang mudah guna memperoleh parsitipasi kelas yang besar dan tanggung jawab individu. Strategi ini memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik untuk bertidak sebagai “pengajar” terhadap peserta didik lain.  Prosedur dari strategi ini adalah:
a)       Guru membagikan kartu indeks kepada setiap peserta didik, guru meminta para peserta untuk menulis sebuah pertanyaan yang  mereka miliki tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari di dalam kelas atau topik khusus yang mereka diskusikan di kelas, misalnya materi pelajaran tentang sejarah sahabat, maka mereka membuat pertanyaan yang berkaitan dengan sejarah para sahabat.
b)       Guru mengumpulkan kartu, mengocok, dan membagikan satu pada setiap peserta didik membaca diam-diam pertanyaan atau topik pada kartu dan pikirkan satu jawaban.
c)       Guru memanggil sukarelawan yang akan membaca dengan keras kartu yang mereka dapat dan memberi respon.
d)       Setelah diberi respon guru meminta yang lain di dalam kelas untuk menambahkan apa yang telah disumbangkan oleh sukarelawan tersebut.
e)       Guru melanjutkan proses itu selama masih ada sukarelawan.12
3)   Menulis pengalaman secara langsung (Writing in the here and now
Menulis dapat membantu peserta didik merefleksikan pengalaman-pengalaman yang telah mereka alami, prosedur dari strategi ini adalah:
a)       Guru memilih jenis pengalaman yang diinginkan untuk ditulis oleh peserta didik. Ia bisa berupa peristiwa masa lampau atau yang akan datang, guru menginformasikan pada peserta didik tentang pengalaman yang telah dipilih untuk tujuan penulisan reflektif.
Guru memberi mereka bahwa cara berharga untuk merefleksikan pengalaman adalah mengenangkan atau mengalaminya untuk pertama kali di sini dan saat sekarang. Dengan demikian, tindakan itu menjadikan pengaruh lebih jelas dan lebih dramatik daripada menulis tentang sesuatu di sana dan kemudian, atau di masa depan yang jauh.
b)       Guru memerintahkan peserta didik untuk menulis, saat sekarang, tentang pengalaman yang dipilih. Perintahkan mereka untuk memulai awal pengalaman dan penulisan apa yang sedang mereka dan lainnya lakukan dan rasakan. Guru menyuruh peserta menulis sebanyak mungkin yang mereka inginkan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi dan perasaan-perasaan yang dihasilkannya.
c)       Guru memberikan waktu yang cukup untuk menulis. Peserta didik seharusnya tidak terburu-buru, ketika mereka selesai, guru mengajak mereka membacakan tentang refleksinya.
d)       Guru mendiskusikan hasil pengalaman peserta didik tersebut bersama-sama.
Menurut Francis P. Robinson strategi pembelajaran untuk mengaktifkan individu yaitu dengan metode SQ3R, yang mana pada prinsipnya merupakan singkatan langkah-langkah mempelajari teks yang meliputi:
1)   Survey, maksudnya atau memeriksa atau meneliti atau mengidentifakasi seluruh teks.
2)   Question, menyusun daftar pertanyaan yang relevan dengan teks.
3)   Read, maksudnya membaca teks secara aktif untuk mencari jawaban atas pertanyaan yang telah tersusun.
4)   Recite, maksudnya menghafal setiap jawaban yang telah di tentukan.
5)   Review, maksudnya meninjau ulang seluruh jawaban atas pertanyaan yang tersusun pada langkah kedua dan ketiga.
Langkah pertama dalam melakukan aktivitas survey guru perlu membantu dan mendorong siswa untuk memeriksa atau meneliti secara singkat seluruh struktur teks. Tujuannya adalah agar siswa mengetahui panjangnya sub bagian (heading), judul kunci, dan sebagainya. Dalam melakukan survey, siswa dianjurkan menyiapkan pensil, kertas, dan alat pembuat ciri (berwarna kuning, hijau, dan sebagainya) seperti stabilo untuk menandai bagian-bagian tertentu atau bagian penting yang akan dijadikan bahan pertanyaan pada langkah selanjutnya.
Langkah kedua, guru seyogyanya memberikan petunjuk atau contoh kepada para siswa untuk menyusun pertanyaan yang jelas, singkat, dan relevan dengan bagian-bagian teks, yang telah ditandai pada langkah pertama. Jumlah pertanyaan tergantung pada panjang pendeknya teks yang sedang dipelajari, jika teks yang dipelajari siswa berisi tentang hal-hal yang sebelumnya sudah diketahui, mungkin mereka hanya perlu membuat beberapa pertanyaan.
Langkah ketiga, guru seyogyanya menyuruh siswa membaca secara aktif dalam rangka mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah tersusun. Dalam hal ini, membaca secara aktif juga berarti membaca yang difokuskan pada paragraf-paragraf yang diperkirakan mengandung jawaban yang relevan dengan pertanyaan tadi. 
Langkah keempat, seyogyanya guru menyuruh menyebutkan lagi jawaban-jawaban atas pertanyaan yang telah tersusun. Latihan siswa untuk tidak membuka catatan jawaban, jika sebuah pertanyaan tak terjawab siswa tetap disuruh menjawab pertanyaan berikutnya, demikian seterusnya, hingga seluruh pertanyaan, termasuk yang belum terjawab dapat diselesaikan dengan baik.
Langkah kelima, pada langkah terakhir (review) guru seyogyanya menyuruh siswa meninjau ulang seluruh pertanyaan dan jawaban secara singkat.
Dari gambaran model-model belajar di atas, guru hendaknya memilih mana yang paling cocok dengan kondisi pembelajaran di kelasnya, dengan harapan dari model pembelajaran ini siswa mampu menggali informasi, menghayati, merasakan proses pembelajaran sehingga pembelajaran akan menarik dan menyenangkan. Pembelajaran tidak verbalistis dan siswa akan tertantang untuk merespon dengan penuh semangat. 
Menurut Ad Roijakerers, bahwa bentuk individual ini mempunyai 3 kategori yang meliputi:
1)      Pengajar memberi tahu, kedudukan sebagai pengajar subyek yang melakukan aksi.
2)      Pengajar mengadakan kontak dengan para siswa, ia mengadakan interaksi.
3)      Pengajar memberi tugas pada siswa.
Dengan demikian, bentuk individual 1 dan 2 keaktifan jasmani bisa berupa siswa sibuk belajar, bekerja, melakukaan percobaan, dan lain-lain. Sedangkan keaktifan rohani siswa, nampak bila siswa sedang mengamati dengan teliti, mengingat, memecahkan masalah, dan mengambil kesimpulan.
Sebenarnya, kedua aktivitas tersebut dihubungkan menurut Piaget, seorang anak berfikir sendiri ia berbuat, tanpa berbuat siswa tak berfikir, agar siswa berfikir sendiri ia harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri. Winarno Surakhmad mengatakan, bahwa belajar individual berarti mengajak, merangsang, dan memberikan kesempatan pada murid-murid untuk mempertinggi hasil pelajaran mereka lewat mengemukakan pendapat, belajar mengambil keputusan, bekerja dalam kelompok, membuat laporan, dan lain sebagainya.
Menurut DH. Adji Robinson, mengatakan bahwa belajar individu dapat dilihat dari dua sudut yang berbeda, yaitu subyek belajar dipandang sebagai pribadi yang tidak terikat oleh kelompok temannya dan dipandang sebagai individu yang terikat oleh temannya dicurahkan untuk menyelesaikan tugas belajar.
Dalam proses pengajaran, guru harus memberikan kesempatan pada siswa-siswanya. Untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan tujuan intruksional, guru harus memberikan kesempatan pada siswa untuk mempraktekkan apa yang dituntut guru sebagai bukti bahwa tujuannya tercapai. Pada dasarnya, belajar hakekatnya berarti menghayati suatu aktual penghayatan yang akan menimbulkan respon-respon tertentu dari pihak murid. Karena pokok asasi keunikan manusia adalah wujudnya sebagai makhluk jasmani rohani, yang baru bermakna setelah berwujud suatu pribadi, yaitu gambaran secara totalitas dalam ia berkomunikasi dengan dunia di luar dirinya baik dengan adaptasi maupun dengan mengubah lingkungannya.
Berbeda dengan hewan yang diciptakan oleh Tuhan sekali jadi, manusia lahir ke dunia dalam keadaan belum selesai, ia harus senantiasa menyelesaikan dan menyempurnakan nilai manusiawinya. Menurut Legevald, manusia adalah Animal Education (binatang yang harus dididik dan mendidik). Sehingga dalam kehidupan sehari-hari tak lepas dari pendidikan dan dari pengalaman-pengalaman tersebut disebut pengetahuan (knowledge), pendidikan tersebut melalui proses tertentu yang disebut metode keilmuan. Pengalaman yang berupa pelajaran akan menghasilkan perubahan di dalam kekayaan informasi, sehingga bisa dikatakan pengalaman-pengalaman itu edukatif yang meliputi:
1)   Pengalaman edukatif itu tertuju pada suatu hasil yang akan dicapai oleh murid.
2)   Pengalaman edukatif bersifat kontinue dan bersifat interaktif antara individu dengan lingkungan pengalaman itu.
3)   Pengalaman edukatif membantu pendewasaan yang wajar pada pihak murid.
Dari hasil penjelasan tadi, maka belajar individu adalah mengajar dan melatih siswa untuk belajar dalam rangka pendewasaan dan keterampilan dalam belajar agar siswa itu dapat menemukan konsep dirinya secara pribadi.  

4.    Kelebihan dan Kekurangan Metode Resitasi
Dalam proses pendidikan, metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya pencapaian tujuan, karena itu menjadi sarana yang membermaknakan materi pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan sedemikian rupa sehingga dapat dipahami atau diserap oleh anak didik sebagai pengertian-pengertian yang fungsional terhadap tingkah lakunya. Tanpa metode, suatu mata pelajaran tidak akan berproses secara efektif dan efisien dalam kegiatan belajar mengajar menuju tujuan-tujuan pendidikan.
Dapatkah dikatakan bahwa metode yang tepat untuk salah satu tujuan pengajaran belum tentu untuk tujuan dan bahan pengajaran (pembelajaran) yang berbeda. Namun ada ketentuan umum dalam masing-masing metode mengajar, guru dapat memilih metode yang manakah yang paling tepat digunakan dalam proses belajar mengajar yang akan dilaksanakan berdasarkan kelebihan dan kekurangan metode yang digunakan. Metode resitasi sebagai salah satu dari beberapa metode di dalam mengajar tentu mempunyai kelebihan dan kekurangan. Di antara kelebihan metode resitasi adalah:
a.       Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individual maupun kelompok.
b.       Dapat mengembangkan kemandirian siswa di luar pengawasan guru.
c.       Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa.
d.       Dapat mengembangkan kreativitas siswa.
Menurut Slameto mengatakan, bahwa kelebihan metode resitasi ini adalah:
a.    Dapat mendorong inisiatif siswa.
b.    Memupuk tanggung jawab siswa.
c.    Dapat meningkatkan kadar belajar siswa.
Menurut Moh Uzer Usman dan Lilis Setiawati, bahwa kelebihan metode resitasi adalah:
a.    Membina rasa tanggung jawab yang dibebankan kepadanya karena pada akhirnya tugas tersebut harus dipertanggungjawabkan dengan cara laporan tertulis atau lisan, membuat ringkasan, dan menyerahkan hasil kerja.
b.    Menentukan sendiri informasi yang diperlukan atau memantapkan informasi yang diperolehnya.
c.    Menjalin kerja sama dan sikap menghargai hasil kerja orang lain.
Di samping kelebihan-kelebihan di atas, metode resitasi juga mempunyai beberapa kekurangan yang meliputi:
a.    Sukar mengontrol apakah hasil tugas ini benar-benar hasil usaha sendiri atau bukan.
b.    Bila pemberian tugas itu terlalu sering, apalagi kalau tugas itu sukar dapat mengganggu ketenangan siswa.
c.    Sukar memberi tugas yang sesuai dengan perbedaan tiap individu.
Untuk mengimbangi kelemahan dan kekurangan ada beberapa saran yang perlu diperhatikan dalam penggunaan metode resitasi, yaitu:
a.    Tugas yang diberikan harus jelas, sehingga anak mengerti benar apa yang harus dikerjakan.
b.    Waktu untuk mengerjakan tugas harus cukup, sehingga dapat dicapai hasil yang baik.
c.    Hendaknya diadakan kontrol, pengawasan, dan monitoring atau pemantauan yang sistematis, sehingga mendorong murid untuk mengerjakan tugasnya dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab.
d.    Bahan tugas yang diberikan hendaknya bersifat:
1)   Menarik perhatian murid-murid.
2)   Mendorong murid-murid untuk mencari, mendalami, dan menyampaikan.
3)   Setaraf dengan kemampuan murid, sehingga ada kesanggupan untuk menyelesaikan tugas tersebut.
4)   Di samping bersifat praktis juga alamiah.            

PUSTAKA:

Ad. Rooijakkers, 1989. Mengajar dengan Sukses, Jakarta: PT. Gramedia,

Tim Didaktik, 1989. Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Jakarta: CV. Rajawali,

Winarno Surakhmad, 1982Pengantar Interaksi Belajar Mengajar, Bandung: Tarsito

Adji Robinson, 1998. Azas-Azas Praktek Mengajar, Jakarta: CV. Bharata,

Achmadi, Ilmu Pendidikan Suatu Pengantar, Semarang: Saudara Salatiga, 1992


Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati, 1998. Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,

14 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2008

Abdul Aziz, 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Dasar, Jakarta: Dirjen Kelembagaan Agama Islam,

Slameto, 1991Proses Belajar Mengajar Dalam Sitem Kredit Semester, Jakarta: Bumi Aksara,

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, 2002 Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta,

Nana Sudjana, 2002Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo.


Roestiyah N.K, 1998. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta,

Zakiah Daradjat, 1995. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara,





= Baca Juga =



No comments

Theme images by mammamaart. Powered by Blogger.
Back to Top