BAB I META ANALISIS PENELITIAN BAHASA DAN SASTRA
A. Pengertian Meta Analisis Penelitian Bahasa Dan
Sastra
Meta analisis secara sederhana dapat diartikan sebagai analisis atas
analisis. Sebagai penelitian, meta analisis merupakan kajian atas sejumlah
hasil penelitian dalam masalah yang sejenis.
Meta analisis sebagai metode penelitian pertama kali diperkenalkan oleh
Karl Pearson pada tahun 1904 untuk kajian di bidang kesehatan/pengobatan. Dalam
perkembangannya meta analisis sebagai jenis dan metode penelitian dipergunakan
untuk mengkaji berbagai masalah/topik dan untuk berbagai keperluan. Dalam dunia
pendidikan, meta analisis mulai dilakukakan sekitar tahun 1970-an, yang
dilakukan oleh Gene Glass, Frank L. Schmidt, dan John E. Hunter.
Tujuan Meta Analisis: 1)
Untuk memperoleh estimasi effect size, yaitu kekuatan hubungan ataupun
besarnya perbedaan antar-variabel; 2) Melakukan inferensi dari data dalam
sampel ke populasi, baik dengan uji hipotesis (nilai p) maupun estimasi
(interval kepercayaan; 3) Melakukan
kontrol terhadap variabel yang potensial bersifat sebagai perancu (confounding)
agar tidak mengganggu kemaknaan statistik dari hubungan atau perbedaan.
Meta-analysis
lebih tidak
bersifat subjektif dibandingkan dengan metode tinjauan lain. Meta analysis tidak
fokus pada kesimpulan yang didapat pada berbagai studi, melainkan fokus pada
data, seperti melakukan operasi pada variabel- variabel, besarnya ukuran efek,
dan ukuran sampel. Untuk mensintesis literatur riset, meta-analysis statistikal
menggunakan hasil akhir dari studi-studi yang serupa seperti ukuran efek, atau
besarnya efek. Fokus pada ukuran efek dari penemuan empiris ini merupakan
keunggulan meta-analysis dibandingkan dengan metode tinjauan literatur
lain.
Meta-analysis
memungkinkan
adanya pengkombinasian hasil-hasil yang beragam dan memperhatikan ukuran sampel
relatif dan ukuran efek. Hasil dari tinjauan ini akurat mengingat jangkauan
analisis ini yang sangat luas dan analisis yang terpusat. Meta-analysis juga
menyediakan jawaban terhadap masalah yang diperdebatkan karena adanya konflik
dalam penemuan-penemuan beragam studi serupa.
Berdasarkan Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
Meta Analisis Penelitian Bahasa adalah
kajian atas sejumlah hasil penelitian Bahasa dalam masalah yang sejenis.
Misalnya analisis kesalahan gramatika dalam skripsi mahasiswa jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UNTIRTA tahun ajaran 2012/2013.
Meta Analisis Penelitian Sastra adalah
kajian atas sejumlah hasil penelitian Sastra dalam masalah yang sejenis.
Misalnya analisis terhadap hasil penelitian mahasiswa Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia UNTIRTA tahun 2013
tentang strukturalisme
genetik novel.
B.
Disliplin
Ilmu Yang Berkaitan Dengan Meta Analisis Penelitian Bahasa Dan Sastra
Meta Analisis penelitian bahasa dan sastra melibatkan
disiplin:
a. Metode, teori dan teknik penelitian
b. ilmu Bahasa dan Ilmu Sastra
1.
Metode, teori dan teknik
penelitian
a) Metode penelitian sastra
Metode berasal dari kata methodos, bahasa latin, sedang
methodos berasal dari akar kata meta (menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan
hodos (jalan, cara, arah). Metode dianggap sebagai cara, strategi untuk
memahami realitas.
1) Metode intuitif
Metode intuitif dianggap sebagai kemampuan dasar manusia
dalam upaya memahami unsur-unsur kebudayaan. Ciri khas metode intuitif adalah
kontemplasi, pemahaman terhadap gejala-gejala kultural dengan mempertimbangkan
keseimbangan
antara individu dengan alam semesta.
2) Metode hermeneutika
Secara etimologis hermeneutika berasal dari kata
hermeneuein, bahasa Yunani,
yang berarti menafsirkan atau menginterpretasikan. Pada dasarnya medium pesan
adalah bahasa jadi penafsiran disampaikan lewat bahasa. Karya sastra perlu di
tafsirkan sebab disatu pihak karya sastra terdiri atas bahasa dipihak lain di dalam bahasa sangat banyak
makna yang tersembunyi atau dengan sengaja disembunyikan.
3) Metode kualitatif
Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data
alamiah, data dalam hubungan dengan konteks keberadaanya. Dalam penelitian
karya sastra misalnya akan dilibatkan pengarang, lingkungan sosial dimana pengarang berada,
termasuk unsur-unsur kebudayaan pada umumnya.
4) Metode analisis isi
Isi dalam metode analisis isi terdiri atas 2 macam yaitu
isi laten dan komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen
dan naskah sedang isi komunikasi adalah pesan yang terkandung sebagai akaibat
komunikasi yang terjadi.
5) Metode formal
Formal berasal dari kata forma (latin), yang berarti
bentuk, wujud. Metode formal adalah analisis dengan mempertimbangkan
aspek-aspek formal, aspek bentuk yaitu unsur karya sastra.
6) Metode dialektika
Secara etimologis berasal dari kata dialectica (latin),
yang berarti cara membahas. Secara historis metode dialektika ada sejak zaman
plato tapi diperkenalkan secara formal oleh Hegel. Mekanisme kerja terdiri atas
thesis, antithesis dan sinthesis.
Secara teoritis setiap fakta sastra dapat dianggap
sebagai thesis kemudian diadakan negasi. Dengan adanya pengingkaran maka thesis
dan antithesis seolah-olah hilang atau berubah menjadi kualitas fakta yang
lebih tinggi yaitu sinthesis itu sendiri.
7) Metode deskriptif analisis
Secara etimologis deskripsi dan analisis berarti
menguraikan. Mula-mula data dideskripsikan, kemudian dianalisis bahkan juga
diperbandingkan.
b) Teori
Penelitian dalam Sastra
Teori berasal dari kata theoria
(bahasa Latin). Secara etimologis teori berarti kontemplasi terhadap kosmos dan
realitas. Pada tataran dunia keilmuan teori berarti perangkat pengertian,
konsep, proposisi yang mempunyai korelasi, dan telah teruji kebenarannya. Teori
berfungsi untuk mengubah dan membangun pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan.
Menurut Fokkeme dan Kunne-Ibsch (dalam Ratna, 2009: 2) penelitian terhadap
karya sastra pada umumnya memanfaatkan teori-teori yang sudah ada.
Dalam buku Teori, Metode dan Teknik
Penelitian sastra Nyoman Kutha Ratna mengatakan bahwa ada dua pendapat yang
sangat bertentangan mengenai teori. Pertama, teori dianggap sangat membosankan
sebab teori bersifat kering dan kaku, menampilkan pendapat para ahli yang
berbeda-beda. Sebaliknya, pendapat kedua mengatakan bahwa teori justru sangat
menarik sebab melalui teori yang dengan sendirinya melalui pemikiran ahli yang
berbeda-beda, dapat diketahui isi dunia ini secara lebih mudah. Teori merupakan
akumulasi pemahaman sepanjang abad sehingga konsep-konsep yang ditawarkan akan
sangat membantu dalam proses penelitian. Dalam penelitian sastra terdapat
beberapa teori yang menjadi pisau bedah permasalahan yang ada. Teori-teori
tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Teori Strukturalisme Murni
Menurut Foley (dalam Siswantoro, 2010: 13) Strukturalisme
adalah bahwa hakikat benda tidaklah terletak pada benda itu sendiri, tetapi
terletak pada hubungan-hubungan di dalam benda itu. Tidak ada unsur yang
mempunyai makna pada dirinya secara otonom, kecuali terkait dengan makna semua
unsur di dalam sistem struktur yang bersangkutan.
Karya sastra yang dibangun atas dasar bahasa, memiliki ciri bentuk dan isi atau makna yang otonom. Artinya, pemahaman karya sastra dapat diteliti dari teks sastra itu sendiri. Hanya saja, pemahaman harus mampu mengaitkan kebertautan antar unsur pembangun karya sastra. Kebertautan ini akan membentuk sebuah makna utuh. Berarti prinsip menyeluruh sangat dipegang oleh kaum strukturalis.
Ide dasar srukturalis adalah menolak kaum mimetic (yang menganggap karya sastra sebagai tiruan kenyataan), teori ekspresif (yang menganggap karya sastra sebagai ungkapan watak dan perasaan pengarang), dan menentang asumsi bahwa karya sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dengan pembaca. Pendek kata strukturalisme menekankan pada otonomi penelitian sastra.
Karya sastra yang dibangun atas dasar bahasa, memiliki ciri bentuk dan isi atau makna yang otonom. Artinya, pemahaman karya sastra dapat diteliti dari teks sastra itu sendiri. Hanya saja, pemahaman harus mampu mengaitkan kebertautan antar unsur pembangun karya sastra. Kebertautan ini akan membentuk sebuah makna utuh. Berarti prinsip menyeluruh sangat dipegang oleh kaum strukturalis.
Ide dasar srukturalis adalah menolak kaum mimetic (yang menganggap karya sastra sebagai tiruan kenyataan), teori ekspresif (yang menganggap karya sastra sebagai ungkapan watak dan perasaan pengarang), dan menentang asumsi bahwa karya sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dengan pembaca. Pendek kata strukturalisme menekankan pada otonomi penelitian sastra.
2) Teori Strukturalisme Genetik
Strukturalisme genetik adalah cabang penelitian sastra
struktural yang tak murni. Semula, peletak dasar strukturalisme genetik adalah
Taine. Pandanganya lalu dikembangkan melalui studi sastra secara sosiologis.
Bagi dia, karya sastra tidak sekedar fakta imajinatif dan pribadi, melainkan
dapat merupakan cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu
saat karya dilahirkan. Penelitian strukturalisme genetik memandang karya sastra
dari dua sudut yaitu intrinsik
dan ekstrinsik. Studi diawal dari kajian unsur intrinsik sebagai data dasarnya.
Selanjutnya penelitian akan menghubungkan berbagai unsur dengan realitas
masyarakat. Karya dipandang sebagai sebuah refleksi zaman, yang dapat
mengungkapkan aspek sosial, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya.
Peristiwa-peristiwa penting dari zamannya akan dihubungkan langsung dengan unsur-unsur
intrinsik karya sastra.
3) Teori Strukturalisme Dinamik
Strukturalisme dinamik mengakui kesadaran subjektif dari
pengarang, mengakui peran sejarah serta lingkungan sosial meskibagaimanapun
sentral penelitian tetap pada karya
itu sendiri. Strukturalisme dinamik mengenalkan penelitian sastra dalam
kaitannya dengan sistem tanda. Caranya, adalah mengabungkan kajian otonom karya
sastra dan semiotik. Kajian otonom, dilakukan secara intrinsik dan kajian semiotic akan merepresentasikan teks
sastra sebagai ekspresi gagasan, pemikiran dan cita-cita pengarang. Gagasan tersebut
dimanifestasikan dalam tanda-tanda khusus. Kepaduan antara struktur otonom dan
tanda ini, merupakan wujud bahwa karya sastra bersifat dinamik.
4) Teori Strukturalisme Semiotik
Semiotik berasal dari kata Yunani semion yang berarti
tanda. Semiotik adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan
tanda-tanda. Karya sastra akan dibahas sebagai tanda-tanda. Tanda-tanda
tersebut telah ditata oleh pengarang sehingga ada sistem, konvensi serta
aturan-aturan tertentu yang perlu dimengerti oleh peneliti. Tanpa memperhatikan
tanda-tanda maka pemaknaan karya sastra tidaklah lengkap. Makna karya sastra
tidak akan tercapai secara optimal jika tidak dikaitkan dengan wacana tanda.
5) Teori Resepsi Sastra
Secara definitive resepsi sastra, berasal dari kata
recipere (latin), reception (Inggris), yang diartikan sebagai penerimaan atau
penyambutan
pembaca. Dalam arti luas resepsi diartikan sebagai pengolahan teks, cara-cara
pemberian makna terhadap karya, sehingga bisa memberikan respons terhadapnya.
Dalam penelitian resepsi dibedakan menjadi dua bentuk, a) resepsi secara
sinkronis, dan b) resepsi secara diakronis
6) Teori Feminis
Sebagai gerakan modern, feminism lahir awal abad ke 20
yang di pelopori oleh Virginia Woolf. Feminis berasal dari kata femme (woman),
berarti perempuan (tunggal) yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum
perempuan (jamak), sebagai kelas sosial.
7) Teori Stilistika
Secara etimologis stylistics berhubungan dengan kata
style, artinya gaya, sedangkan stylistics dapat diterjemahkan sebagai ilmu
tentang gaya. Penelitian stilistika berdasarkan asumsi bahwa bahasa sastra
mempunyai tugas mulia. Bahasa memiliki pesan keindahan sekaligus membawa makna.
8) Teori Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang
bersifat reflektif. Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran
sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi pemicu lahirnya karya sastra. Hal
penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror). Dalam kaitan ini,
sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat.
9) Teori Psikologi Sastra
Teori psikologi yang paling dominan dalam analisis karya
sastra adalah teori Freud (dalam Ratna, 2009 : 344) yang membedakan kepribadian
menjadi 3 macam yaitu id, ego dan super ego. Freud (dalam Ratna, 2009 : 346)
juga menghubung karya sastra dengan mimpi. Sastra dan mimpi dianggap memberikan
kepuasan secara tak langsung.
Psikologi sastra, adalah model penelitian interdisiplin dengan menetapkan karya sastra sebagai memiliki posisi yang lebih dominan. Psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relefansi dan peran studi psikologi.
Psikologi sastra, adalah model penelitian interdisiplin dengan menetapkan karya sastra sebagai memiliki posisi yang lebih dominan. Psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relefansi dan peran studi psikologi.
10) Teori Antropologi Sastra
Secara definitif antropologi sastra adalah studi mengenai
karya sastra dengan relevansi manusia. Antropologi sastra memusatkan perhatian
pada kompleks ide dan merupakan pendekatan interdisiplin yang paling baru dalam
ilmu sastra.
c) Teknik Penelitian Sastra
Sumber data dalam penelitian sastra
berasal dari data lapangan dan data kepustakaan. Penelitian lapangan dilakukan
dalam kaitannya dengan objek penelitian yang
memanfaatkan kejadian langsung seperti penerbit, pembacaan, penggunaan,
pementasan dan sebagainya. Penelitian terhadap sastra lisan membutuhkan
penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dalam kaitannya dengan
novel, teks drama, cerita pendek dan puisi.
Cara operasional mengumpulkan data
disebut data reduction atau data selection. Tindakan mereduksi data adalah
memfokuskan diri pada data yang dibutuhkan sesuai dengan kriteria atau
parameter yang telah ditentukan. Ada lima cara yang dilakukan untuk mereduksi
data yaitu:
1. Menyiapkan
lembar pengumpulan data
2. Menyeleksi
data
3. Memberi
deskripsi
4. Menarik
kesimpulan
5.
Pengabsahan
Analisis meliputi penyajian data dan
pembahasan dilakukan secara kualitatif konseptual. Analisis data harus selalu
dihubungkan dengan konteks dan konstruk analisis. Konteks yang berhubungan
dengan struktur karya sastra sedang konstruk berupa bangunan konsep analisis.
Konstruk tersebut menjadi bingkai analisis.
2.
Ilmu Bahasa dan Ilmu Sastra
a) Ilmu Bahasa
Ilmu bahasa (Linguistik.) adalah ilmu yang objeknya bahasa. Bahasa di sini maksudnya adalah bahasa
yang digunakan sehari-hari (atau fenomena lingual). Karena bahasa dijadikan
objek keilmuan maka ia mengalami pengkhususan, hanya yang dianggap relevan saja
yang diperhatikan (diabstraksi). Jadi yang diteliti dalam linguistik atau ilmu
bahasa adalah bahasa sehari-hari yang sudah diabstraksi, dengan demikian
anggukan, dehem, dan semacamnya bukan termasuk objek yang diteliti dalam
linguistik.
Linguistik modern berasal dari Ferdinand de Saussure, yang membedakan langue,
langage, dan parole (Verhaar, 1999:3). Langue adalah salah
satu bahasa sebagai suatu sistem, seperti bahasa Indonesia, bahasa Inggris. Langage
berarti bahasa sebagai sifat khas manusia, sedangkan parole adalah
bahasa sebagaimana dipakai secara konkret (dalam bahasa Indonesia ketiga
istilah tadi disebut bahasa saja dan mengacu pada konsep yang sama). Sejalan
dengan hal di atas, Robins (1992:55) mengatakan bahwa langue merupakan
struktur leksikal, gramatikal, dan fonologis sebuah bahasa, dan struktur ini
sudah tertanam dalam pikiran penutur asli pada masa kanak-kanak sebagai hasil
kolektif masyarakat bahasa yang dibayangkan sebagai suatu kesatuan
supraindividual. Dalam menggunakan bahasanya, penutur bisa berbicara di dalam
lingkup langue ini; apa yang sebenarnya diucapkannya adalah parole,
dan satu-satunya kendali yang dapat dia atur adalah kapan dia harus berbicara
dan apa yang harus ia bicarakan. Kaidah leksikal, gramatikal, dan fonologis
telah dikuasai dan dipakai, dan kaidah tersebut menentukan ruang lingkup
pilihan yang dapat dibuat oleh penutur. Pembedaan ini seperti apa yang dibuat
Chomsky, yaitu antara competence (apa yang secara intuisi diketahui
penutur tentang bahasanya) dan performance (apa yang dilakukan penutur
ketika dia menggunakan bahasanya).
Ilmu linguistik sendiri sering disebut linguistik umum, artinya ilmu
linguistik tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja tetapi juga
menyangkut bahasa pada umumnya. Dengan memakai istilah de Saussure, dapat
dirumuskan bahwa ilmu linguistik tidak hanya meneliti salah satu langue
saja, tetapi juga langage, yaitu bahasa pada umumnya. Sedangkan
linguistik teoretis memuat teori linguistik, yang mencakup sejumlah subbidang,
seperti ilmu tentang struktur bahasa (grammar atau tata bahasa) dan
makna (semantik). Ilmu tentang tata bahasa meliputi morfologi (pembentukan dan
perubahan kata) dan sintaksis (aturan yang menentukan bagaimana kata-kata
digabungkan ke dalam frasa atau kalimat). Selain itu dalam bagian ini juga ada
fonologi atau ilmu tentang sistem bunyi dan satuan bunyi yang abstrak, dan
fonetik, yang berhubungan dengan properti aktual seperti bunyi bahasa atau speech
sound (phone) dan bunyi non-speech sound, dan bagaimana
bunyi-bunyi tersebut dihasilkan dan didengar
(http://en.wikipedia.org/wiki/Linguistics).
Menurut Verhaar (1999:9), setiap ilmu pengetahuan biasanya terbagi atas
beberapa bidang bawahan, misalnya ada linguistik antropologis atau cara
penyelidikan linguistik yang dimanfaatkan ahli antropologi budaya, ada
sosiolinguistik untuk meneliti bagaimana dalam bahasa itu dicerminkan hal-hal
sosial dalam golongan penutur tertentu. Tetapi bidang-bidang bawahan tersebut
mengandaikan adanya pengetahuan linguistik yang mendasari. Bidang yang
mendasari itu adalah bidang yang menyangkut struktur dasar tertentu, yaitu
struktur bunyi bahasa yang bidangnya disebut fonetik dan fonologi; struktur
kata atau morfologi; struktur antarkata dalam kalimat atau sintaksis; masalah
arti atau makna yang bidangnya disebut semantik; hal-hal yang menyangkut siasat
komunikasi antarorang dalam parole atau pemakaian bahasa, dan menyangkut
juga hubungan tuturan bahasa dengan apa yang dibicarakan, atau disebut
pragmatik.
2) Ilmu Sastra
Ilmu sastra
adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan seni
sastra secara ilmiah, logis, sistematis dan berdasarkan metode-metode
tertentu. Ilmiah berarti berdasarkan dari pengamatan atau pengalaman. Logis
berarti sesuai dengan logika, benar menurut penalaran, atau masuk akal.
Sedangkan sistematis maksudnya memiliki bentuk susunan yang jelas, serta
sesuai dengan pola urutan baik dalam pembahasan maupun dalam penulisan.
Ilmu sastra
terbagi atas empat cabang yaitu:
1. Teori
sastra
Yaitu cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang
asas-asas, hukum-hukum, prinsip-prinsip dasar sastra seperti sifat sastra,
struktur dan jenis sastra, sistem sastra, dll.
2. Sejarah
sastra
Yaitu cabang ilmu sastra yang menyelidiki sastra sejak
terjadi timbulnya sampai perkembangannya yang terakhir. Perkembangan sejarah
sastra terbagi menjadi dua yaitu:
a.
Sastra lama/melayu klasik
b.
Sastra lama memiliki beberapa perkembangan
yaitu:
·
Zaman purba dengan adanya bukti berupa
prasasti-prasasti.
·
Zaman Hindu-Buddha menghasilkan sebuah karya sastra
berupa khayalan dan dongeng.
·
Zaman Islam terbukti dengan adanya karya sastra berupa
hikayat yang menceritakan tentang kehidupan wali songo dan para ulama pada
zaman itu.
·
Zaman peralihan/realitas yang menceritakan sesuatu
yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.
c. Sastra baru/modern
Perkembangan sastra modern memiliki beberapa tingkat
sebagai berikut:
·
Angkatan 20 misalnya tradisi pada zaman Siti Nurbaya.
·
Angkatan 33 dengan adanya karya-karya seputar kemerdekaan
Indonesia.
·
Angkatan 45 dengan terbitnya karya sastra yang di
populerkan dengan Chairil Anwar.
·
Angkatan 66 adanya balai pustaka, PKI.
·
Angkatan 70 dan 80 tentang EYD.
·
Referensi hingga sekarang.
3. Kritik
sastra
Yaitu ilmu sastra yang mempelajari karya sastra dengan
memberikan pertimbangan dan penilaian atas baik dan buruknya, kekuatan dan
kelemahan karya sastra. Dekat dengan kritik sastra adalah studi sastra, yaitu cabang ilmu sastra
yang mempelajari dan menelaah karya sastra.
4.
Filologi
Yaitu cabang ilmu sastra yang meneliti segi kebudayaan
untuk mengenal tata nilai, sikap hidup, alam pikiran, dan sebagainya dari suatu
masyarakat atau bangsa yang memiliki karya.
BAB II LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN ILMIAH DAN DATA YANG DPEROLEH MELALUI PENELITIAN
ILMIAH
A.
Langkah-Langkah
Penelitian Ilmiah
Proses
pelaksanaan penelitian ilmiah terdiri dari langkah-langkah yang juga menerapkan
prinsip metode ilmiah. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan selama
melakukan penelitian ilmiah adalah sebagai berikut:
1)
Mengidentifikasi dan merumuskan masalah
Sebagaimana
halnya dalam metode ilmiah, pada penelitian ilmiah juga harus berangkat dari
adanya permasalahan yang ingin pecahkan. Sebelum melaksanakan penelitian ilmiah
perlu dilakukan identifikasi masalah. Proses identifikasi masalah penting
dilakukan agar rumusan masalah menjadi tajam dan sebagai bentuk data awal bahwa
dalam penelitian ilmiah tersebut memang dibutuhkan pemecahan masalah melalui
penelitian. Identifikasi masalah dirumuskan bersesuaian sebagaimana latar
belakang masalah, berdasarkan fakta dan data yang ada di lapangan. Identifikasi
masalah pada umumnya dirumuskan dalam bentuk kalimat deklaratif, sementara
rumusan masalah ditulis dalam bentuk kalimat tanya (berbentuk pertanyaan).
2)
Melakukan studi pendahuluan
Di dalam
penelitian ilmiah, perlu dilakukan sebuah studi pendahuluan. Peneliti dapat
melakukannya dengan menelusuri dan memahami kajian pustaka untuk bahan penyusun
landasan teori yang dibutuhkan untuk menyusun hipotesis maupun pembahasan hasil
penelitian nantinya. Sebuah penelitian dikatakan bagus apabila didasarkan pada
landasan teori yang kukuh dan relevan. Banyak teori yang bersesuaian dengan
penelitian, namun ternyata kurang relevan. Oleh karenanya, perlu dilakukan usaha
memilah-milah teori yang sesuai. Selain itu studi pendahuluan yang dilakukan
peneliti melalui pengkajian kepustakaan akan dapat membuat penelitian lebih
fokus pada masalah yang diteliti sehingga dapat memudahkan penentuan data apa
yang nantinya akan dibutuhkan.
3)
Merumuskan hipotesis
Hipotesis
perlu dirumuskan dalam sebuah penelitian ilmiah, lebih-lebih penelitian
kuantitatif. Dengan menyatakan hipotesis, maka penelitian ilmiah yang dilakukan
peneliti akan lebih fokus terhadap masalah yang diangkat. Selain itu dengan
rumusan hipotesis, seorang peneliti tidak perlu lagi direpotkan dengan
data-data yang seharusnya tidak dibutuhkannya, karena data yang diambilnya
melalui instrumen penelitian hanyalah data-data yang berkaitan langsung dengan
hipotesis. Data-data ini sajalah yang nantinya akan dianalisis. Hipotesis erat
kaitannya dengan anggapan dasar. Anggapan dasar merupakan kesimpulan yang
kebenarannya mutlak sehingga ketika seseorang membaca suatu anggapan dasar,
tidak lagi meragukan kebenarannya.
4)
Mengidentifikasi variabel dan definisi
operasional variabel
Sebuah
variabel dalam penelitian ilmiah adalah fenomena yang akan atau tidak akan
terjadi sebagai akibat adanya fenomena lain. Variabel penelitian sangat perlu
ditentukan agar masalah yang diangkat dalam sebuah penelitian ilmiah menjadi
jelas dan terukur. Dalam tahap selanjutnya, setelah variabel penelitian
ditentukan, maka peneliti perlu membuat definisi operasional variabel itu
sesuai dengan maksud atau tujuan penelitian. Definisi operasional variabel adalah
definisi khusus yang dirumuskan sendiri oleh peneliti. Definisi operasional
tidak sama dengan definisi konseptual yang didasarkan pada teori tertentu.
5)
Menentukan rancangan dan desain penelitian
Rancangan
penelitian sering pula disebut sebagai desain penelitian. Rancangan
penelitian merupakan prosedur atau langkah-langkah aplikatif penelitian yang
berguna sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian ilmiah bagi si peneliti
yang bersangkutan. Rancangan penelitian harus ditetapkan secara terbuka
sehingga orang lain dapat mengulang prosedur yang dilakukan untuk membuktikan
kebenaran penelitian ilmiah yang telah dilakukan peneliti.
6)
Menentukan dan mengembangkan instrumen
penelitian
Apakah yang
dimaksud dengan instrumen penelitian? Instrumen penelitian merupakan alat yang
digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang dibutuhkannya. Beragam
alat dan teknik pengumpulan data yang dapat dipilih sesuai dengan tujuan dan
jenis penelitian ilmiah yang dilakukan. Setiap bentuk dan jenis instrumen
penelitian memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Karena itu
sebelum menentukan dan mengembangkan instrumen penelitian, perlu dilakukan
pertimbangan-pertimbangan tertentu. Salah satu kriteria pertimbangan yang dapat
dipakai untuk menentukan instrumen penelitian adalah kesesuaiannya dengan
masalah penelitian yang ingin dipecahkan. Tidak semua alat atau instrumen
pengumpul data cocok digunakan untuk penelitian-penelitian tertentu.
7)
Menentukan subjek penelitian
Orang yang
terlibat dalam penelitian ilmiah dan berperan sebagai sumber data disebut
subjek penelitian. Seringkali subjek penelitian berkaitan dengan populasi dan
sampel penelitian. Apabila penelitian ilmiah yang dilakukan menggunakan sampel
penelitian dalam sebuah populasi penelitian, maka peneliti harus berhati-hati
dalam menentukannya. Hal ini dikarenakan, penelitian yang menggunakan sampel
sebagai subjek penelitian akan menyimpulkan hasil penelitian yang berlaku umum
terhadap seluruh populasi, walaupun data yang diambil hanya merupakan sampel
yang jumlah jauh lebih kecil dari populasi penelitian. Pengambilan sampel
penelitian yang salah akan mengarahkan peneliti kepada kesimpulan yang salah
pula.Sampel yang dipilih harus merepsentasikan populasi penelitian.
8)
Melaksanakan penelitian
Pelaksanaan
penelitian adalah proses pengumpulan data sesuai dengan desain atau rancangan
penelitian yang telah dibuat. Pelaksanaan penelitian harus dilakukan secara
cermat dan hati-hati karena kan berhubungan dengan data yang dikumpulkan,
keabsahan dan kebenaran data penelitian tentu saja akan menentukan kualitas
penelitian yang dilakukan.Seringkali peneliti saat berada di lapangan dalam
melaksanakan penelitiannya terkecoh oleh beragam data yang sekilas semuanya
tampak penting dan berharga. Peneliti harus fokus pada pemecahan masalah yang telah
dirumuskannya dengan mengacu pengambilan data berdasarkan instrumen penelitian
yang telah dibuatnya secara ketat. Berdasarkan cara pengambilan data terhadap
subjek penelitian, data dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu data langsung
dan data tidak langsung. Data langsung adalah data yang diperoleh secara
langsung oleh peneliti dari sumber data (subjek penelitian), sementara data
tidak langsung adalah data yang diperoleh peneliti tanpa berhubungan secara
langsung dengan subjek penelitian yaitu melalui penggunaan media tertentu
misalnya wawancara menggunakan telepon, dan sebagainya.
9)
Melakukan analisis data
Beragam data
yang terkumpul saat peneliti melaksanakan penelitian ilmiahnya tidak akan
mempunyai kana apapun sebelum dilakukan analisis. Ada beragam alat yang dapat
digunakan untuk melakukan analisis data, bergantung pada jenis data itu
sendiri. Bila penelitian ilmiah yang dilakukan bersifat kuantitatif, maka jenis
data akan bersifat kuantitatif juga. Bila penelitian bersifat kualitatif, maka
data yang diperoleh akan bersifat kualitatif dan selanjutnya perlu diolah
menjadi data kuantitatif. Untuk itu perlu digunakan statistik dalam pengolahan
dan analisis data.
10) Merumuskan
hasil penelitian dan pembahasan
Pada
hakekatnya merumuskan hasil penelitian dan melakukan pembahasan adalah kegiatan
menjawab pertanyaan atau rumusan masalah penelitian, sesuai dengan hasil
analisis data yang telah dilakukan. Pada saat melakukan pembahasan, berarti
peneliti melakukan interpretasi dan diskusi hasil penelitian.Hasil penelitian
dan pemabahasannya merupakan inti dari sebuah penelitian ilmiah.Pada penelitian
ilmiah dengan pengajuan hipotesis, maka pada langkah inilah hipotesis itu
dinyatakan diterima atau ditolak dan dibahas mengapa diterima atau ditolak.
Bila hasil penelitian mendukung atau menolak suatu prinsip atau teori, maka
dibahas pula mengapa demikian. Pembahasan penelitian harus dikembalikan kepada
teori yang menjadi sandaran penelitian ilmiah yang telah dilakukan.
11) Menyusun
laporan penelitian dan melakukan desiminasi.
Seorang
peneliti yang telah melakukan penelitian ilmiah wajib menyusun laporan hasil
penelitiannya. Penyusunan laporan dan desiminasi hasil penelitian merupakan
langkah terakhir dalam pelaksanaan penelitian ilmiah. Format laporan ilmiah
seringkali telah dibakukan berdasarkan institusi atau pemberi sponsor di mana
penelitia itu melakukannya. Desiminasi dapat dilakukan dalam bentuk seminar
atau menuliskannya dalam jurnal-jurnal penelitian. Ini penting dilakukan agar
hasil penelitian diketahui oleh masyarakat luas (masyarakat ilmiah) dan dapat
dipergunakan bila diperlukan.
B.
Data yang dperoleh melalui Penelitian Ilmiah
Berdasarkan
bentuk dan sifatnya, data penelitian dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu data
kualitatif (yang berbentuk kata-kata/kalimat) dan data kuantitatif (yang
berbentuk angka). Data kuantitatif dapat dikelompokkan berdasarkan cara
mendapatkannya yaitu data diskrit dan data kontinum. Berdasarkan sifatnya, data
kuantitatif terdiri atas data nominal, data ordinal, data interval dan data rasio.
1) Data Kualitatif
Data
kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata, bukan dalam bentuk angka. Data
kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan data misalnya
wawancara, analisis dokumen, diskusi terfokus, atau observasi yang telah
dituangkan dalam catatan lapangan (transkrip). Bentuk lain data kualitatif
adalah gambar yang diperoleh melalui pemotretan atau rekaman video.
2) Data Kuantitatif
Data
kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan. Sesuai dengan
bentuknya, data kuantitatif dapat diolah atau dianalisis menggunakan teknik
perhitungan matematika atau statistika. Berdasarkan proses atau cara untuk
mendapatkannya, data kuantitatif dapat dikelompokkan dalam dua bentuk yaitu
sebagai berikut:
a) Data diskrit
adalah data dalam bentuk angka (bilangan) yang diperoleh dengan cara membilang.
Contoh data diskrit misalnya:
1)
Jumlah Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan XXX sebanyak 20.
2)
Jumlah siswa laki-laki di SD YYY sebanyak 67 orang.
3)
Jumlah penduduk di Kabupaten ZZZ sebanyak 246.867 orang.
Karena
diperoleh dengan cara membilang, data diskrit akan berbentuk bilangan bulat
(bukan bilangan pecahan).
b) Data kontinum adalah data dalam bentuk
angka/bilangan yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran. Data kontinum dapat
berbentuk bilangan bulat atau pecahan tergantung jenis skala pengukuran yang
digunakan. Contoh data kontinum misalnya:
1)
Tinggi badan Budi adalah 150,5 centimeter.
2)
IQ Budi adalah 120.
3)
Suhu udara di ruang kelas 24o Celcius.
Berdasarkan
tipe skala pengukuran yang digunakan, data kuantitatif dapat dikelompokan dalam
empat jenis (tingkatan) yang memiliki sifat berbeda yaitu:
1)
Data nominal atau sering disebut juga data
kategori yaitu data yang diperoleh melalui pengelompokkan obyek berdasarkan
kategori tertentu. Perbedaan kategori obyek hanya menunjukan perbedaan
kualitatif. Walaupun data nominal dapat dinyatakan dalam bentuk angka, namun
angka tersebut tidak memiliki urutan atau makna matematis sehingga tidak dapat dibandingkan.
Logika perbandingan “>” dan “<” tidak dapat digunakan untuk menganalisis
data nominal. Operasi matematika seperti penjumlahan (+), pengurangan (-),
perkalian (x), atau pembagian (:) juga tidak dapat diterapkan dalam analisis
data nominal. Contoh data nominal antara lain:
Jenis kelamin
yang terdiri dari dua kategori yaitu:
(1)
Laki-laki
(2)
Perempuan
Angka (1) untuk laki-laki dan angka (2) untuk
perempuan hanya merupakan simbol yang digunakan untuk membedakan dua kategori
jenis kelamin. Angka-angka tersebut tidak memiliki makna kuantitatif, artinya
angka (2) pada data di atas tidak berarti lebih besar dari angka (1), karena
laki-laki tidak memiliki makna lebih besar dari perempuan. Terhadap kedua data
(angka) tersebut tidak dapat dilakukan operasi matematika (+, -, x, : ).
Misalnya (1) = laki-laki, (2) = perempuan, maka (1) + (2) ≠ (3), karena tidak ada kategori (3) yang merupakan hasil penjumlahan (1) dan
(2).
Status pernikahan yang terdiri dari tiga
kategori yaitu: (1) Belum menikah, (2) Menikah, (3) Janda/ Duda. Data tersebut
memiliki sifat-sifat yang sama dengan data tentang jenis kelamin.
2)
Data ordinal adalah data yang berasal dari
suatu objek atau kategori yang telah disusun secara berjenjang menurut
besarnya. Setiap data ordinal memiliki tingkatan tertentu yang dapat diurutkan
mulai dari yang terendah sampai tertinggi atau sebaliknya. Namun demikian,
jarak atau rentang antar jenjang yang tidak harus sama. Dibandingkan dengan
data nominal, data ordinal memiliki sifat berbeda dalam hal urutan. Terhadap
data ordinal berlaku perbandingan dengan menggunakan fungsi pembeda yaitu
“>” dan “<”. Walaupun data ordinal dapat disusun dalam suatu urutan,
namun belum dapat dilakukan operasi matematika ( +, – , x , : ). Contoh jenis
data ordinal antara lain:
Tingkat pendidikan yang disusun dalam urutan
sebagai berikut:
(1)
Taman Kanak-kanak (TK)
(2)
Sekolah Dasar (SD)
(3)
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
(4)
Sekolah Menengah Atas (SMA)
(5)
Diploma
(6)
Sarjana
Analisis terhadap urutan data di atas
menunjukkan bahwa SD memiliki tingkatan lebih tinggi dibandingkan dengan TK dan
lebih rendah dibandingkan dengan SMP. Namun demikian, data tersebut tidak dapat
dijumlahkan, misalnya SD (2) + SMP (3) ≠ (5) Diploma. Dalam hal ini,
operasi matematika ( + , – , x, : ) tidak berlaku untuk data ordinal.
Peringkat (ranking) siswa dalam satu kelas
yang menunjukkan urutan prestasi belajar tertinggi sampai terendah. Siswa pada
peringkat (1) memiliki prestasi belajar lebih tinggi dari pada siswa peringkat
(2).
3)
Data Interval adalah data hasil pengukuran
yang dapat diurutkan atas dasar kriteria tertentu serta menunjukan semua sifat
yang dimiliki oleh data ordinal. Kelebihan sifat data interval dibandingkan
dengan data ordinal adalah memiliki sifat kesamaan jarak (equality interval)
atau memiliki rentang yang sama antara data yang telah diurutkan. Karena
kesamaan jarak tersebut, terhadap data interval dapat dilakukan operasi
matematika penjumlahan dan pengurangan ( +, – ). Namun demikian masih terdapat
satu sifat yang belum dimiliki yaitu tidak adanya angka Nol mutlak pada data
interval.
a)
Hasil pengukuran suhu (temperatur) menggunakan termometer yang dinyatakan
dalam ukuran derajat. Rentang temperatur antara 00 Celcius sampai 10
Celcius memiliki jarak yang sama dengan 10 Celcius sampai 20 Celcius.
Oleh karena itu berlaku operasi matematik ( +, – ), misalnya 150 Celcius + 150
Celcius = 300 Celcius. Namun demikian tidak dapat dinyatakan bahwa benda yang
bersuhu 150 Celcius memiliki ukuran panas separuhnya dari benda yang bersuhu
300 Celcius. Demikian juga, tidak dapat dikatakan bahwa benda dengan suhu 00
Celcius tidak memiliki suhu sama sekali. Angka 00 Celcius memiliki sifat
relatif (tidak mutlak). Artinya, jika diukur dengan menggunakan Termometer
Fahrenheit diperoleh 00 Celcius = 320 Fahrenheit.
b)
Kecerdasaran intelektual yang dinyatakan dalam IQ. Rentang IQ 100
sampai 110 memiliki jarak yang sama dengan 110 sampai 120. Namun
demikian tidak dapat dinyatakan orang yang memiliki IQ 150 tingkat
kecerdasannya 1,5 kali dari urang yang memiliki IQ 100.
c)
Didasari oleh asumsi yang kuat, skor tes prestasi belajar (misalnya IPK mahasiswa
dan hasil ujian siswa) dapat dikatakan sebagai data interval.
d)
Dalam banyak kegiatan penelitian, data skor yang diperoleh melalui
kuesioner (misalnya skala sikap atau intensitas perilaku) sering dinyatakan
sebagai data interval setelah alternatif jawabannya diberi skor yang ekuivalen
(setara) dengan skala interval, misalnya:
Skor (5)
untuk jawaban “Sangat Setuju”
Skor (4)
untuk jawaban “Setuju”
Skor (3)
untuk jawaban “Tidak Punya Pendapat”
Skor (2)
untuk jawaban “Tidak Setuju”
Skor (1)
untuk jawaban “Sangat Tidak Setuju”
Dalam
pengolahannya, skor jawaban kuesioner diasumsikan memiliki sifat-sifat yang
sama dengan data interval.
4)
Data rasio adalah data yang menghimpun semua
sifat yang dimiliki oleh data nominal, data ordinal, serta data interval. Data
rasio adalah data yang berbentuk angka dalam arti yang sesungguhnya karena
dilengkapi dengan titik Nol absolut (mutlak) sehingga dapat diterapkannya semua
bentuk operasi matematik ( + , – , x, : ). Sifat-sifat yang membedakan antara
data rasio dengan jenis data lainnya (nominal, ordinal, dan interval) dapat
dilihat dengan memperhatikan contoh berikut:
Pemahaman
peneliti terhadap jenis-jenis data penelitian tersebut di atas bermanfaat untuk
menentukan teknik analisis data yang akan digunakan. Terdapat sejumlah teknik
analisis data yang harus dipilih oleh peneliti berdasarkan jenis datanya.
Teknik analisis data kualitatif akan berbeda dengan teknik analisis data
kuantitatif. Karena memiliki sifat yang berbeda, maka teknik analisis data
nominal akan berbeda dengan teknik analisis data ordinal, data interval, dan
data rasio.
BAB III CONTOH META ANALISIS PENELITIAN BAHASA
A.
Bidang Kajian yang Dipilih
Adapun contoh Meta
Analisis Penelitian Bahasa yang dipilih penulis adalah mengenai analisis kesalahan
gramatika dalam skripsi atau tesis.yang ditulis mahasiswa.
B.
Contoh Analisis
Kalimat dapat
dikatakan efektif jika
memiliki ciri keutuhan, kepaduan dan keringkasan.
a) Keutuhan
Kalimat dapat
dikatakan efektif jika
memiliki ciri keutuhan atau
sering juga disebut ciri
kesatuan. Betatapapun bentuk
sebuah kalimat, baik
kalimat inti maupun kalimat
luas agar tetap
berkedudukan sebagai kalimat
efektif, haruslah
mengungkapkan sebuah ide
pokok atau satu
kesatuan pikiran. Dalam
suatu kalimat, kesatuan terlihat jika kalimat tersebut meniliki satu
gagasan pokok yang jelas. Kalimat yang
utuh adalah kalimat
yang lengkap, terdiri
atas subjek dan predikat.
Jika dimungkinkan, sebuah
kalimat bisa juga dilengkapi
dengan objek dan keterangan.
Jika salah satu
unsur utama kalimat
yakni subjek atau
predikat tidak ada, maka
kalimat dinyatakan tidak
utuh atau sering
disebut kalimat
pragmentaris. Pada penelitian ini
peneliti akan mengungkap keutuhan kalimat
pada beberapa skripsi atau tesis..
b) Kepaduan
Kepaduan kalimat berhubungan dengan
struktur atau interelasi
antarunsur dalam kalimat. Dalam
sebuah kalimat hubungan
antarkata harus jelas
dan logis. Kalimat dapat
menjadi tidak padu
antara lain karena
kesalahan penggunaan preposisi, kesalahan
penempatan aspek dan
kata kerja bantu,
serta ketidakparalelan
bentuk dan kelas
kata. Pada
penelitian ini peneliti akan mencoba mengungkap kepaduan kalimat pada beberapa skripsi atau tesis
c) Keringkasan
Keringkasan sering
juga disebut kehematan.
Kehematan adalah adanya hubungan jumlah
kata yang digunakan
dengan luasnya jangkauan
makna yang diacu. Sebuah
kata dikatakan hemat
atau ringkas bukan
karena jumlah katanya sedikit, sebaliknya
dikatakan tidak hemat
karena jumlah katanya
terlalu banyak (Putrayasa, 2009:55).
Dengan kata lain,
tidak perlu menggunakan
belasan kata, kalau maksud yang
dituju dapat dicapai dengan beberapa kata. Peneliti mencoba menemukan beberapa
kalimat yang tidak
memiliki sifat keringkasan dalam penulisannya.
C.
Contoh Teori (Tinjauan Kepustakaan) yang Digunakan
Agar mahasiwa dapat menulis skripsi/tesis dengan baik dan benar, pemahaman
terhadapkaidah dasar komposisi yang meliputi (1) pemilihan kata, (2) penyusunan
kalimat, dan (3)
penyusunan alinea harus diperhatikan sebaik-baiknya (Sabariyanto, 1998:13). Pemilihan
kata berarti
menyangkut proses, perbuatan, cara memilih, yaitu proses,
perbuatan, dan cara memilih
kata yang dipergunakan untuk melambangkan ide atau pikiran yang disampaikan
kepada orang lain (Ali, 1991:769). Lebih lanjut dijabarkan bahwa pemilihan kata
ini dilakukan dalam rangka menyusun sebuah kalimat.
Pada penulisan skripsi/tesis, pemilihan
kata selalu mengutamakan aspek-aspek (1) ketepatan, (2) kebakuan, (3) keumuman,
(4) kehematan, dan (5) kehalusan makna atau kesantunan. Seseorang dapat dikatakan
telah memilih kata dengan tepat apabila dalam kalimat telah mampu melambangkan
idenya dengan utuh. Karena bahasa skripsi tergolong ragam resmi, kata-kata yang
dipilih harus beragam baku. Selain itu, juga harus dipilih kata-kata yang dimengerti
oleh masyarakat umum. Dalam memilih kata-kata harus selalu memperhatikan
prinsipkehematan atau ekonomi bahasa, yaitu penghematan dalam pemakaian
kata,bukan penghematan pemakaian huruf. Terakhir, pemilihan kata juga harus memperhatikan
aspek kesopanan atau kehalusan makna. Sebagai contoh, tidak menggunakan kata
tetapi diberhentikan.
Agar pesan yang disampaikan mudah
dimengerti pembaca surat, kalimat yang tersusun harus efektif, selain strukturnya
harus benar. Kalimat dikatakan efektif apabila bentuk kalimat dengan sadar dan
sengaja disusun untuk mencapai daya informasi yang tepat dan baik (Parera,
1980:4). Selain itu, hal-hal lain yang harus diperhatikan dalam penyusunan
kalimat antara lain adalah (1) kesatuan pikiran, (2) kesatuan susunan, dan (3)
kelogisannya (Keraf, 1993:36). Setiap kalimat yang disusun harus mengandung ide
atau pikiran. Ide atau pikiran yang dimaksud merupakan isi kalimat itu sendiri.
Dengan demikian, isi kalimat itu harus merupakan sebuah kesatuan pikiran.
Kesatuan susunan lebih mengarah pada hubungan yang jelas antara unsur-unsur
kalimat, yaitu antarkata, subjek dengan predikat,predikat dengan objek (jika
ada), juga dengan keterangannya (jika ada). Kalimat yang tersusun dalam skripsi
harus logis dan merupakan hasil penalaran yang baik.
Isi skripsi/tesis biasanya terdiri atas beberapa bagian yang
berbentuk alinea atau paragraf. Agar pembentukan alinea-alinea dalam sebuah
skripsi dapat tersusun dengan baik, sedikitnya ada tiga buah persyaratan yang
harus dipenuhi. Persyaratan yang dimaksud adalah (1) kepaduan bentuk alinea,
(2) keterpautan makna alinaa, dan (3) pengembangan alinaa (Sabariyanto,
1998:29-36). Yang dimaksud dengan kepaduan bentuk alinea hubungan yang erat
antara kalimat yang satu dengan yang lain dalam sebuah alinea. Kepaduan alinea
antara lain dapat diwujudkan dengan mempertimbangkan hal-hal seperti (1)
referensi, (2) substitusi, (3) elipsis, dan (4) konjungsi
(Halliday,1976:10-26). Alinea yang baik harus mengandung keterpautan makna.
Artinya, makna kalimat yang satu dengan yang lain harus berpautan atau harus
berhubungan. Sebuah alinea hendaknya mengandung sebuah pokok pembicaraan saja.
Penyusunan alinea dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu induktif dan deduktif.
Induktif dimulai dengan mengemukakan berbagai pemaparan terlebih dahulu, baru
kemudian dibuat simpulannya. Cara penyusunan deduktif merupakan kebalikan dari
cara induktif tersebut (Keraf, 1993:62-66). Untuk program pelaksanaan bahasa Indonesia
yang baik dan benar terutama untuk bidang skripsi-, biasanya akan dihadapkan
pada beberapa masalah.
Ada dua permasalahan utama,
yaitu masalah kebahasaan dan nonkebahasaan. Masalah kebahasaan berkaitan dengan
persoalan-persoalan seperti (1) kesalahan ejaan, (2) kesalahan pemakaian huruf,
(3) kesalahan kenulisan kata, (4) kesalahan pemakaian tanda baca, (5) kesalahan
pemilihan kata, (6) kesalahan penyusunan kalimat, dan (7) ketidakpaduan bentuk
alinea serta makna dalam alinea, sedangkan persoalan kesalahan nonkebahasaan
menyangkut masalah-masalah seperti (1) bentuk surat, (2) pengaturan bagian -bagian
surat, (3) kertas surat, dan (4) sampul surat (Sabariyanto, 1998:279-327).
Ada dua kemungkinan mahasiswa tidak
menerapkan kaidah-kaidah bahasa ketika mereka membuat skripsi. Pertama, saat
membuat skripsi mereka memang benar-benar tidak tahu bahwa mereka telah
melanggar kaidah bahasa. Kedua, mereka kurang peduli dengan kaidah-kaidah
bahasa yang telah ditentukan. Secara umum, kesalahan-kesalahan yang dilakukan
adalah pelanggaran pada kaidah yang meliputi pembentukan kata, pemilihan kata
yang tepat, penyusunan gramatika kalimat, pembentukan paragraph, penataan penalaran,
serta kesalahan penerapan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (Arifin ,1993:12-13)
D. Contoh Daftar yang Digunakan
Adapun beberapa daftar
pustaka yang digunakan dalam penelitian kebahasaan mengenai analisis
kesalahan gramatika dalam skripsi atau tesis, adalah sebagai berikut:
Arifin, E. Zainal. 1993. Seribu Satu Kesalahan
Berbahasa Indonesia Jakarta:Akademika Pressindo
Achmad,
H.P dan Alexa.
2010. Bahasa Indonesia untuk
Perguruan Tinggi.
Jakarta: Kencana Penanda Media Group.
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
.
Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta.
Kridalaksanan,
Harimurti. 1993. Kamus Linguistik.
Edisi Ketiga. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Putrayasa,
IB. 2009. Kalimat
Efektif: Diksi, Struktur,
dan Logika. Bandung:
Refika Aditama.
Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1990.
Pengajaran Analisis Kesalahan.
Bandung: Angkasa.
Tarigan, Henry
Guntur. 1994. Menulis sebagai
Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
Verhaar,
J.W.M. 1996. Pengantar
Linguistik. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
BAB III CONTOH META ANALISIS PENELITIAN SASTRA
A.
Bidang Kajian yang Dipilih
Contoh meta analisis
penelitian sastra yang yang dipilih adalah analisis strukturalisme genetik
novel.
B.
Contoh Analisis
Penelitian tentang analisis genetik karya sastra
sesungguhnya meneliti tentang pengaruh
latar belakang pengarang terhadap karya sastra yang akan diciptakannya.
pengaruh latar belakang pengarang terhadap karya sastra yang dibuatnya akan
terlijhat dari Struktur Intrinsik karya
Sastra tersebut. Unsur-unsur intrinsik karya sastra novel meliputi : tema, alur
atau plot, penokohan dan perwatakan, latar atau setting, amanat, sudut pandang,
dan gaya bahasa. Penelitian ini akan mencoba menganalisis ketepatan peneliti
terdahulu tentang ketepatan menganalisis strukturalisme novel tertentu.
Selain itu, penelitian ini juga akan mencoba
mengungkapkan ketrepatan metodelogi yang digunakan peneliti terdahulu tentang
analisis strukturalisme genetik novel. Adapun jenis metode yang digunakan
strukturalisme genetik novel adalah deskriptif dan kualitatif. Semi (1993)
mengatakan bahwa penelitian kualitatif dilakukan dengan mengutamakan kedalaman
penghayatan terhadap interaksi di antara konsep yang dikaji secara khusus.Dari
pendapat di atas bahwa metode penelitian yaitu bagaimana langkah atau
tehnik-tehnik kerja seseorang dalam melakukan suatu penelitian sehingga hasil
yang dicapai sesuai dengan target yang diinginkan. Begitu juga penelitian
deskriptif dan kualitatif bagaimana peneliti sendiri harus benar-benar
menguasai dan memahami suatu konsep yang akan dikajinya secara serius.
C.
Langkah-langkah Pelaksanaan Penelitian
Adapun langkah-langkahnya
penelitiannya adalah sebagai berikut:
1.
Mengidentifikasi dan merumuskan masalah
2.
Melakukan studi pendahuluan
3.
merumuskan hipotesis
4.
Mengidentifikasi variabel dan definisi
operasional variabel
5.
Menentukan rancangan dan desain penelitian
6.
Menentukan dan mengembangkan instrumen
penelitian
7.
Menentukan subjek penelitian
8.
Melaksanakan penelitian
9.
Melakukan analisis data
10. Merumuskan
hasil penelitian dan pembahasan
11.
Menyusun laporan penelitian dan melakukan
desiminasi.
D.
Teori (Kepustakaan) yang Digunakan
1) Pengertian Analisis
Pengertian
analisis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyelidikan terhadap
suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yang
sebenarnya (Depdiknas, 2001: 43). Menurut Zaidan, analisis merupakan penguraian
karya sastra secara terinci atas unsur-unsurnya dan pertalian antara
unsur-unsur itu (Zaidan, 1996:29). Sedangkan menurut Nurgiantoro, istilah
analisis – misalnya analisis karya fiksi - menyaran pada pengertian mengurai
karya itu atas unsur-unsur pembentuknya yang berupa unsur-unsur intrinsiknya
(Nurgiantoro, 2002:30).
Berdasarkan
beberapa pengertian di atas, maka pengertian istilah analisis dalam tulisan ini
menyaran pada telaah terhadap suatu karya sastra dengan menguraikan unsur-unsur
pembangun atau pembentuknya serta pertalian antara unsur-unsur tersebut.
Strukturalisme
genetik adalah sebuah pendekatan di dalam penelitian sastra yang lahir sebagai
reaksi dari pendekatan strukturalisme murni. Dalam tulisan ini, pengertian
strukturalisme genetik mengacu pada pendapat Iswanto dalam Wuraji (2001:34)
yaitu pendekatan penelitian sastra yang mengkonstruksikan pandangan dunia
pengarang dengan memasukkan faktor genetik karya sastra artinya asal-usul karya
sastra.
2) Pengertian
Novel
Istilah novel
kini identik dengan novel. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti “karangan
prosa yang melukiskan perbuatan pelakunya menurut watak dan isi jiwa
masing-masing”. Nurgiantoro mengemukakan pengertian novel sama dengan novel
yaitu:
Novel
(Inggris: novel) dan cerita pendek (disingkat: cerpen;Inggris: short story)
merupakan dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam
perkembangannya yang kemudian, novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Dengan
demikian, pengertian fiksi seperti dikemukakan di atas, juga berlaku untuk
novel. Sebutan novel dalam bahasa Inggris – dan inilah yang kemudian masuk ke
Indonesia – berasal dari bahasa Itali novella (yang dalam bahasa jerman
novelle). Secara harfiah novella berarti ‘sebuah barang baru yang kecil’, dan
kemudian diartikan sebagai ,cerita pendek dalam bentuk prosa’ (Abrams, 1981:
119). Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama
dengan istilah Indonesia novelet (Inggris: novelette), yang berarti sebuah
karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga
tidak terlalu pendek (Nurgiantoro, 2002: 9).
Selanjutnya
Zaidan juga mendefinisikan novel sama dengan novel yaitu :
Jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, latar rekaan yang menggelarkan kehidupan manusia atas dasar sudut pandang pengarang, dan; mengandung nilai hidup, diolah dengan teknik kisahan dan ragaan yang menjadi dasar konvensi penulisan. Dengan demikian novel yaitu karangan yang melukiskan perbuatan pelakunya menurut isi dan jiwanya masing-masing yang diolah dengan teknik kisahan dan ragaan yang menjadi dasar konvensi penulisan.
Jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, latar rekaan yang menggelarkan kehidupan manusia atas dasar sudut pandang pengarang, dan; mengandung nilai hidup, diolah dengan teknik kisahan dan ragaan yang menjadi dasar konvensi penulisan. Dengan demikian novel yaitu karangan yang melukiskan perbuatan pelakunya menurut isi dan jiwanya masing-masing yang diolah dengan teknik kisahan dan ragaan yang menjadi dasar konvensi penulisan.
3)
Teori Strukturalisme Genetik
a) Teori Genetika
Genetika
(dari bahasa Yunani γέννω atau genno yang berarti "melahirkan")
merupakan cabang biologi yang penting saat ini. Ilmu ini mempelajari berbagai
aspek yang menyangkut pewarisan sifat dan variasi sifat pada organisme maupun
suborganisme (seperti virus dan prion). Ada pula yang dengan singkat
mengatakan, genetika adalah ilmu tentang gen. Nama "genetika"
diperkenalkan oleh William Bateson pada suatu surat pribadi kepada Adam
Chadwick dan ia menggunakannya pada Konferensi Internasional tentang Genetika
ke-3 pada tahun 1906.
Berdasarkan
ilmu biologi gen adalah sifat yang diwariskan atau diturunkan dari orang tua,
sedangkan kaitannya dengan dunia sastra adalah bagaimana pengaruh genetika atau
latar belakang pegarang dalam menciptakan karya sastra.
b) Teori
Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann
Secara
defenitif stukturalisme genetik adalah analisis struktur dengan memberikan
perhatian terhadap asal-usul karya (Ratna,2004:123). Strukturalisme genetik
ditemukan oleh Lucien Goldmann, seorang filsuf dan sosiolog Rumania-Perancis.
Teori tersebut dikemukakan dalam bukunya yang berjudul The Hidden God: a Study
of Tragic Vision in the Pensees of Paskal and the Tragedies of Racine (Ratna,
2004:121-122).
Goldmann
percaya bahwa karya sastra merupakan suatu struktur, inilah yang terkandung
dalam pengertian strukturalisme. Tetapi struktur itu bukanlah suatu yang
statis, melainkan dinamis karena merupakan produk dari proses sejarah yang
terus berlangsung yang dihayati oleh masyarakat dimana karya sastra itu berada.
Sedangkan istilah genetik mengandung pengertian bahwa karya sastra itu
mempunyai asal-usulnya (genetik) di dalam proses sejarah atau masyarakat.
Lebih jauh Goldmann dalam Faruk (2003:12) membangun seperangkat kategori yang saling bertalian satu sama lain untuk menopang teorinya tersebut sehingga membentuk apa yang disebutnya strukturalisme genetik. Beberapa konsep dasar yang dikemukakan oleh Goldmann yang berkaitan untuk membentuk strukturalisme genetik tersebut antara lain : fakta kemanusiaan, pandangan dunia, struktur karya sastra, dialektika pemahaman-penjelasan.
Lebih jauh Goldmann dalam Faruk (2003:12) membangun seperangkat kategori yang saling bertalian satu sama lain untuk menopang teorinya tersebut sehingga membentuk apa yang disebutnya strukturalisme genetik. Beberapa konsep dasar yang dikemukakan oleh Goldmann yang berkaitan untuk membentuk strukturalisme genetik tersebut antara lain : fakta kemanusiaan, pandangan dunia, struktur karya sastra, dialektika pemahaman-penjelasan.
1.
Fakta
kemanusiaan adalah segala hasil aktifitas atau perilaku manusia baik yang
verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Fakta
itu dapat berwujud aktivitas sosial tertentu, aktivitas politik tertentu,
maupun kreasi kultural seperti filsafat, seni rupa, seni musik, seni patung,
dan seni sastra.
2.
Subjek
kolektif atau trans-individual merupakan konsep yang masih sangat kabur. Subjek
kolektif itu dapat berupa kelompok kekerabatan, kelompok sekerja, kelompok
teritorial, dan sebagainya. Subjek kolektif itulah yang merupakan subjek karya
sastra yang besar.
3.
Pandangan
dunia. Yang dimaksud pandangan dunia adalah hubungan antara struktur karya
sastra dan struktur masyarakat merupakan hubungan yang dimediasi oleh ideologi
masyarakat. Pandangan dunia merupakan istilah yang cocok bagi kompleks
menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan, yang
menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial
tertentu dan yang mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang
lain.
4.
Struktur
karya sastra. Dalam konteks strukturalisme genetik, konsep struktur karya sastra
berbeda dari konsep struktur yang umumnya dikenal. Konsep struktur dalam
struktualisme lebih bersifat tematik. Yang menjadi pusat perhatiannya adalah
relasi antar tokoh dengan tokoh dan tokoh dengan objek yang ada di sekitarnya.
5.
Dialektika pemahaman-penjelasan.
Sudut pandang dialektik mengukuhkan perihal tidak pernah adanya titik awal yang
secara mutlak sahih. Oleh karena itu, dalam sudut pandang dialektik tersebut
pikiran tidak pernah bergerak seperti garis lurus. Sehubungan dengan itu, metode
dialektik mengembangkan dua konsep, yaitu keseluruhan-bagian dan
pemahaman-penjelasan.
Pendekatan
strukturalisme genetik pertama kali dikemukakan oleh Lucien Goldman, seorang
ahli sastra berkebangsaan Perancis. Pendekatan strukturalisme genetik merupakan
satu-satunya pendekatan yang mampu merekonstruksikan pandangan dunia pengarang
(Wuradji, 2001:63).
Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat berpengaruh terhadap proses penciptaan karya sastra, baik dari segi isi maupun bentuknya atau strukturnya. Keberadaan pengarang dalam masyarakat tertentu turut mempengaruhi karyanya. Dengan demikian suatu masyarakat tertentu yang menghidupi pengarang dengan sendirinya akan melahirkan suatu jenis sastra tertentu pula.
Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat berpengaruh terhadap proses penciptaan karya sastra, baik dari segi isi maupun bentuknya atau strukturnya. Keberadaan pengarang dalam masyarakat tertentu turut mempengaruhi karyanya. Dengan demikian suatu masyarakat tertentu yang menghidupi pengarang dengan sendirinya akan melahirkan suatu jenis sastra tertentu pula.
Menurut
Wuradji, kecenderungan tersebut didasarkan atas adanya suatu asumsi bahwa tata
kemasyarakatan bersifat normatif, artinya mengandung unsur pengatur yang mau
tidak mau harus dipatuhi. Pandangan, nilai, dan sikap tentu saja dipengaruhi
oleh tata kemasyarakatan yang berlaku dan merupakan faktor yang turut
menentukan apa yang harus ditulis pengarang, untuk siapa karya itu ditulis, dan
apa tujuan penulisan karya sastra tersebut (Wurajdi, 2001: 63).
Selanjutnya dijelaskan oleh Goldman bahwa terdapat dua kelompok karya sastra. Karya sastra yang dihasilkan oleh kelompok pengarang utama adalah karya sastra yang sebangun dengan struktur kelompok atau kelas sosial tertentu. Sedangkan karya sastra kelompok pengarang kelas dua adalah karya sastra yang isinya sekedar reproduksi segi permukaan realitas sosial dan kesadaran kolektif (Wurajdi, 2001:64).
Selanjutnya dijelaskan oleh Goldman bahwa terdapat dua kelompok karya sastra. Karya sastra yang dihasilkan oleh kelompok pengarang utama adalah karya sastra yang sebangun dengan struktur kelompok atau kelas sosial tertentu. Sedangkan karya sastra kelompok pengarang kelas dua adalah karya sastra yang isinya sekedar reproduksi segi permukaan realitas sosial dan kesadaran kolektif (Wurajdi, 2001:64).
Goldman
(dalam Wuradji, 2001:64) menyarankan agar penelitian sastra yang menggunakan
pendekatan strukturalisme genetik menggunakan karya pengarang utama karena
sastra yang dihasilkannya merupakan karya agung (masterpeace) yang di dalamnya
mempunyai tokoh problematik (problematic hero) atau mempunyai wira yang
bermasalah dan berhadapan dengan kondisi sosial yang memburuk (degraded) serta
berupaya mendapatkan nilai yang sahih (authentic value). Pandangan dunia
pengarang akan dapat terungkap melalui problematic hero-nya.
Pandangan
dunia yang ditampilkan pengarang melalui problematic hero merupakan suatu
struktur global yang bermakna. Pandangan dunia ini bukan semata-mata fakta
empiris yang bersifat langsung tetapi merupakan suatu gagasan, aspirasi, dan
perasaan yang dapat mempersatukan suatu kelompok sosial masyarakat. Pandangan
dunia itu memperoleh bentuk konkret di dalam karya sastra. Pandangan dunia
bukan fakta. Pandangan dunia tidak memiliki eksistensi objektif akan tetapi
merupakan ekspresi teoritis dari kondisi dan kepentingan suatu golongan
masyarakat tertentu (Wurajdi, 2001: 64).
Berdasarkan uaraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa pendekatan strukturalisme genetik memiliki aspek-aspek yang sangat bermanfaat dalam mengungkapkan makna sebuah karya sastra. Karena selain menguraikan unsur intrinsiknya juga lebih cermat mengangkat aspek-aspek sosiologis, serta menyadari sepenuhnya bahwa karya sastra itu dihasilkan melalui proses kreativitas dengan mengedepankan aspek imajinasi.
Berdasarkan uaraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa pendekatan strukturalisme genetik memiliki aspek-aspek yang sangat bermanfaat dalam mengungkapkan makna sebuah karya sastra. Karena selain menguraikan unsur intrinsiknya juga lebih cermat mengangkat aspek-aspek sosiologis, serta menyadari sepenuhnya bahwa karya sastra itu dihasilkan melalui proses kreativitas dengan mengedepankan aspek imajinasi.
Selanjutnya
Wurajdi (2001:64) memaparkan bahwa secara sederhana penelitian dengan
pendekatan strukturalisme genetik dapat diformulasikan sebagai berikut.
Pertama, penelitian dimulai kajian struktur intriksik karya sastra baik secara
parsial maupun keseluruhannya. Kedua, mengkaji latar belakang sosial kelompok
pengarang. Ketiga, mengkaji latar belakang sosial dan sejarah yang turut
mengkondisikan karya sastra saat diciptakan oleh pengarangnya. Selanjutnya
mencari premis-premis khusus dalam rangka menemukan premis umum, sebagai kesimpulan.
Melihat
pendapat dari para ahli maka analisis genetik artinya pengaruh latar belakang
pengarang terhadap karya sastra yang akan diciptakannya.
4) Struktur Intrinsik Sastra
Unsur-unsur
intrinsik karya sastra novel meliputi : tema, alur atau plot, penokohan dan
perwatakan, latar atau setting, amanat, sudut pandang, dan gaya bahasa.
E.
Contoh Daftar Pustaka yang Digunakan
Adapun beberapa daftar
pustaka yang digunakan dalam penelitian sastra yang berkaitan dengan analisis
strukturalisme genetik novel, antara lain sebagai berikut:
Djojosuroto,Kinayati dan Sujmaryati. 2004. Prisnisp
Penelitian Bahasa dan Sastra. Bandung: Yayasan Nuasa Cendikia
Jabrohim. 2012.
Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Semi,
Atar. 1988. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Bandung : Angkasa.
Siswantoro. .2010. Metode Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Suryabrata,
Sumadi. 2003. Metodologi Penelitian. Yogyakarta : UGM Press.
Wellek, Rene dan Warren, Austin. 1995. Teori Kesusastraan. Jakarta : PT. Gramedia.
Wurajdi, 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : PT. Hamindita Graha Widia..
Zaidan, Abdul Rozak, Anita K. Rustapa, dan Hani’ah. 1996. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Balai Pustaka.
Wellek, Rene dan Warren, Austin. 1995. Teori Kesusastraan. Jakarta : PT. Gramedia.
Wurajdi, 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : PT. Hamindita Graha Widia..
Zaidan, Abdul Rozak, Anita K. Rustapa, dan Hani’ah. 1996. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Balai Pustaka.
No comments:
Post a Comment