Logo Blog

TUGAS KULIAH DAN BELAJAR

Meta Analisis Penelitian Bahasa Dan Sastra Dan Contoh Penerapannya

Meta Analisis Penelitian Bahasa Dan Sastra Dan Contoh Penerapannya


BAB I META ANALISIS PENELITIAN BAHASA DAN SASTRA
A.   Pengertian Meta Analisis Penelitian Bahasa Dan Sastra
Meta analisis secara sederhana dapat diartikan sebagai analisis atas analisis. Sebagai penelitian, meta analisis merupakan kajian atas sejumlah hasil penelitian dalam masalah yang sejenis.

Meta analisis sebagai metode penelitian pertama kali diperkenalkan oleh Karl Pearson pada tahun 1904 untuk kajian di bidang kesehatan/pengobatan. Dalam perkembangannya meta analisis sebagai jenis dan metode penelitian dipergunakan untuk mengkaji berbagai masalah/topik dan untuk berbagai keperluan. Dalam dunia pendidikan, meta analisis mulai dilakukakan sekitar tahun 1970-an, yang dilakukan oleh Gene Glass, Frank L. Schmidt, dan John E. Hunter.
 Tujuan Meta Analisis: 1)      Untuk memperoleh estimasi effect size, yaitu kekuatan hubungan ataupun besarnya perbedaan antar-variabel; 2) Melakukan inferensi dari data dalam sampel ke populasi, baik dengan uji hipotesis (nilai p) maupun estimasi (interval kepercayaan; 3) Melakukan kontrol terhadap variabel yang potensial bersifat sebagai perancu (confounding) agar tidak mengganggu kemaknaan statistik dari hubungan atau perbedaan.
Meta-analysis lebih tidak bersifat subjektif dibandingkan dengan metode tinjauan lain. Meta analysis tidak fokus pada kesimpulan yang didapat pada berbagai studi, melainkan fokus pada data, seperti melakukan operasi pada variabel- variabel, besarnya ukuran efek, dan ukuran sampel. Untuk mensintesis literatur riset, meta-analysis statistikal menggunakan hasil akhir dari studi-studi yang serupa seperti ukuran efek, atau besarnya efek. Fokus pada ukuran efek dari penemuan empiris ini merupakan keunggulan meta-analysis dibandingkan dengan metode tinjauan literatur lain.
Meta-analysis memungkinkan adanya pengkombinasian hasil-hasil yang beragam dan memperhatikan ukuran sampel relatif dan ukuran efek. Hasil dari tinjauan ini akurat mengingat jangkauan analisis ini yang sangat luas dan analisis yang terpusat. Meta-analysis juga menyediakan jawaban terhadap masalah yang diperdebatkan karena adanya konflik dalam penemuan-penemuan beragam studi serupa.
Berdasarkan Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
Meta Analisis Penelitian Bahasa adalah kajian atas sejumlah hasil penelitian Bahasa dalam masalah yang sejenis. Misalnya analisis kesalahan gramatika dalam skripsi mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UNTIRTA tahun ajaran 2012/2013.
Meta Analisis Penelitian Sastra adalah kajian atas sejumlah hasil penelitian Sastra dalam masalah yang sejenis. Misalnya analisis terhadap hasil penelitian mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia  UNTIRTA tahun 2013 tentang strukturalisme genetik novel.

B.   Disliplin Ilmu Yang Berkaitan Dengan Meta Analisis Penelitian Bahasa Dan Sastra
Meta Analisis penelitian bahasa dan sastra melibatkan disiplin:
a. Metode, teori dan teknik penelitian
b. ilmu Bahasa dan Ilmu Sastra

1.     Metode, teori dan teknik penelitian
a)    Metode penelitian sastra
Metode berasal dari kata methodos, bahasa latin, sedang methodos berasal dari akar kata meta (menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan hodos (jalan, cara, arah). Metode dianggap sebagai cara, strategi untuk memahami realitas.
1)  Metode intuitif
Metode intuitif dianggap sebagai kemampuan dasar manusia dalam upaya memahami unsur-unsur kebudayaan. Ciri khas metode intuitif adalah kontemplasi, pemahaman terhadap gejala-gejala kultural dengan mempertimbangkan keseimbangan antara individu dengan alam semesta.
2)  Metode hermeneutika
Secara etimologis hermeneutika berasal dari kata hermeneuein, bahasa Yunani, yang berarti menafsirkan atau menginterpretasikan. Pada dasarnya medium pesan adalah bahasa jadi penafsiran disampaikan lewat bahasa. Karya sastra perlu di tafsirkan sebab disatu pihak karya sastra terdiri atas bahasa dipihak lain di dalam bahasa sangat banyak makna yang tersembunyi atau dengan sengaja disembunyikan.
3)  Metode kualitatif
Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungan dengan konteks keberadaanya. Dalam penelitian karya sastra misalnya akan dilibatkan pengarang, lingkungan sosial dimana pengarang berada, termasuk unsur-unsur kebudayaan pada umumnya.
4)  Metode analisis isi
Isi dalam metode analisis isi terdiri atas 2 macam yaitu isi laten dan komunikasi. Isi laten adalah isi yang terkandung dalam dokumen dan naskah sedang isi komunikasi adalah pesan yang terkandung sebagai akaibat komunikasi yang terjadi.
5)  Metode formal
Formal berasal dari kata forma (latin), yang berarti bentuk, wujud. Metode formal adalah analisis dengan mempertimbangkan aspek-aspek formal, aspek bentuk yaitu unsur karya sastra.
6)  Metode dialektika
Secara etimologis berasal dari kata dialectica (latin), yang berarti cara membahas. Secara historis metode dialektika ada sejak zaman plato tapi diperkenalkan secara formal oleh Hegel. Mekanisme kerja terdiri atas thesis, antithesis dan sinthesis.
Secara teoritis setiap fakta sastra dapat dianggap sebagai thesis kemudian diadakan negasi. Dengan adanya pengingkaran maka thesis dan antithesis seolah-olah hilang atau berubah menjadi kualitas fakta yang lebih tinggi yaitu sinthesis itu sendiri.
7)  Metode deskriptif analisis
Secara etimologis deskripsi dan analisis berarti menguraikan. Mula-mula data dideskripsikan, kemudian dianalisis bahkan juga diperbandingkan.

b)   Teori Penelitian dalam Sastra
Teori berasal dari kata theoria (bahasa Latin). Secara etimologis teori berarti kontemplasi terhadap kosmos dan realitas. Pada tataran dunia keilmuan teori berarti perangkat pengertian, konsep, proposisi yang mempunyai korelasi, dan telah teruji kebenarannya. Teori berfungsi untuk mengubah dan membangun pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan. Menurut Fokkeme dan Kunne-Ibsch (dalam Ratna, 2009: 2) penelitian terhadap karya sastra pada umumnya memanfaatkan teori-teori yang sudah ada.
Dalam buku Teori, Metode dan Teknik Penelitian sastra Nyoman Kutha Ratna mengatakan bahwa ada dua pendapat yang sangat bertentangan mengenai teori. Pertama, teori dianggap sangat membosankan sebab teori bersifat kering dan kaku, menampilkan pendapat para ahli yang berbeda-beda. Sebaliknya, pendapat kedua mengatakan bahwa teori justru sangat menarik sebab melalui teori yang dengan sendirinya melalui pemikiran ahli yang berbeda-beda, dapat diketahui isi dunia ini secara lebih mudah. Teori merupakan akumulasi pemahaman sepanjang abad sehingga konsep-konsep yang ditawarkan akan sangat membantu dalam proses penelitian. Dalam penelitian sastra terdapat beberapa teori yang menjadi pisau bedah permasalahan yang ada. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut:
1)    Teori Strukturalisme Murni
Menurut Foley (dalam Siswantoro, 2010: 13) Strukturalisme adalah bahwa hakikat benda tidaklah terletak pada benda itu sendiri, tetapi terletak pada hubungan-hubungan di dalam benda itu. Tidak ada unsur yang mempunyai makna pada dirinya secara otonom, kecuali terkait dengan makna semua unsur di dalam sistem struktur yang bersangkutan.
Karya sastra yang dibangun atas dasar bahasa, memiliki ciri bentuk dan isi atau makna yang otonom. Artinya, pemahaman karya sastra dapat diteliti dari teks sastra itu sendiri. Hanya saja, pemahaman harus mampu mengaitkan kebertautan antar unsur pembangun karya sastra. Kebertautan ini akan membentuk sebuah makna utuh. Berarti prinsip menyeluruh sangat dipegang oleh kaum strukturalis.
Ide dasar srukturalis adalah menolak kaum mimetic (yang menganggap karya sastra sebagai tiruan kenyataan), teori ekspresif (yang menganggap karya sastra sebagai ungkapan watak dan perasaan pengarang), dan menentang asumsi bahwa karya sastra sebagai media komunikasi antara pengarang dengan pembaca. Pendek kata strukturalisme menekankan pada otonomi penelitian sastra.
2)    Teori Strukturalisme Genetik
Strukturalisme genetik adalah cabang penelitian sastra struktural yang tak murni. Semula, peletak dasar strukturalisme genetik adalah Taine. Pandanganya lalu dikembangkan melalui studi sastra secara sosiologis. Bagi dia, karya sastra tidak sekedar fakta imajinatif dan pribadi, melainkan dapat merupakan cerminan atau rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu saat karya dilahirkan. Penelitian strukturalisme genetik memandang karya sastra dari dua sudut yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Studi diawal dari kajian unsur intrinsik sebagai data dasarnya. Selanjutnya penelitian akan menghubungkan berbagai unsur dengan realitas masyarakat. Karya dipandang sebagai sebuah refleksi zaman, yang dapat mengungkapkan aspek sosial, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa penting dari zamannya akan dihubungkan langsung dengan unsur-unsur intrinsik karya sastra.
3)    Teori Strukturalisme Dinamik
Strukturalisme dinamik mengakui kesadaran subjektif dari pengarang, mengakui peran sejarah serta lingkungan sosial meskibagaimanapun sentral penelitian tetap pada karya itu sendiri. Strukturalisme dinamik mengenalkan penelitian sastra dalam kaitannya dengan sistem tanda. Caranya, adalah mengabungkan kajian otonom karya sastra dan semiotik. Kajian otonom, dilakukan secara intrinsik dan kajian semiotic akan merepresentasikan teks sastra sebagai ekspresi gagasan, pemikiran dan cita-cita pengarang. Gagasan tersebut dimanifestasikan dalam tanda-tanda khusus. Kepaduan antara struktur otonom dan tanda ini, merupakan wujud bahwa karya sastra bersifat dinamik.
4)    Teori Strukturalisme Semiotik
Semiotik berasal dari kata Yunani semion yang berarti tanda. Semiotik adalah model penelitian sastra dengan memperhatikan tanda-tanda. Karya sastra akan dibahas sebagai tanda-tanda. Tanda-tanda tersebut telah ditata oleh pengarang sehingga ada sistem, konvensi serta aturan-aturan tertentu yang perlu dimengerti oleh peneliti. Tanpa memperhatikan tanda-tanda maka pemaknaan karya sastra tidaklah lengkap. Makna karya sastra tidak akan tercapai secara optimal jika tidak dikaitkan dengan wacana tanda.
5)    Teori Resepsi Sastra
Secara definitive resepsi sastra, berasal dari kata recipere (latin), reception (Inggris), yang diartikan sebagai penerimaan atau penyambutan pembaca. Dalam arti luas resepsi diartikan sebagai pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya, sehingga bisa memberikan respons terhadapnya. Dalam penelitian resepsi dibedakan menjadi dua bentuk, a) resepsi secara sinkronis, dan b) resepsi secara diakronis
6)    Teori Feminis
Sebagai gerakan modern, feminism lahir awal abad ke 20 yang di pelopori oleh Virginia Woolf. Feminis berasal dari kata femme (woman), berarti perempuan (tunggal) yang bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial.
7)    Teori Stilistika
Secara etimologis stylistics berhubungan dengan kata style, artinya gaya, sedangkan stylistics dapat diterjemahkan sebagai ilmu tentang gaya. Penelitian stilistika berdasarkan asumsi bahwa bahasa sastra mempunyai tugas mulia. Bahasa memiliki pesan keindahan sekaligus membawa makna.
8)    Teori Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi pemicu lahirnya karya sastra. Hal penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror). Dalam kaitan ini, sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat.
9)    Teori Psikologi Sastra
Teori psikologi yang paling dominan dalam analisis karya sastra adalah teori Freud (dalam Ratna, 2009 : 344) yang membedakan kepribadian menjadi 3 macam yaitu id, ego dan super ego. Freud (dalam Ratna, 2009 : 346) juga menghubung karya sastra dengan mimpi. Sastra dan mimpi dianggap memberikan kepuasan secara tak langsung.
Psikologi sastra, adalah model penelitian interdisiplin dengan menetapkan karya sastra sebagai memiliki posisi yang lebih dominan. Psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relefansi dan peran studi psikologi.
10) Teori Antropologi Sastra
Secara definitif antropologi sastra adalah studi mengenai karya sastra dengan relevansi manusia. Antropologi sastra memusatkan perhatian pada kompleks ide dan merupakan pendekatan interdisiplin yang paling baru dalam ilmu sastra.
c) Teknik Penelitian Sastra
Sumber data dalam penelitian sastra berasal dari data lapangan dan data kepustakaan. Penelitian lapangan dilakukan dalam kaitannya dengan objek penelitian yang memanfaatkan kejadian langsung seperti penerbit, pembacaan, penggunaan, pementasan dan sebagainya. Penelitian terhadap sastra lisan membutuhkan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dalam kaitannya dengan novel, teks drama, cerita pendek dan puisi.
Cara operasional mengumpulkan data disebut data reduction atau data selection. Tindakan mereduksi data adalah memfokuskan diri pada data yang dibutuhkan sesuai dengan kriteria atau parameter yang telah ditentukan. Ada lima cara yang dilakukan untuk mereduksi data yaitu:
1. Menyiapkan lembar pengumpulan data
2. Menyeleksi data
3. Memberi deskripsi
4. Menarik kesimpulan
5. Pengabsahan
Analisis meliputi penyajian data dan pembahasan dilakukan secara kualitatif konseptual. Analisis data harus selalu dihubungkan dengan konteks dan konstruk analisis. Konteks yang berhubungan dengan struktur karya sastra sedang konstruk berupa bangunan konsep analisis. Konstruk tersebut menjadi bingkai analisis.

2.    Ilmu Bahasa dan Ilmu Sastra
a) Ilmu Bahasa
Ilmu bahasa (Linguistik.) adalah ilmu yang objeknya bahasa. Bahasa di sini maksudnya adalah bahasa yang digunakan sehari-hari (atau fenomena lingual). Karena bahasa dijadikan objek keilmuan maka ia mengalami pengkhususan, hanya yang dianggap relevan saja yang diperhatikan (diabstraksi). Jadi yang diteliti dalam linguistik atau ilmu bahasa adalah bahasa sehari-hari yang sudah diabstraksi, dengan demikian anggukan, dehem, dan semacamnya bukan termasuk objek yang diteliti dalam linguistik.
Linguistik modern berasal dari Ferdinand de Saussure, yang membedakan langue, langage, dan parole (Verhaar, 1999:3). Langue adalah salah satu bahasa sebagai suatu sistem, seperti bahasa Indonesia, bahasa Inggris. Langage berarti bahasa sebagai sifat khas manusia, sedangkan parole adalah bahasa sebagaimana dipakai secara konkret (dalam bahasa Indonesia ketiga istilah tadi disebut bahasa saja dan mengacu pada konsep yang sama). Sejalan dengan hal di atas, Robins (1992:55) mengatakan bahwa langue merupakan struktur leksikal, gramatikal, dan fonologis sebuah bahasa, dan struktur ini sudah tertanam dalam pikiran penutur asli pada masa kanak-kanak sebagai hasil kolektif masyarakat bahasa yang dibayangkan sebagai suatu kesatuan supraindividual. Dalam menggunakan bahasanya, penutur bisa berbicara di dalam lingkup langue ini; apa yang sebenarnya diucapkannya adalah parole, dan satu-satunya kendali yang dapat dia atur adalah kapan dia harus berbicara dan apa yang harus ia bicarakan. Kaidah leksikal, gramatikal, dan fonologis telah dikuasai dan dipakai, dan kaidah tersebut menentukan ruang lingkup pilihan yang dapat dibuat oleh penutur. Pembedaan ini seperti apa yang dibuat Chomsky, yaitu antara competence (apa yang secara intuisi diketahui penutur tentang bahasanya) dan performance (apa yang dilakukan penutur ketika dia menggunakan bahasanya).
Ilmu linguistik sendiri sering disebut linguistik umum, artinya ilmu linguistik tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja tetapi juga menyangkut bahasa pada umumnya. Dengan memakai istilah de Saussure, dapat dirumuskan bahwa ilmu linguistik tidak hanya meneliti salah satu langue saja, tetapi juga langage, yaitu bahasa pada umumnya. Sedangkan linguistik teoretis memuat teori linguistik, yang mencakup sejumlah subbidang, seperti ilmu tentang struktur bahasa (grammar atau tata bahasa) dan makna (semantik). Ilmu tentang tata bahasa meliputi morfologi (pembentukan dan perubahan kata) dan sintaksis (aturan yang menentukan bagaimana kata-kata digabungkan ke dalam frasa atau kalimat). Selain itu dalam bagian ini juga ada fonologi atau ilmu tentang sistem bunyi dan satuan bunyi yang abstrak, dan fonetik, yang berhubungan dengan properti aktual seperti bunyi bahasa atau speech sound (phone) dan bunyi non-speech sound, dan bagaimana bunyi-bunyi tersebut dihasilkan dan didengar (http://en.wikipedia.org/wiki/Linguistics).
Menurut Verhaar (1999:9), setiap ilmu pengetahuan biasanya terbagi atas beberapa bidang bawahan, misalnya ada linguistik antropologis atau cara penyelidikan linguistik yang dimanfaatkan ahli antropologi budaya, ada sosiolinguistik untuk meneliti bagaimana dalam bahasa itu dicerminkan hal-hal sosial dalam golongan penutur tertentu. Tetapi bidang-bidang bawahan tersebut mengandaikan adanya pengetahuan linguistik yang mendasari. Bidang yang mendasari itu adalah bidang yang menyangkut struktur dasar tertentu, yaitu struktur bunyi bahasa yang bidangnya disebut fonetik dan fonologi; struktur kata atau morfologi; struktur antarkata dalam kalimat atau sintaksis; masalah arti atau makna yang bidangnya disebut semantik; hal-hal yang menyangkut siasat komunikasi antarorang dalam parole atau pemakaian bahasa, dan menyangkut juga hubungan tuturan bahasa dengan apa yang dibicarakan, atau disebut pragmatik.

2) Ilmu Sastra
Ilmu sastra adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu yang berhubungan dengan seni sastra secara ilmiah, logis, sistematis dan berdasarkan metode-metode tertentu. Ilmiah berarti berdasarkan dari pengamatan atau pengalaman. Logis berarti sesuai dengan logika, benar menurut penalaran, atau masuk akal. Sedangkan sistematis maksudnya memiliki bentuk susunan yang jelas, serta sesuai dengan pola urutan baik dalam pembahasan maupun dalam penulisan.
Ilmu sastra terbagi atas empat cabang yaitu:
1.    Teori sastra
Yaitu cabang ilmu sastra yang mempelajari tentang asas-asas, hukum-hukum, prinsip-prinsip dasar sastra seperti sifat sastra, struktur dan jenis sastra, sistem sastra, dll.
2.    Sejarah sastra
Yaitu cabang ilmu sastra yang menyelidiki sastra sejak terjadi timbulnya sampai perkembangannya yang terakhir. Perkembangan sejarah sastra terbagi menjadi dua yaitu:
a.    Sastra lama/melayu klasik
b.    Sastra lama memiliki beberapa perkembangan yaitu:
·         Zaman purba dengan adanya bukti berupa prasasti-prasasti.
·         Zaman Hindu-Buddha menghasilkan sebuah karya sastra berupa khayalan dan dongeng.
·         Zaman Islam terbukti dengan adanya karya sastra berupa hikayat yang menceritakan tentang kehidupan wali songo dan para ulama pada zaman itu.
·         Zaman peralihan/realitas yang menceritakan sesuatu yang terjadi di dalam kehidupan sehari-hari.
c.    Sastra baru/modern
Perkembangan sastra modern memiliki beberapa tingkat sebagai berikut:
·         Angkatan 20 misalnya tradisi pada zaman Siti Nurbaya.
·         Angkatan 33 dengan adanya karya-karya seputar kemerdekaan Indonesia.
·         Angkatan 45 dengan terbitnya karya sastra yang di populerkan dengan Chairil Anwar.
·         Angkatan 66 adanya balai pustaka, PKI.
·         Angkatan 70 dan 80 tentang EYD.
·         Referensi hingga sekarang.
3.    Kritik sastra
Yaitu ilmu sastra yang mempelajari karya sastra dengan memberikan pertimbangan dan penilaian atas baik dan buruknya, kekuatan dan kelemahan karya sastra. Dekat dengan kritik sastra adalah studi sastra, yaitu cabang ilmu sastra yang mempelajari dan menelaah karya sastra.
4.    Filologi
Yaitu cabang ilmu sastra yang meneliti segi kebudayaan untuk mengenal tata nilai, sikap hidup, alam pikiran, dan sebagainya dari suatu masyarakat atau bangsa yang memiliki karya.

BAB II LANGKAH-LANGKAH PENELITIAN ILMIAH DAN DATA YANG DPEROLEH MELALUI PENELITIAN ILMIAH

A.   Langkah-Langkah Penelitian Ilmiah
Proses pelaksanaan penelitian ilmiah terdiri dari langkah-langkah yang juga menerapkan prinsip metode ilmiah. Adapun langkah-langkah yang harus dilakukan selama melakukan penelitian ilmiah adalah sebagai berikut:
1)    Mengidentifikasi dan merumuskan masalah
Sebagaimana halnya dalam metode ilmiah, pada penelitian ilmiah juga harus berangkat dari adanya permasalahan yang ingin pecahkan. Sebelum melaksanakan penelitian ilmiah perlu dilakukan identifikasi masalah. Proses identifikasi masalah penting dilakukan agar rumusan masalah menjadi tajam dan sebagai bentuk data awal bahwa dalam penelitian ilmiah tersebut memang dibutuhkan pemecahan masalah melalui penelitian. Identifikasi masalah dirumuskan bersesuaian sebagaimana latar belakang masalah, berdasarkan fakta dan data yang ada di lapangan. Identifikasi masalah pada umumnya dirumuskan dalam bentuk kalimat deklaratif, sementara rumusan masalah ditulis dalam bentuk kalimat tanya (berbentuk pertanyaan).
2)    Melakukan studi pendahuluan
Di dalam penelitian ilmiah, perlu dilakukan sebuah studi pendahuluan. Peneliti dapat melakukannya dengan menelusuri dan memahami kajian pustaka untuk bahan penyusun landasan teori yang dibutuhkan untuk menyusun hipotesis maupun pembahasan hasil penelitian nantinya. Sebuah penelitian dikatakan bagus apabila didasarkan pada landasan teori yang kukuh dan relevan. Banyak teori yang bersesuaian dengan penelitian, namun ternyata kurang relevan. Oleh karenanya, perlu dilakukan usaha memilah-milah teori yang sesuai. Selain itu studi pendahuluan yang dilakukan peneliti melalui pengkajian kepustakaan akan dapat membuat penelitian lebih fokus pada masalah yang diteliti sehingga dapat memudahkan penentuan data apa yang nantinya akan dibutuhkan.

3)    Merumuskan hipotesis
Hipotesis perlu dirumuskan dalam sebuah penelitian ilmiah, lebih-lebih penelitian kuantitatif. Dengan menyatakan hipotesis, maka penelitian ilmiah yang dilakukan peneliti akan lebih fokus terhadap masalah yang diangkat. Selain itu dengan rumusan hipotesis, seorang peneliti tidak perlu lagi direpotkan dengan data-data yang seharusnya tidak dibutuhkannya, karena data yang diambilnya melalui instrumen penelitian hanyalah data-data yang berkaitan langsung dengan hipotesis. Data-data ini sajalah yang nantinya akan dianalisis. Hipotesis erat kaitannya dengan anggapan dasar. Anggapan dasar merupakan kesimpulan yang kebenarannya mutlak sehingga ketika seseorang membaca suatu anggapan dasar, tidak lagi meragukan kebenarannya.
4)    Mengidentifikasi variabel dan definisi operasional variabel
Sebuah variabel dalam penelitian ilmiah adalah fenomena yang akan atau tidak akan terjadi sebagai akibat adanya fenomena lain. Variabel penelitian sangat perlu ditentukan agar masalah yang diangkat dalam sebuah penelitian ilmiah menjadi jelas dan terukur. Dalam tahap selanjutnya, setelah variabel penelitian ditentukan, maka peneliti perlu membuat definisi operasional variabel itu sesuai dengan maksud atau tujuan penelitian. Definisi operasional variabel adalah definisi khusus yang dirumuskan sendiri oleh peneliti. Definisi operasional tidak sama dengan definisi konseptual yang didasarkan pada teori tertentu.
5)    Menentukan rancangan dan desain penelitian
Rancangan penelitian sering pula disebut sebagai desain penelitian. Rancangan penelitian merupakan prosedur atau langkah-langkah aplikatif penelitian yang berguna sebagai pedoman dalam melaksanakan penelitian ilmiah bagi si peneliti yang bersangkutan. Rancangan penelitian harus ditetapkan secara terbuka sehingga orang lain dapat mengulang prosedur yang dilakukan untuk membuktikan kebenaran penelitian ilmiah yang telah dilakukan peneliti.
6)    Menentukan dan mengembangkan instrumen penelitian
Apakah yang dimaksud dengan instrumen penelitian? Instrumen penelitian merupakan alat yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang dibutuhkannya. Beragam alat dan teknik pengumpulan data yang dapat dipilih sesuai dengan tujuan dan jenis penelitian ilmiah yang dilakukan. Setiap bentuk dan jenis instrumen penelitian memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Karena itu sebelum menentukan dan mengembangkan instrumen penelitian, perlu dilakukan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Salah satu kriteria pertimbangan yang dapat dipakai untuk menentukan instrumen penelitian adalah kesesuaiannya dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan. Tidak semua alat atau instrumen pengumpul data cocok digunakan untuk penelitian-penelitian tertentu.
7)    Menentukan subjek penelitian
Orang yang terlibat dalam penelitian ilmiah dan berperan sebagai sumber data disebut subjek penelitian. Seringkali subjek penelitian berkaitan dengan populasi dan sampel penelitian. Apabila penelitian ilmiah yang dilakukan menggunakan sampel penelitian dalam sebuah populasi penelitian, maka peneliti harus berhati-hati dalam menentukannya. Hal ini dikarenakan, penelitian yang menggunakan sampel sebagai subjek penelitian akan menyimpulkan hasil penelitian yang berlaku umum terhadap seluruh populasi, walaupun data yang diambil hanya merupakan sampel yang jumlah jauh lebih kecil dari populasi penelitian. Pengambilan sampel penelitian yang salah akan mengarahkan peneliti kepada kesimpulan yang salah pula.Sampel yang dipilih harus merepsentasikan populasi penelitian.
8)    Melaksanakan penelitian
Pelaksanaan penelitian adalah proses pengumpulan data sesuai dengan desain atau rancangan penelitian yang telah dibuat. Pelaksanaan penelitian harus dilakukan secara cermat dan hati-hati karena kan berhubungan dengan data yang dikumpulkan, keabsahan dan kebenaran data penelitian tentu saja akan menentukan kualitas penelitian yang dilakukan.Seringkali peneliti saat berada di lapangan dalam melaksanakan penelitiannya terkecoh oleh beragam data yang sekilas semuanya tampak penting dan berharga. Peneliti harus fokus pada pemecahan masalah yang telah dirumuskannya dengan mengacu pengambilan data berdasarkan instrumen penelitian yang telah dibuatnya secara ketat. Berdasarkan cara pengambilan data terhadap subjek penelitian, data dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu data langsung dan data tidak langsung. Data langsung adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dari sumber data (subjek penelitian), sementara data tidak langsung adalah data yang diperoleh peneliti tanpa berhubungan secara langsung dengan subjek penelitian yaitu melalui penggunaan media tertentu misalnya wawancara menggunakan telepon, dan sebagainya.
9)    Melakukan analisis data
Beragam data yang terkumpul saat peneliti melaksanakan penelitian ilmiahnya tidak akan mempunyai kana apapun sebelum dilakukan analisis. Ada beragam alat yang dapat digunakan untuk melakukan analisis data, bergantung pada jenis data itu sendiri. Bila penelitian ilmiah yang dilakukan bersifat kuantitatif, maka jenis data akan bersifat kuantitatif juga. Bila penelitian bersifat kualitatif, maka data yang diperoleh akan bersifat kualitatif dan selanjutnya perlu diolah menjadi data kuantitatif. Untuk itu perlu digunakan statistik dalam pengolahan dan analisis data.
10) Merumuskan hasil penelitian dan pembahasan
Pada hakekatnya merumuskan hasil penelitian dan melakukan pembahasan adalah kegiatan menjawab pertanyaan atau rumusan masalah penelitian, sesuai dengan hasil analisis data yang telah dilakukan. Pada saat melakukan pembahasan, berarti peneliti melakukan interpretasi dan diskusi hasil penelitian.Hasil penelitian dan pemabahasannya merupakan inti dari sebuah penelitian ilmiah.Pada penelitian ilmiah dengan pengajuan hipotesis, maka pada langkah inilah hipotesis itu dinyatakan diterima atau ditolak dan dibahas mengapa diterima atau ditolak. Bila hasil penelitian mendukung atau menolak suatu prinsip atau teori, maka dibahas pula mengapa demikian. Pembahasan penelitian harus dikembalikan kepada teori yang menjadi sandaran penelitian ilmiah yang telah dilakukan.
11) Menyusun laporan penelitian dan melakukan desiminasi.
Seorang peneliti yang telah melakukan penelitian ilmiah wajib menyusun laporan hasil penelitiannya. Penyusunan laporan dan desiminasi hasil penelitian merupakan langkah terakhir dalam pelaksanaan penelitian ilmiah. Format laporan ilmiah seringkali telah dibakukan berdasarkan institusi atau pemberi sponsor di mana penelitia itu melakukannya. Desiminasi dapat dilakukan dalam bentuk seminar atau menuliskannya dalam jurnal-jurnal penelitian. Ini penting dilakukan agar hasil penelitian diketahui oleh masyarakat luas (masyarakat ilmiah) dan dapat dipergunakan bila diperlukan.

B.   Data yang dperoleh melalui Penelitian Ilmiah
Berdasarkan bentuk dan sifatnya, data penelitian dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu data kualitatif (yang berbentuk kata-kata/kalimat) dan data kuantitatif (yang berbentuk angka). Data kuantitatif dapat dikelompokkan berdasarkan cara mendapatkannya yaitu data diskrit dan data kontinum. Berdasarkan sifatnya, data kuantitatif terdiri atas data nominal, data ordinal, data interval dan data rasio.
1)    Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata, bukan dalam bentuk angka. Data kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan data misalnya wawancara, analisis dokumen, diskusi terfokus, atau observasi yang telah dituangkan dalam catatan lapangan (transkrip). Bentuk lain data kualitatif adalah gambar yang diperoleh melalui pemotretan atau rekaman video.
2)    Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan. Sesuai dengan bentuknya, data kuantitatif dapat diolah atau dianalisis menggunakan teknik perhitungan matematika atau statistika. Berdasarkan proses atau cara untuk mendapatkannya, data kuantitatif dapat dikelompokkan dalam dua bentuk yaitu sebagai berikut:
a)    Data diskrit adalah data dalam bentuk angka (bilangan) yang diperoleh dengan cara membilang. Contoh data diskrit misalnya:
1)      Jumlah Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan XXX sebanyak 20.
2)      Jumlah siswa laki-laki di SD YYY sebanyak 67 orang.
3)      Jumlah penduduk di Kabupaten ZZZ sebanyak 246.867 orang.
Karena diperoleh dengan cara membilang, data diskrit akan berbentuk bilangan bulat (bukan bilangan pecahan).
b) Data kontinum adalah data dalam bentuk angka/bilangan yang diperoleh berdasarkan hasil pengukuran. Data kontinum dapat berbentuk bilangan bulat atau pecahan tergantung jenis skala pengukuran yang digunakan. Contoh data kontinum misalnya:
1)      Tinggi badan Budi adalah 150,5 centimeter.
2)      IQ Budi adalah 120.
3)      Suhu udara di ruang kelas 24o Celcius.
Berdasarkan tipe skala pengukuran yang digunakan, data kuantitatif dapat dikelompokan dalam empat jenis (tingkatan) yang memiliki sifat berbeda yaitu:
1)    Data nominal atau sering disebut juga data kategori yaitu data yang diperoleh melalui pengelompokkan obyek berdasarkan kategori tertentu.  Perbedaan kategori obyek hanya menunjukan perbedaan kualitatif. Walaupun data nominal dapat dinyatakan dalam bentuk angka, namun angka tersebut tidak memiliki urutan atau makna matematis sehingga tidak dapat dibandingkan. Logika perbandingan “>” dan “<” tidak dapat digunakan untuk menganalisis data nominal. Operasi matematika seperti penjumlahan (+), pengurangan (-), perkalian (x), atau pembagian (:) juga tidak dapat diterapkan dalam analisis data nominal. Contoh data nominal antara lain:
Jenis kelamin yang terdiri dari dua kategori yaitu:
(1)  Laki-laki
(2)  Perempuan
Angka (1) untuk laki-laki dan angka (2) untuk perempuan hanya merupakan simbol yang digunakan untuk membedakan dua kategori jenis kelamin. Angka-angka tersebut tidak memiliki makna kuantitatif, artinya angka (2) pada data di atas tidak berarti lebih besar dari angka (1), karena laki-laki tidak memiliki makna lebih besar dari perempuan. Terhadap kedua data (angka) tersebut tidak dapat dilakukan operasi matematika (+, -, x, : ). Misalnya (1) = laki-laki, (2) = perempuan, maka (1) + (2) ≠ (3), karena  tidak  ada  kategori  (3)  yang  merupakan  hasil  penjumlahan (1) dan (2).
Status pernikahan yang terdiri dari tiga kategori yaitu: (1) Belum menikah, (2) Menikah, (3) Janda/ Duda. Data tersebut memiliki sifat-sifat yang sama dengan data tentang jenis kelamin.
2)    Data ordinal adalah data yang berasal dari suatu objek atau kategori yang telah disusun secara berjenjang menurut besarnya. Setiap data ordinal memiliki tingkatan tertentu yang dapat diurutkan mulai dari yang terendah sampai tertinggi atau sebaliknya. Namun demikian, jarak atau rentang antar jenjang yang tidak harus sama. Dibandingkan dengan data nominal, data ordinal memiliki sifat berbeda dalam hal urutan. Terhadap data ordinal berlaku perbandingan dengan menggunakan fungsi pembeda yaitu  “>” dan “<”. Walaupun data ordinal dapat disusun dalam suatu urutan, namun belum dapat dilakukan operasi matematika ( +, – , x , : ). Contoh jenis data ordinal antara lain:
Tingkat pendidikan yang disusun dalam urutan sebagai berikut:
(1)  Taman Kanak-kanak (TK)
(2)  Sekolah Dasar (SD)
(3)  Sekolah Menengah Pertama (SMP)
(4)  Sekolah Menengah Atas (SMA)
(5)  Diploma
(6)  Sarjana
Analisis terhadap urutan data di atas menunjukkan bahwa SD memiliki tingkatan lebih tinggi dibandingkan dengan TK dan lebih rendah dibandingkan dengan SMP. Namun demikian, data tersebut tidak dapat dijumlahkan, misalnya SD (2) + SMP (3) ≠ (5) Diploma. Dalam hal ini, operasi  matematika ( + , – , x, : ) tidak berlaku untuk data ordinal.
Peringkat (ranking) siswa dalam satu kelas yang menunjukkan urutan prestasi belajar tertinggi sampai terendah. Siswa pada peringkat (1) memiliki prestasi belajar lebih tinggi dari pada siswa peringkat (2).
3)    Data Interval adalah data hasil pengukuran yang dapat diurutkan atas dasar kriteria tertentu serta menunjukan semua sifat yang dimiliki oleh data ordinal. Kelebihan sifat data interval dibandingkan dengan data ordinal adalah memiliki sifat kesamaan jarak (equality interval) atau memiliki rentang yang sama antara data yang telah diurutkan. Karena kesamaan jarak tersebut, terhadap data interval dapat dilakukan operasi matematika penjumlahan dan pengurangan ( +, – ). Namun demikian masih terdapat satu sifat yang belum dimiliki yaitu tidak adanya angka Nol mutlak pada data interval.
a)  Hasil pengukuran suhu (temperatur) menggunakan termometer yang dinyatakan dalam ukuran derajat. Rentang temperatur antara 00 Celcius sampai  10 Celcius memiliki jarak yang sama dengan 10 Celcius sampai  20 Celcius. Oleh karena itu berlaku operasi matematik ( +, – ), misalnya 150 Celcius + 150 Celcius = 300 Celcius. Namun demikian tidak dapat dinyatakan bahwa benda yang bersuhu 150 Celcius memiliki ukuran panas separuhnya dari benda yang bersuhu 300 Celcius. Demikian juga, tidak dapat dikatakan bahwa benda dengan suhu 00 Celcius tidak memiliki suhu sama sekali. Angka 00 Celcius memiliki sifat relatif (tidak mutlak). Artinya, jika diukur dengan menggunakan Termometer Fahrenheit diperoleh 00 Celcius = 320 Fahrenheit.
b)  Kecerdasaran intelektual yang dinyatakan dalam IQ. Rentang IQ 100 sampai  110 memiliki jarak yang sama dengan 110 sampai  120. Namun demikian tidak dapat dinyatakan orang yang memiliki IQ 150 tingkat kecerdasannya 1,5 kali dari urang yang memiliki IQ 100.
c)  Didasari oleh asumsi yang kuat, skor tes prestasi belajar (misalnya IPK mahasiswa dan hasil ujian siswa) dapat dikatakan sebagai data interval.
d)  Dalam banyak kegiatan penelitian, data skor yang diperoleh melalui kuesioner (misalnya skala sikap atau intensitas perilaku) sering dinyatakan sebagai data interval setelah alternatif jawabannya diberi skor yang ekuivalen (setara) dengan skala interval, misalnya:
Skor (5) untuk jawaban “Sangat Setuju”
Skor (4) untuk jawaban “Setuju”
Skor (3) untuk jawaban “Tidak Punya Pendapat”
Skor (2) untuk jawaban “Tidak Setuju”
Skor (1) untuk jawaban “Sangat Tidak Setuju”
Dalam pengolahannya, skor jawaban kuesioner diasumsikan memiliki sifat-sifat yang sama dengan data interval.
4)    Data rasio adalah data yang menghimpun semua sifat yang dimiliki oleh data nominal, data ordinal, serta data interval. Data rasio adalah data yang berbentuk angka dalam arti yang sesungguhnya karena dilengkapi dengan titik Nol absolut (mutlak) sehingga dapat diterapkannya semua bentuk operasi matematik ( + , – , x, : ). Sifat-sifat yang membedakan antara data rasio dengan jenis data lainnya (nominal, ordinal, dan interval) dapat dilihat dengan memperhatikan contoh berikut:
Pemahaman peneliti terhadap jenis-jenis data penelitian tersebut di atas bermanfaat untuk menentukan teknik analisis data yang akan digunakan. Terdapat sejumlah teknik analisis data yang harus dipilih oleh peneliti berdasarkan jenis datanya. Teknik analisis data kualitatif akan berbeda dengan teknik analisis data kuantitatif. Karena memiliki sifat yang berbeda, maka teknik analisis data nominal akan berbeda dengan teknik analisis data ordinal, data interval, dan data rasio.

BAB III CONTOH META ANALISIS PENELITIAN BAHASA
A.   Bidang Kajian yang Dipilih
Adapun contoh Meta Analisis Penelitian Bahasa yang dipilih penulis adalah mengenai analisis kesalahan gramatika dalam skripsi atau tesis.yang ditulis mahasiswa.

B.   Contoh Analisis
Kalimat  dapat  dikatakan  efektif  jika  memiliki  ciri  keutuhan, kepaduan dan keringkasan.
a)     Keutuhan
Kalimat  dapat  dikatakan  efektif  jika  memiliki  ciri  keutuhan  atau  sering  juga disebut  ciri  kesatuan.  Betatapapun  bentuk  sebuah  kalimat,  baik  kalimat  inti maupun  kalimat  luas  agar  tetap  berkedudukan  sebagai  kalimat  efektif,    haruslah mengungkapkan  sebuah  ide  pokok  atau  satu  kesatuan  pikiran.  Dalam  suatu kalimat, kesatuan terlihat jika kalimat tersebut meniliki satu gagasan pokok yang jelas.  Kalimat  yang  utuh  adalah  kalimat  yang  lengkap,  terdiri  atas  subjek  dan predikat.  Jika  dimungkinkan,  sebuah  kalimat bisa  juga  dilengkapi  dengan  objek dan  keterangan.  Jika  salah  satu  unsur  utama  kalimat  yakni  subjek  atau  predikat tidak  ada,  maka  kalimat  dinyatakan  tidak  utuh  atau  sering  disebut  kalimat pragmentaris.  Pada penelitian ini peneliti akan mengungkap keutuhan kalimat  pada beberapa skripsi atau tesis..

b)     Kepaduan 
Kepaduan  kalimat  berhubungan  dengan  struktur  atau  interelasi  antarunsur dalam  kalimat.  Dalam  sebuah  kalimat  hubungan  antarkata  harus  jelas  dan logis.  Kalimat  dapat  menjadi  tidak  padu  antara  lain  karena  kesalahan  penggunaan preposisi,  kesalahan  penempatan  aspek  dan  kata  kerja  bantu,  serta ketidakparalelan  bentuk  dan  kelas  kata.  Pada penelitian ini peneliti akan mencoba mengungkap kepaduan kalimat  pada beberapa skripsi atau tesis

c)     Keringkasan  
Keringkasan  sering  juga  disebut  kehematan.  Kehematan  adalah  adanya hubungan  jumlah  kata  yang  digunakan  dengan  luasnya  jangkauan  makna  yang diacu.  Sebuah  kata  dikatakan  hemat  atau  ringkas  bukan  karena  jumlah  katanya sedikit,  sebaliknya  dikatakan  tidak  hemat  karena  jumlah  katanya  terlalu  banyak (Putrayasa,  2009:55).  Dengan  kata  lain,  tidak  perlu  menggunakan  belasan  kata, kalau maksud yang dituju dapat dicapai dengan beberapa kata. Peneliti  mencoba menemukan  beberapa  kalimat  yang  tidak  memiliki sifat keringkasan dalam penulisannya.

C.   Contoh Teori (Tinjauan Kepustakaan) yang Digunakan
Agar mahasiwa dapat menulis skripsi/tesis dengan baik dan benar, pemahaman terhadapkaidah dasar komposisi yang meliputi (1) pemilihan kata, (2) penyusunan kalimat, dan (3) penyusunan alinea harus diperhatikan sebaik-baiknya (Sabariyanto, 1998:13). Pemilihan kata berarti menyangkut proses, perbuatan, cara memilih, yaitu proses, perbuatan, dan cara memilih kata yang dipergunakan untuk melambangkan ide atau pikiran yang disampaikan kepada orang lain (Ali, 1991:769). Lebih lanjut dijabarkan bahwa pemilihan kata ini dilakukan dalam rangka menyusun sebuah kalimat.
Pada penulisan skripsi/tesis, pemilihan kata selalu mengutamakan aspek-aspek (1) ketepatan, (2) kebakuan, (3) keumuman, (4) kehematan, dan (5) kehalusan makna atau kesantunan. Seseorang dapat dikatakan telah memilih kata dengan tepat apabila dalam kalimat telah mampu melambangkan idenya dengan utuh. Karena bahasa skripsi tergolong ragam resmi, kata-kata yang dipilih harus beragam baku. Selain itu, juga harus dipilih kata-kata yang dimengerti oleh masyarakat umum. Dalam memilih kata-kata harus selalu memperhatikan prinsipkehematan atau ekonomi bahasa, yaitu penghematan dalam pemakaian kata,bukan penghematan pemakaian huruf. Terakhir, pemilihan kata juga harus memperhatikan aspek kesopanan atau kehalusan makna. Sebagai contoh, tidak menggunakan kata tetapi diberhentikan.
Agar pesan yang disampaikan mudah dimengerti pembaca surat, kalimat yang tersusun harus efektif, selain strukturnya harus benar. Kalimat dikatakan efektif apabila bentuk kalimat dengan sadar dan sengaja disusun untuk mencapai daya informasi yang tepat dan baik (Parera, 1980:4). Selain itu, hal-hal lain yang harus diperhatikan dalam penyusunan kalimat antara lain adalah (1) kesatuan pikiran, (2) kesatuan susunan, dan (3) kelogisannya (Keraf, 1993:36). Setiap kalimat yang disusun harus mengandung ide atau pikiran. Ide atau pikiran yang dimaksud merupakan isi kalimat itu sendiri. Dengan demikian, isi kalimat itu harus merupakan sebuah kesatuan pikiran. Kesatuan susunan lebih mengarah pada hubungan yang jelas antara unsur-unsur kalimat, yaitu antarkata, subjek dengan predikat,predikat dengan objek (jika ada), juga dengan keterangannya (jika ada). Kalimat yang tersusun dalam skripsi harus logis dan merupakan hasil penalaran yang baik.
Isi skripsi/tesis  biasanya terdiri atas beberapa bagian yang berbentuk alinea atau paragraf. Agar pembentukan alinea-alinea dalam sebuah skripsi dapat tersusun dengan baik, sedikitnya ada tiga buah persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan yang dimaksud adalah (1) kepaduan bentuk alinea, (2) keterpautan makna alinaa, dan (3) pengembangan alinaa (Sabariyanto, 1998:29-36). Yang dimaksud dengan kepaduan bentuk alinea hubungan yang erat antara kalimat yang satu dengan yang lain dalam sebuah alinea. Kepaduan alinea antara lain dapat diwujudkan dengan mempertimbangkan hal-hal seperti (1) referensi, (2) substitusi, (3) elipsis, dan (4) konjungsi (Halliday,1976:10-26). Alinea yang baik harus mengandung keterpautan makna. Artinya, makna kalimat yang satu dengan yang lain harus berpautan atau harus berhubungan. Sebuah alinea hendaknya mengandung sebuah pokok pembicaraan saja. Penyusunan alinea dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu induktif dan deduktif. Induktif dimulai dengan mengemukakan berbagai pemaparan terlebih dahulu, baru kemudian dibuat simpulannya. Cara penyusunan deduktif merupakan kebalikan dari cara induktif tersebut (Keraf, 1993:62-66). Untuk program pelaksanaan bahasa Indonesia yang baik dan benar terutama untuk bidang skripsi-, biasanya akan dihadapkan pada beberapa masalah.
Ada dua permasalahan utama, yaitu masalah kebahasaan dan nonkebahasaan. Masalah kebahasaan berkaitan dengan persoalan-persoalan seperti (1) kesalahan ejaan, (2) kesalahan pemakaian huruf, (3) kesalahan kenulisan kata, (4) kesalahan pemakaian tanda baca, (5) kesalahan pemilihan kata, (6) kesalahan penyusunan kalimat, dan (7) ketidakpaduan bentuk alinea serta makna dalam alinea, sedangkan persoalan kesalahan nonkebahasaan menyangkut masalah-masalah seperti (1) bentuk surat, (2) pengaturan bagian -bagian surat, (3) kertas surat, dan (4) sampul surat (Sabariyanto, 1998:279-327).
Ada dua kemungkinan mahasiswa tidak menerapkan kaidah-kaidah bahasa ketika mereka membuat skripsi. Pertama, saat membuat skripsi mereka memang benar-benar tidak tahu bahwa mereka telah melanggar kaidah bahasa. Kedua, mereka kurang peduli dengan kaidah-kaidah bahasa yang telah ditentukan. Secara umum, kesalahan-kesalahan yang dilakukan adalah pelanggaran pada kaidah yang meliputi pembentukan kata, pemilihan kata yang tepat, penyusunan gramatika kalimat, pembentukan paragraph, penataan penalaran, serta kesalahan penerapan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (Arifin ,1993:12-13)

D. Contoh Daftar yang Digunakan
Adapun beberapa daftar pustaka yang digunakan dalam penelitian kebahasaan mengenai analisis kesalahan gramatika dalam skripsi atau tesis, adalah sebagai berikut:

Arifin, E. Zainal. 1993. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa Indonesia Jakarta:Akademika Pressindo

Achmad,  H.P  dan  Alexa.  2010. Bahasa  Indonesia  untuk  Perguruan  Tinggi.
Jakarta: Kencana Penanda Media Group.  

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
.
Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Kridalaksanan,  Harimurti.  1993. Kamus  Linguistik.  Edisi  Ketiga.  Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.

Putrayasa,  IB.  2009.  Kalimat  Efektif:  Diksi,  Struktur,  dan  Logika.  Bandung:  Refika Aditama.

Tarigan, Henry Guntur dan Djago Tarigan. 1990. Pengajaran Analisis Kesalahan.
Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henry  Guntur.  1994. Menulis  sebagai  Suatu  Keterampilan  Berbahasa. Bandung: Angkasa.


Verhaar,  J.W.M.  1996.  Pengantar  Linguistik.  Yogyakarta:  Gadjah  Mada University Press.


BAB III CONTOH META ANALISIS PENELITIAN SASTRA
A.   Bidang Kajian yang Dipilih
Contoh meta analisis penelitian sastra yang yang dipilih adalah analisis strukturalisme genetik novel.

B.   Contoh Analisis
Penelitian tentang analisis genetik karya sastra sesungguhnya meneliti tentang  pengaruh latar belakang pengarang terhadap karya sastra yang akan diciptakannya. pengaruh latar belakang pengarang terhadap karya sastra yang dibuatnya akan terlijhat dari  Struktur Intrinsik karya Sastra tersebut. Unsur-unsur intrinsik karya sastra novel meliputi : tema, alur atau plot, penokohan dan perwatakan, latar atau setting, amanat, sudut pandang, dan gaya bahasa. Penelitian ini akan mencoba menganalisis ketepatan peneliti terdahulu tentang ketepatan menganalisis strukturalisme novel tertentu.
Selain itu, penelitian ini juga akan mencoba mengungkapkan ketrepatan metodelogi yang digunakan peneliti terdahulu tentang analisis strukturalisme genetik novel. Adapun jenis metode yang digunakan strukturalisme genetik novel adalah deskriptif dan kualitatif. Semi (1993) mengatakan bahwa penelitian kualitatif dilakukan dengan mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi di antara konsep yang dikaji secara khusus.Dari pendapat di atas bahwa metode penelitian yaitu bagaimana langkah atau tehnik-tehnik kerja seseorang dalam melakukan suatu penelitian sehingga hasil yang dicapai sesuai dengan target yang diinginkan. Begitu juga penelitian deskriptif dan kualitatif bagaimana peneliti sendiri harus benar-benar menguasai dan memahami suatu konsep yang akan dikajinya secara serius.

C.   Langkah-langkah Pelaksanaan Penelitian
Adapun langkah-langkahnya penelitiannya adalah sebagai berikut:
1.    Mengidentifikasi dan merumuskan masalah
2.    Melakukan studi pendahuluan
3.    merumuskan hipotesis
4.    Mengidentifikasi variabel dan definisi operasional variabel
5.    Menentukan rancangan dan desain penelitian
6.    Menentukan dan mengembangkan instrumen penelitian
7.    Menentukan subjek penelitian
8.    Melaksanakan penelitian
9.    Melakukan analisis data
10. Merumuskan hasil penelitian dan pembahasan
11. Menyusun laporan penelitian dan melakukan desiminasi.

D.   Teori (Kepustakaan) yang Digunakan
1)     Pengertian Analisis
Pengertian analisis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (Depdiknas, 2001: 43). Menurut Zaidan, analisis merupakan penguraian karya sastra secara terinci atas unsur-unsurnya dan pertalian antara unsur-unsur itu (Zaidan, 1996:29). Sedangkan menurut Nurgiantoro, istilah analisis – misalnya analisis karya fiksi - menyaran pada pengertian mengurai karya itu atas unsur-unsur pembentuknya yang berupa unsur-unsur intrinsiknya (Nurgiantoro, 2002:30).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka pengertian istilah analisis dalam tulisan ini menyaran pada telaah terhadap suatu karya sastra dengan menguraikan unsur-unsur pembangun atau pembentuknya serta pertalian antara unsur-unsur tersebut.
Strukturalisme genetik adalah sebuah pendekatan di dalam penelitian sastra yang lahir sebagai reaksi dari pendekatan strukturalisme murni. Dalam tulisan ini, pengertian strukturalisme genetik mengacu pada pendapat Iswanto dalam Wuraji (2001:34) yaitu pendekatan penelitian sastra yang mengkonstruksikan pandangan dunia pengarang dengan memasukkan faktor genetik karya sastra artinya asal-usul karya sastra.

2)    Pengertian Novel
Istilah novel kini identik dengan novel. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti “karangan prosa yang melukiskan perbuatan pelakunya menurut watak dan isi jiwa masing-masing”. Nurgiantoro mengemukakan pengertian novel sama dengan novel yaitu:
Novel (Inggris: novel) dan cerita pendek (disingkat: cerpen;Inggris: short story) merupakan dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam perkembangannya yang kemudian, novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Dengan demikian, pengertian fiksi seperti dikemukakan di atas, juga berlaku untuk novel. Sebutan novel dalam bahasa Inggris – dan inilah yang kemudian masuk ke Indonesia – berasal dari bahasa Itali novella (yang dalam bahasa jerman novelle). Secara harfiah novella berarti ‘sebuah barang baru yang kecil’, dan kemudian diartikan sebagai ,cerita pendek dalam bentuk prosa’ (Abrams, 1981: 119). Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris: novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Nurgiantoro, 2002: 9).
Selanjutnya Zaidan juga mendefinisikan novel sama dengan novel yaitu :
Jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, latar rekaan yang menggelarkan kehidupan manusia atas dasar sudut pandang pengarang, dan; mengandung nilai hidup, diolah dengan teknik kisahan dan ragaan yang menjadi dasar konvensi penulisan.
Dengan demikian novel yaitu karangan yang melukiskan perbuatan pelakunya menurut isi dan jiwanya masing-masing yang diolah dengan teknik kisahan dan ragaan yang menjadi dasar konvensi penulisan.

3)    Teori Strukturalisme Genetik
a)  Teori Genetika
Genetika (dari bahasa Yunani γέννω atau genno yang berarti "melahirkan") merupakan cabang biologi yang penting saat ini. Ilmu ini mempelajari berbagai aspek yang menyangkut pewarisan sifat dan variasi sifat pada organisme maupun suborganisme (seperti virus dan prion). Ada pula yang dengan singkat mengatakan, genetika adalah ilmu tentang gen. Nama "genetika" diperkenalkan oleh William Bateson pada suatu surat pribadi kepada Adam Chadwick dan ia menggunakannya pada Konferensi Internasional tentang Genetika ke-3 pada tahun 1906.
Berdasarkan ilmu biologi gen adalah sifat yang diwariskan atau diturunkan dari orang tua, sedangkan kaitannya dengan dunia sastra adalah bagaimana pengaruh genetika atau latar belakang pegarang dalam menciptakan karya sastra.

b) Teori Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann
Secara defenitif stukturalisme genetik adalah analisis struktur dengan memberikan perhatian terhadap asal-usul karya (Ratna,2004:123). Strukturalisme genetik ditemukan oleh Lucien Goldmann, seorang filsuf dan sosiolog Rumania-Perancis. Teori tersebut dikemukakan dalam bukunya yang berjudul The Hidden God: a Study of Tragic Vision in the Pensees of Paskal and the Tragedies of Racine (Ratna, 2004:121-122).
Goldmann percaya bahwa karya sastra merupakan suatu struktur, inilah yang terkandung dalam pengertian strukturalisme. Tetapi struktur itu bukanlah suatu yang statis, melainkan dinamis karena merupakan produk dari proses sejarah yang terus berlangsung yang dihayati oleh masyarakat dimana karya sastra itu berada. Sedangkan istilah genetik mengandung pengertian bahwa karya sastra itu mempunyai asal-usulnya (genetik) di dalam proses sejarah atau masyarakat.
Lebih jauh Goldmann dalam Faruk (2003:12) membangun seperangkat kategori yang saling bertalian satu sama lain untuk menopang teorinya tersebut sehingga membentuk apa yang disebutnya strukturalisme genetik. Beberapa konsep dasar yang dikemukakan oleh Goldmann yang berkaitan untuk membentuk strukturalisme genetik tersebut antara lain : fakta kemanusiaan, pandangan dunia, struktur karya sastra, dialektika pemahaman-penjelasan.
1.    Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktifitas atau perilaku manusia baik yang verbal maupun yang fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Fakta itu dapat berwujud aktivitas sosial tertentu, aktivitas politik tertentu, maupun kreasi kultural seperti filsafat, seni rupa, seni musik, seni patung, dan seni sastra.
2.    Subjek kolektif atau trans-individual merupakan konsep yang masih sangat kabur. Subjek kolektif itu dapat berupa kelompok kekerabatan, kelompok sekerja, kelompok teritorial, dan sebagainya. Subjek kolektif itulah yang merupakan subjek karya sastra yang besar.
3.    Pandangan dunia. Yang dimaksud pandangan dunia adalah hubungan antara struktur karya sastra dan struktur masyarakat merupakan hubungan yang dimediasi oleh ideologi masyarakat. Pandangan dunia merupakan istilah yang cocok bagi kompleks menyeluruh dari gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu dan yang mempertentangkannya dengan kelompok-kelompok sosial yang lain.
4.    Struktur karya sastra. Dalam konteks strukturalisme genetik, konsep struktur karya sastra berbeda dari konsep struktur yang umumnya dikenal. Konsep struktur dalam struktualisme lebih bersifat tematik. Yang menjadi pusat perhatiannya adalah relasi antar tokoh dengan tokoh dan tokoh dengan objek yang ada di sekitarnya.
5.    Dialektika pemahaman-penjelasan. Sudut pandang dialektik mengukuhkan perihal tidak pernah adanya titik awal yang secara mutlak sahih. Oleh karena itu, dalam sudut pandang dialektik tersebut pikiran tidak pernah bergerak seperti garis lurus. Sehubungan dengan itu, metode dialektik mengembangkan dua konsep, yaitu keseluruhan-bagian dan pemahaman-penjelasan.
Pendekatan strukturalisme genetik pertama kali dikemukakan oleh Lucien Goldman, seorang ahli sastra berkebangsaan Perancis. Pendekatan strukturalisme genetik merupakan satu-satunya pendekatan yang mampu merekonstruksikan pandangan dunia pengarang (Wuradji, 2001:63).
Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat berpengaruh terhadap proses penciptaan karya sastra, baik dari segi isi maupun bentuknya atau strukturnya. Keberadaan pengarang dalam masyarakat tertentu turut mempengaruhi karyanya. Dengan demikian suatu masyarakat tertentu yang menghidupi pengarang dengan sendirinya akan melahirkan suatu jenis sastra tertentu pula.
Menurut Wuradji, kecenderungan tersebut didasarkan atas adanya suatu asumsi bahwa tata kemasyarakatan bersifat normatif, artinya mengandung unsur pengatur yang mau tidak mau harus dipatuhi. Pandangan, nilai, dan sikap tentu saja dipengaruhi oleh tata kemasyarakatan yang berlaku dan merupakan faktor yang turut menentukan apa yang harus ditulis pengarang, untuk siapa karya itu ditulis, dan apa tujuan penulisan karya sastra tersebut (Wurajdi, 2001: 63).
Selanjutnya dijelaskan oleh Goldman bahwa terdapat dua kelompok karya sastra. Karya sastra yang dihasilkan oleh kelompok pengarang utama adalah karya sastra yang sebangun dengan struktur kelompok atau kelas sosial tertentu. Sedangkan karya sastra kelompok pengarang kelas dua adalah karya sastra yang isinya sekedar reproduksi segi permukaan realitas sosial dan kesadaran kolektif (Wurajdi, 2001:64).
Goldman (dalam Wuradji, 2001:64) menyarankan agar penelitian sastra yang menggunakan pendekatan strukturalisme genetik menggunakan karya pengarang utama karena sastra yang dihasilkannya merupakan karya agung (masterpeace) yang di dalamnya mempunyai tokoh problematik (problematic hero) atau mempunyai wira yang bermasalah dan berhadapan dengan kondisi sosial yang memburuk (degraded) serta berupaya mendapatkan nilai yang sahih (authentic value). Pandangan dunia pengarang akan dapat terungkap melalui problematic hero-nya.
Pandangan dunia yang ditampilkan pengarang melalui problematic hero merupakan suatu struktur global yang bermakna. Pandangan dunia ini bukan semata-mata fakta empiris yang bersifat langsung tetapi merupakan suatu gagasan, aspirasi, dan perasaan yang dapat mempersatukan suatu kelompok sosial masyarakat. Pandangan dunia itu memperoleh bentuk konkret di dalam karya sastra. Pandangan dunia bukan fakta. Pandangan dunia tidak memiliki eksistensi objektif akan tetapi merupakan ekspresi teoritis dari kondisi dan kepentingan suatu golongan masyarakat tertentu (Wurajdi, 2001: 64).
Berdasarkan uaraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa pendekatan strukturalisme genetik memiliki aspek-aspek yang sangat bermanfaat dalam mengungkapkan makna sebuah karya sastra. Karena selain menguraikan unsur intrinsiknya juga lebih cermat mengangkat aspek-aspek sosiologis, serta menyadari sepenuhnya bahwa karya sastra itu dihasilkan melalui proses kreativitas dengan mengedepankan aspek imajinasi.
Selanjutnya Wurajdi (2001:64) memaparkan bahwa secara sederhana penelitian dengan pendekatan strukturalisme genetik dapat diformulasikan sebagai berikut. Pertama, penelitian dimulai kajian struktur intriksik karya sastra baik secara parsial maupun keseluruhannya. Kedua, mengkaji latar belakang sosial kelompok pengarang. Ketiga, mengkaji latar belakang sosial dan sejarah yang turut mengkondisikan karya sastra saat diciptakan oleh pengarangnya. Selanjutnya mencari premis-premis khusus dalam rangka menemukan premis umum, sebagai kesimpulan.
Melihat pendapat dari para ahli maka analisis genetik artinya pengaruh latar belakang pengarang terhadap karya sastra yang akan diciptakannya.

4)  Struktur Intrinsik Sastra
Unsur-unsur intrinsik karya sastra novel meliputi : tema, alur atau plot, penokohan dan perwatakan, latar atau setting, amanat, sudut pandang, dan gaya bahasa.

E.   Contoh Daftar Pustaka yang Digunakan
Adapun beberapa daftar pustaka yang digunakan dalam penelitian sastra yang berkaitan dengan analisis strukturalisme genetik novel, antara lain sebagai berikut:
Djojosuroto,Kinayati dan Sujmaryati. 2004. Prisnisp Penelitian Bahasa dan Sastra. Bandung: Yayasan Nuasa Cendikia

Jabrohim. 2012.  Teori Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Semi, Atar. 1988. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Bandung : Angkasa.

Siswantoro. .2010. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Suryabrata, Sumadi. 2003. Metodologi Penelitian. Yogyakarta : UGM Press.

Wellek, Rene dan Warren, Austin. 1995. Teori Kesusastraan. Jakarta : PT. Gramedia.

Wurajdi, 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta : PT. Hamindita Graha Widia..

Zaidan, Abdul Rozak, Anita K. Rustapa, dan Hani’ah. 1996. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Balai Pustaka.


= Baca Juga =



No comments:

Post a Comment

    Info Kurikulum Merdeka

    Info Kurikulum Merdeka
    Info Kurikulum Merdeka