1. Definisi Evaluasi
Evaluasi artinya
penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam sebuah program. Padanan kata evaluasi adalah assessment yang menurut Tardif et. al. (1989), berarti: proses penilaian untuk menggambarkan prestasi
yang capai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah dite kan. Selain
kata evaluasi dan assessment ada pula kata lain yang searti dan relatif lebih
masyhur dalam dunia pendidikan kita y tes, ujian, dan ulangan.
Istilah THB (Tes Hasil Belajar) dan TPB (Tes Prestasi Bela adalah alat-alat
ukur yang banyak digunakan untuk menen taraf keberhasilan sebuah proses
mengajar-belajar (teaching-learn process)
atau untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah pro pengajaran. Sementara itu,
istilah evaluasi biasanya digunakan un menilai hasil pembelajaran para siswa
pada akhir jenjang pendi tertentu, seperti Evaluasi Belajar Tahap Akhir dan
Evaluasi Be lajar Tahap Akhir Nasional (EBTA dan EBTANAS).
2. Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Evaluasi yang berarti pengungkapan dan pengukuran hasil
be itu, pada dasarnya merupakan proses penyusunan deskripsi s baik secara kuantitatif maupun
kualitatif. Namun perlu diketahui bahwa,
kebanyakan pelaksanaan evaluasi cende bersifat kuantitatif, lantaran penggunaan
simbol angka atau skor menentukan kualitas keseluruhan kinerja akademik siswa
than sangat nisbi. Walaupun begitu, guru yang piawai dan profesional berusaha
mencari kiat evaluasi yang lugas, tuntas, dan meliputi luruh kemampuan ranah
cipta, rasa, dan karsa siswa.
a. Tujuan
Evaluasi
Pertama, untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah du oleh
siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu. Hal ini berarti dengan
evaluasi guru dapat mengetahui kemajuan perubahan tingkah laku siswa sebagai
hasil proses belajar dan mengajar y melibatkan dirinya selaku pembimbing dan
pembantu kegiatan belajar siswanya itu.
Kedua, untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa
dalam kelompok kelasnya. Dengan demikian, hasil evaluasi itu dapat dijadikan
guru sebagai alat penetap apakah siswa tersebut ternasuk kategori cepat,
sedang, atau lambat dalam arti mutu kemampuan belajarnya.
Ketiga, untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam
belajar. Hal ini berarti bahwa dengan evaluasi, guru akan dapat mengetahui
gambaran tingkat usaha siswa. Hasil yang baik pada umumnya menunjukkan adanya
tingkat usaha yang efisien, sedangkan hasil yang buruk adalah cerminan usaha
yang tidak efisien (lihat Model 5 dan 6).
Keempat,
untuk mengetahui hingga sejauh mana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitifnya
(kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar. Jadi, hasil
evaluasi itu dapat dijadikan guru sebagai gambaran realisasi pemanfaatan kecerdasan
siswa.
Kelima, untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode
mengajar yang telah digunakan guru dalam proses mengajarbelajar (PMB). Dengan
demikian, apabila sebuah metode yang dig,unakan guru tidak mendorong munculnya
prestasi belajar siswa yang memuaskan, guru seyogianya mengganti metode
tersebut atau mengkombinasikannya dengan metode lain yang serasi.
b. Fungsi Evaluasi
Di samping memiliki
tujuan, evaluasi belajar juga memiliki fungsi-fungsi sebagaimana tersebut di
bawah ini.
·
Fungsi administratif
untuk penyusunan daftar nilai dan pengisian buku raport.
·
Fungsi promosi untuk
menetapkan kenaikan atau kelulusan.
·
Fungsi diagnostik untuk mengidentifikasi
kesulitan belajar si dan merencanakan program remedial teaching (pengaJaran
perbaikan)
·
Sebagai sumber data BP yang dapat memasok
data siswa terte tu yang memerlukan bimbingan dan penyuluhan (BP).
·
Sebagai bahan pertimbangan pengembangan pada
masa y akan datang yang meliputi pengembangan kurikulum, met dan alat-alat PBM.
Selanjutnya,
selain memiliki fungsi-fungsi seperti di atas, eval asi juga mengandung fungsi
psikologis yang cukup signifikan b siswa maupun bagi guru dan orangtuanya. Bagi
siswa, penilaian guru merupakan alat bantu untuk mengatasi kekurangmampuan ata
ketidakmampuannya dalam menilai kemampuan dan kemajuan di nya sendiri. Dengan
mengetahui taraf kemampuan dan kemaju dirinya sendiri, siswa memiliki self-consciousness,
kesadarannya yang c lugas mengenai eksistensi dirinya, dan juga
metacognitive, pengetah yang benar mengenai batas kemampuan akalnya sendiri
(Mulcah et a1,1991). Dengan demikian, siswa diharapkan mampu menentu kan posisi
dan statusnya secara tepat di antara teman-teman da masyarakatnya sendiri.
Bagi
orangtua atau wali siswa, dengan evaluasi itu kebutuharn akan pengetahuan
mengenai hasil usaha dan tanggung jawabny mengembangkan potensi anak akan
terpenuhi. Pengetahuan sepe
ini
dapat mendatangkan rasa pasti kepada orangtua dan wali sisw~ dalam menentukan
langkah-langkah pendidikan lanjutan bao anaknya. Sementara itu, bagi para guru
sendiri (sebagai evaluator) hasil evaluasi prestasi tersebut dapat membantu
mereka dalam menentukan warna sikap "efikasi-diri" dan
"efikasi-kontekstual" sebagaimana yang dipaparkan pada Bab 8 Subbab C
dalam buku ini:
Di
samping itu, evaluasi prestasi belajar sudah tentu juga berfungsi sebagai
sarana pemenuhan ketentuan konstitusional UUSPN/ 1989 Bab XII Pasa143 yang
berbunyi: "Terhadap kegiatan dan kemajuan belajar peserta didik dilakukan
penilaian".
3. Ragam Evaluasi
Pada
prinsipnya, evaluasi hasil belajar merupakan kegiatan berencana dan
berkesinambungan. Oleh karena itu, ragamnya pun banyak, mulai yang paling
sederhana sampai yang paling kompleks.
a.
Pre-test dan Post-test
Kegiatan pre-test dilakukan guru secara rutin
pada setiap akan memulai penyajian materi baru. Tujuannya, ialah untuk
mengidentifikasi taraf pengetahuan siswa mengenai bahan yang akan disajikan.
Evaluasi seperti ini berlangsung singkat dan sering tidak memerlukan instrumen
tertulis.
Post-test adalah kebalikan dari pre-test, yakni kegiatan evaluasi
yang dilakukan guru pada setiap akhir penyajian materi. Tujuannya adalah untuk
mengetahui taraf penguasaan siswa atas materi yang telah diajarkan. Evaluasi
ini juga berlangsung singkat dan cukup dengan menggunakan instrumen sederhana
yang berisi item-item yang jumlahnya sangat terbatas.
b.
Evaluasi Prasyarat
Evaluasi jenis ini sangat mirip dengan pre test.
Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi penguasaan siswa atas materi lama yang
mendasari materi baru yang akan diajarkan. Contoh: evaluasi penguasaan
penjumlahan bilangan sebelum memulai pelajaran perkalian bilangan, karena
penjumlahan merupakan prasyarat atau dasar perkalian.
c.
Evaluasi Diagnostik
Evaluasi ini dilakukan setelah selesai penyajian sebuah
satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi bagian-bagian tertentu yang
belum dikuasai siswa. Instrumen evaluasi jenis ini dititikberatkan pada
bahasan tertentu yang dipandang telah membuat siswa menda• patkan kesulitan.
d.
Evaluasi Formatif
Evaluasi
jenis ini dilakukan pada setiap akhir penyajian satu pelajaran atau modul.
Tujuannya ialah untuk memperoleh um balik yang mirip dengan evaluasi
diagnostik, yakni untuk men nosis (mengetahui penyakit/kesulitan) kesulitan
belajar siswa. H diagnosis kesulitan belajar tersebut digunakan sebagai bahan
pera bangan rekayasa pengajaran remedial (perbaikan).
e.
Evaluasi Sumatif
Ragam
penilaian sumatif dilakukan untuk mengukur kinerj akademik atau prestasi
belajar siswa pada akhir periode pelak program pengajaran. Evaluasi ini lazim
dilakukan pada setiap semester atau akhir tahun ajaran. Hasilnya dijadikan
bahan lapo resmi mengenai kinerja akademik siswa dan bahan penentu naik a
tidaknya siswa ke kelas yang lebih tinggi.
f.
EBTA dan EBTANAS
EBTA
(Evaluasi Belajar Tahap Akhir) dan EBTAN (Evaluasi Belajar Tahap Akhir
Nasional) pada prinsipnya sa dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai alat
penentu kenaik status siswa. Namun, EBTA clan EBTANAS ini dirancang un siswa
yang telah menduduki kelas tertinggi pada suatu jenja pendidikan tertentu
seperti jenjang SD dan MI (Madras Ibtidaiyah), dan seterusnya.
4. Ragam Alat Evaluasi
Secara
garis besar, ragam alat evaluasi terdiri atas dua maca bentuk, yaitu: l) bentuk
obyekti dan 2) bentuk subyektif. Bentuk obyektif biasanya
diwujudkan dalam bentuk-bentuk alternatif jawaban, pengisian titik-titik, dan
pencocokan satu pernyataan dengan pernyataan lamnya.
a.
Bentuk
Obyektif
Bentuk ini lazim juga
disebut tes obyektif, yakni tes yang jawabannya dapat diberi skor nilai secara
lugas (seadanya) menurut pedoman yang ditentukan sebelumnya Ada lima macam tes
yang termasuk dalam evaluasi ragam obyektif ini.
1. Tes Benar-Salah
Tes
ini merupakan alat evaluasi yang paling bersahaja, baik dalam hal susunan
item-itemnya, maupun dalam hal cara menjawabnya. Soalsoal dalam tes ini
berbentuk pernyataan yang pilihan jawabannya hanya dua macam, yakni
"B" jika pernyataan tersebut benar dan "S" jika salah.
Apabila soal-soalnya disusun dalam bentuk pertanyaan, biasanya alternatif
jawaban yang harus dipilih ialah "ya" atau "tidak".
Dalam
dunia pendidikan modern, tes semacam itu sudah lama ditinggalkan karena dua
alasan, yakni:
1) Tes
"B-S" tidak menghargai kreativitas akal siswa karena mereka hanya
didorong untuk memilih sekenanya salah satu dari dua alternatif yang ada.
2)
Tes "B-S" dalam beberapa segi
tertentu dianggap sangat rendah tingkat reliabilitasnya.
2. Tes Pilihan Berganda
Item-item dalam tes pilihan berganda
(multiple choice) biasanya berupa pertanyaan atau pernyataan yang dapat dijawab
dengan memilih salah satu dari empat atau lima alternatif jawaban yang
mengiringi setiap soal. Cara yang sangat lazim dilakukan ialah menyilang (X)
salah satu huruf a, b, c, d, atau e yang menan alternatif jawaban yang benar.
Contoh:
Sila keberapakah yang melarang kita menganut paham
ateisme?
a. Sila kesatu
b. Sila kedua
c. Sila ketiga
d. Sila keempat
e. Sila kelima
Pada
zaman modern sekarang, dunia pendidikan, khususnya Barat, sudah mulai
meninggalkan tes pilihan berganda kecuali unt keperluan-keperluan di luar pengukuran
prestasi belajar. Alasan-alasan ditinggalkannya jenis tes ini ialah:
·
kurang mendorong kreativitas ranah cipta dan
karsa siswa, karena ia hanya merasa disuruh berspekulasi, yakni menebakx dan
menyilang secara untung-untungan;
·
sering terdapat dua jawaban (di antara empat
atau lima alternatif) yang identik atau sangat mirip, sehingga terkesan kurang
diskriminatif;
·
sering terdapat satu jawaban yang sangat
mencolok kebenarannya, sehingga jawaban-jawaban lainnya terlalu gampang untuk
ditinggalkan.
Namun demikian,
sampai batas tertentu tes pilihan berganda masih dapat dipakai untuk
mengevaluasi prestasi belajar siswa dengan catatan, penyusunannya dilakukan
secara ekstra cermat. Dalam hal ini, guru seyogianya berusaha sebaik-baiknya
untuk menghindari kelemahan-kelemahan di atas.
3. Tes Pencocokan (Menjodohkan)
Tes
pencocokan (matching test) disusun dalam dua daftar yang masing-masing
memuat kata, istilah, atau kalimat yang diletakkan bersebelahan. Tugas siswa
dalam menjawab item-item soal ialah mencari
pasangan yang selaras antara kalimat atau istilah yang ada pada daftar A (berisi
item-item yang ditandai dengan nomor urut 1 sampai 10 dan seterusnya menurut
kebutuhan) dengan daftar B terdiri atas item-item yang ditandai huruf a, b, c,
dan seterusnya.
Untuk menjaga mutu reliabilitas dan validitamya, salah satu daftar instrumen evaluasi di
atas sebaiknya ditambah sekitar 10% sampai 20%. Dengan demikian, kemungkinan
siswa menebak sekenanya pada saat mengerjakan satu atau dua soal yang terakhir
dapat dihindari. Agar lebih jelas, berikut ini penyusun sajikan sebuah contoh.
4. Tes Isian
Alat
tes isian biasanya berbentuk cerita atau karangan pend yang pada bagian-bagian
yang memuat istilah atau nama terten dikosongkan. Tugas siswa dalam hal ini
berpikir untuk menem kata-kata yang relevan dengan karangan tersebut. Lalu
kata-ka itu dituliskan pada titik-titik atau ruang kosong yang terdapat p badan
karangan tadi.
Untuk
memperjelas uraian mengenai tes isian itu, selanjutn penyusun sajikan sebuah
contoh paling sederhana. Contoh i penyusun kutip dari teks alenia ketiga
Pembukaan Undang-Un Dasar 1945.
Petunjuk
Isilah
titik-titik di bawah ini dengan kata-kata yang benar!
Atas berkat rahmat... ... ... Yang Maha Kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan ... ... ..., supaya berkehidupan kebangsaan yang ...
... ..., mkaa rakyat Indonesia menyatakan dengan ini ... ... ... ... "
5. Tes Pelengkapan (Melengkapi)
Cara
menyelesaikan tes melengkapi pada dasarnya sama dengan cara menyelesaikan tes
isian. Perbedaannya terletak pada kalimat~ kalimat yang digunakan sebagai
instrumen. Dalam tes melengkapi,
kalimat-kalimat
yang tersusun dalam bentuk karangan atau cerita pendek, tetapi dalam bentuk
kalimat-kalimat yang masing-masing berdiri sendiri, seperti contoh berikut.
Petunjuk
:
Isilah
titik-titik yang ada pada setiap kalimat di bawah ini dengan kata-kata yang
sesuai!
1.
Namalain Pedoman Penghayatan danPengamalan Pancasila ialah
2.
Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara termasuk
pengamalan Sila .................
3.
Saling mencintai sesama manusia ter»uuuk pengamalan Sila
.......
4.
Berani membela ........... dan ....... adalah termasuk pengamalan
Sila Kemanusiaan yangAdil dan Beradab.
b. Bentuk Subyektif
Alat evaluasi yang berbentuk tes subyektif adalah alat
pengukur prestasi belajar yang jawabannya tidak dinilai dengan skor atau angka
pasti, seperti yang digunakan untuk evaluasi obyektif. Hal ini disebabkan
banyaknya ragam gaya jawaban yang diberikan oleh para siswa. Instrumen evaluasi
mengambil bentuk essay examination, yakni
soal ujian mengharuskan siswa siswa menjawab setiap pertanyaan dengan cara
menguraikan atau dalam bentuk karangan bebas.
Banyak ahli menganggap evaluasi subyektif itu sukar
sekali dipercaya reliabilitas dan validitasnya, karena subyektivitas guru penilainya lebih menonjol
(Suryabrata,1984). Cdntoh; sebuah esai jawaban yang hari ini diberi nilai 70,
mungkin dua minggu yang akan datang, jika diperiksa lagi akan diberi nilai 60
atau 80. Alasan ini konon berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan lebih dari
setengah abad yang lalu, antara lain oleh E.W. Tiegs (1939) dan Strach &
Elliof (1939).
Namun demikian, menghindari pemakaian tes subyektif (essay test) hanya karena alasan subyektivitas guru adalah suatu
tindakan yang berlawanan dengan perkembangan modernisasi pendidikan. Tes esai
kini lebih populer di mana-mana khususnya di negara-negara maju, mengingat
keunggulannya yang sulit ditandingi terutama oleh instrumen tes B-S dan pilihan berganda yang sering
mendorong siWI bermain
tebak-tebakan atau "menghitung kancing" itu.
Ada beberapa keunggulan tes esai yang secara implisit
diak juga oleh Suryabrata (1984), yakni
bahwa:
1. Tes esai tidak hanya mampu mengungkapkan materi hasi
jawaban siswa
tetapi juga cara atau jalan yang ditempuh
untul memperoleh jawaban itu.
2. Tes esai dapat mendorong siswa untuk berfikir kreatif,
kritis,; bebas, mandiri, tetapi tanpa melupakan tanggung jawab.
Mengenai
sikap subyektif guru penilai tidak perlu menjadi halangan penggunaan tes ini,
sebab seperti objektivitas, subjektivitas juga ada batasnya. Alhasil, persoalan
kita sekarang ialah bagaimana kita mencetak guru-guru profesional dalam arti
luas dan komprehensif.
5. Syarat Alat Evaluasi
Langkah pertama yang perlu ditempuh guru dalam menilai
prestasi belajar siswa adalah menyusun alat evaluasi (test instrument) yang sesuai dengan kebutuhan, dalam arti tidak menyimpang
dari indikator dan jenis prestasi yang diharapkan. Mengenai hal ini dapat Anda
lihat dalam Tabe17 yang berisi jenis, indikator, dan cara pengukuran prestasi.
Persyaratan pokok penyusunan alat evaluasi yang baik
dalam perspektif psikologi belajar (Thepsychology oflearning) meliputi dua macam, yakni: l) reliabilitas; 2) validitas
(Cross, 1974; Barlow,1985; Butler, 1990). Persyaratan lain seperti obyektif,
diskriminatif, dan sebagainya yang dikemukakan oleh kebanyakan penyusun buku
psikologi pendidikan dan buku ilmu kependidikan pada umumnya tidak dibahas
dalam buku ini, mengingat secara implisit telah termasuk dalam dua macam syarat
di atas.
Reliabilitas.
Secara sederhana, reliabilitas (reliability) berarti hal
tahan uji atau dapat dipercaya. Sebuah alat evaluasi dipandang reliabel (reliable) atau tahan uji, apabila memiliki
konsistensi atau keajegan hasil. Artinya, apabila alat itu diujikan kepada
kelompok siswa pada waktu tertentu menghasilkan prestasi "X", maka
prestasi yang sama atau hampir sama dengan "X" itu dapat pula dicapai
kelompok siswa tersebut setelah diuji ulang dengan alat yang sama pada waktu
lain.
Validitas. Pada prinsipnya, validitas (validity) berarti
keabsahan atau kebenaran. Sebuah alat evaluasi dipandang valid (absah) apabila
dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Contohnya, apabila sebuah alat
evaluasi bertujuan mengukur prestasi belajar matematika, maka item-item
(butir-butir soan dalam alat itu hendaknya hanya ""direkayasa untuk
mengukur kemampuan matematis para siswa. ;Kemampuan-kemampuan iainnya yang
tidak relevan, seperti ;kemampuan dalam bidang bahasa, E'S, dan sebagainya
tidak perlu 1 diukur oleh instrumen evaluasi matematika tersebut.
6. Evaluasi Pelbagai Ranah Psikologis
Pada bagian ini akan dibahas serba singkat alternatif
pengukuran keberhasilan belajar baik yang berdimensi ranah cipta, ranah rasa,
maupun ranah karsa. Namun, tekanan khusus pada bagian ini akan 4iberikan pada
pengukuran prestasi ranah rasa, mengingat sangat Jarangnya buku yang membahas
masalah tersebut secara memadai.
a.
Evaluasi Prestasi
Kognitif
Mengukur keberhasilan siswa yang berdimensi kognitif
(ranah ipta) dapat dilakukan dengan berbagai cam, baik dengan tes tertulis
naupun tes lisan dan perbuatan. Karena semakin membengkaknya umlah siswa di
sekolah-sekolah, tes lisan dan perbuatan hampir ;ak pernah digunakan lagi.
Alasan lain mengapa tes lisan khususnya Eurang mendapat perhatian ialah karena
pelaksanaannya yang face 'o face (berhadapan langsung). Dampak negatif yang tak jarang muncul akibat tes yang
face tj face itu, ialah sikap dan perlakuan yang subyektif dan kurang adil;:',
sehingga soal yang diajukan pun tingkat kesukarannya berbeda;
antara satu dengan yang lainnya. Di satu pihak
ada siswa yang diberi:, 'soal yang mudah dan terarah (sesuai dengan topik)
sedangkan di' pihak lain ada pula siswa yang ditanyai masalah yang sukar
bahkari~ terkadang tidak relevan dengan topik.,
Untuk mengatasi masalah subyektivitas itu, semua jenis
tes tertulis baik yang berbentuk subyektif maupun yang berbentuk obyek '
(kecuali tes B-S), seyogianya dipakai sebaik-baiknya oleh para guru,.
Namun
demikian, apabila Anda menghendaki informasi yang lebih akurat mengenai
kemampuan kognitif siswa, selain tes B - S, tes pilihan berganda juga
sebaiknya tidak digunakan. Sebagai gantinya, Anda sangat dianjurkan untuk
menggunakan tes pencocokan (matching:;
test), tes isian, dan tes esai. Khusus untuk mengukur
kemampuan analisis dan sistesis siswa, Anda lebih dianjurkan untuk menggunakan
tes esai, karena tes ini adalah satu-satunya ragam instrumen evaluasi' paling
tepat untuk mengevaluasi dua jenis kemampuan akal siswa tadi
b. Evaluasi
Prestasi Afektif
Dalam merencanakan
penyusunan instrumen tes prestasi siswa yang berdimensi afektif (ranah rasa)
jenisrjenis prestasi internalisasi dan karakterisasi (lihatTabel l l)seyogianya
mendapat perhatian khusus. Alasannya, karena kedua jenis prestasi ranah rasa
itulah yang lebih banyak mengendalikan sikap dan perbuatan siswa.
Salah satu bentuk tes
ranah rasa yang populer ialah "Skala Likert" (LAert Scale) Yang
tu)uannya untuk mengidentifikasi kecenderungan/ sikap orang (Reber,1988).
Bentuk skala ini menampung pendapat yang mencerminkan sikap sangat setuju,
ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Rentang skala ini diberi skor
1 sampai 5 atau 1 sampai 7 bergantung kebutuhan dengan catatan skor-skor itu
dapat mencerminkan sikap-sikap mulai sangat "ya" sampai "sangat
tidak". ;
Perlu pula dicatat, untuk memudahkan
identifikasi jenis kecenderungan
afektif siswa yang representatif, item item skala sikap sebaiknya dilengkapi
dengan labeUidentitas sikap yang meliputi: l) doktrin, yakni pendirian; 2) komitmen, yakni
ikrar setia untuk melakukan atau meninMalkan suatu perbuatan; 3) pieng&)Wan,
yakru pengalaman batin; 4) wawasan, yakni pandangan atau cara
memandang sesuatu.
7. Batas Minimal Prestasi Belajar
Setelah mengetahui indikator prestasi belajar
di atas, guru perlu pula mengetahui bagaimana kiat menetapkan batas minimal
keber. hasilan belajar para siswanya. Hal ini penting karena mempertim. bangkan
batas terendah prestasi siswa yang dianggap berhasil dalasx arti luas bukanlah
perkara mudah. Keberhasilan dalam arti lull berarti keberhasilan yang meliputi
ranah cipta, rasa, dan karsa siswa
Ranah-ranah psikologis,
walaupun berkaitan satu sama lain, ke nyataannya sukar diungkap sekaligus bila
hanya melihat perubahaa yang terjadi pada salah satu ranah. Contoh; seorang
siswa yan€ memiliki nilai tinggi dalam bidang studi agama Islam misalnya belum
tentu rajin beribadah salat. Sebaliknya, siswa lain yang hany; mendapat nilai
cukup dalam bidang studi tersebut, justru menun jukkan perilaku yang baik dalam
kehidupan beragama sehari hari.
Jadi, nilai hasil
evaluasi sumatif atau TPB "X" dalam raport misalnya, mungkin secara
afektif dan psikomotor menjadi "X-' atau "X+". Inilah tantangan
berat yang harus dihadapi oleh par guru sepanjang masa. Untuk menjawab
tantangan ini guru seyogia nya tidak hanya terikat oleh kiat penilaian yang
bersifat kognitii tetapi juga memperhatikan kiat penilaian afektif dan
psikomoto siswa.
Menetapkan batas minimum
keberhasilan belajar siswa selah berkaitan dengan upaya pengungkapan hasil
belajar. Ada beberap alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan siswa
setel mengikuti proses mengajar-belajar. Di antara norma-nor pengukuran
tersebut ialah:
a. Norma
skala angka dari 0 sampai 10;
b. Norma skala angka dari 0 sampai 100.
Angka terendah yang
menyatakan kelulusan/ keberhasilan belajar (passing grade) skala
0-10 adalah 5,5 atau 6, sedangkan untuk skala 0-100. adalah 55 atau 60. Alhasil
pada prinsipnya jika seorang siswa dapat menyelesaikan lebih dari separuh tugas
atau dapat menjawab lebih dari setengah instrumen evaluasi dengan benar, ia
dianggap telah memenuhi target minimal keberhasilan belajar. Namun demikian,
kiranya perlu dipertimbangkan oleh para guru sekolah penetapan passing grade yang lebih tinggi (misalnya 65 atau 70) untuk pelajaranpelajaran
inti (core subject). Pelajaran-pelajaran inti ini meliputi, antara lain: bahasa
dan matematika, karena kedua bidang studi ini (tanpa mengurangi pentingnya
bidang-bidang studi lainnya) merupakan "kunci pintu"
pengetahuan-pengetahuan lainnya. Pengkhususan passing grade seperti
ini sudah berlaku umum di negara-negara maju dan meningkatkan kemajuan belajar
siswa dalam bidang studi lainnya
Selanjutnya, selain
norma norma tersebut di atas, ada pula norma lain yang di negara kita baru
berlaku di perguruan tinggi, yaitu norma prestasi
belajar dengan menggunakan simbol huruf-huruf A, B, C, D, dan E. Simbol
huruf-huruf ini dapat dipandang sebagai terjemahan dari simbol angka-angka
sebagaimana tampak pada Tabe berikut : .
Tabel Perbandingan Nilai Angka, Huruf, dan
Predikatnya
Simbol-simbol
Nilai
|
|||||
Angka
|
Huruf
|
Predikat
|
|||
8
-
|
10
=
|
80
|
-
100 =
3,1 – 4
|
A
|
Sangat
baik
|
7 -
|
7,9 =
|
70
|
- 79 = 2,1 – 3
|
B
|
Baik
|
6 -
|
6,9 =
|
60
|
- 69 = 1,1 – 2
|
C
|
Cukup
|
5
|
- 5,9 =
|
50
|
- 59 = 1
|
D
|
Kurang
|
0
|
-
4,9 =
|
0
|
- 49 = 0
|
E
|
Ga
gal
|
Perlu ditambahkan bahwa simbol nilai angka yang berskala
antara 0 sampai 4 seperti yang tampak pada tabel di atas lazim dipakai
diperguruan tinggi. Skala angka yang berinterval jauh lebih pendek daripada
skala angka lainnya itu dipakai untuk menetapkan indeks prestasi OP) mahasiswa,
baik pada setiap semester maupun pada akhir penyelesaian studi.
Seusai memperhatikan macam-macam norma yang menetapkan
tingkat keberhasilan siswa seperti tampak pada tabel di atas mungkin Anda
bertanya: norma manakah yang paling tepat dan representatif
(mewakililmenggambarkan yang sebenarnya)? Sesungguhnya, norma mana pun dapat
Anda. pakai, asal sejalan dengan aturan institusional kependidikan yang telah
ditetapkan oleh lembaga yang berwewenang.
Hal lain yang justru lebih penting dalam proses evaluasi
prestasi bukan norma mana yang harus diambil, melainkan sejauh mana norma itu
dipakai secara lugas untuk mengevaluasi seluruh kecakapan siswa (kognitif,
afektif, dan psikomotor).
C. KESIMPULAN
1. Evaluasi adalah penilaian terhadap keberhasilan
program pembelajaran siswa, yang
bertujuan antara lain untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai
siswa, dan berfungsi antara lain untuk menentukan posisi siswa dalam
kelompoknya.
2. Ragam evaluasi terdiri atas: pre-test dan
post-test, evaluasi prasyarat, evaluasi diagnostik, evaluasi formatif, evaluasi
sumatif, EBTA dan EBTANAS.
3. Evaluasi prestasi hasil belajar meliputi: 1)
prestasi kognitif; 2) prestasi afektif; dan 3) prestasi psikomotor.
4. Evaluasi prestasi kognitif dapat dilakukan
dengan berbagai cara, baik dengan tes tertulis maupun tes lisan dan perbuatan.
5. Evaluasi prestasi afektif dapat dilakukan dengan
menggunakan Skala Likert (LikertScale) yang
tujuannya untuk mengidentifikasi kecenderungan/sikap siswa mulai sangat setuju,
ragu-ragu, tidak setuju dan sangat tidak setuju terhadap sesuatu yang harus
direspons.
6. Evaluasi prestasi psikomotor dapat dilakukan
dengan mengobservasi perilaku jasmaniah siswa format/lembar observasi
keterampilan melakukan pekerjaan tertentu.
7. Batas minimal keberhasilan belajar siswa (passing grade) pada umumnya adalah 5,5 atau 6,0 untuk skala nilai 0.0 -10, dan 55 atau 60 untuk skala 10 -100, tetapi untuk mata pelajaran inti
(core subject)
batas minimalnya adalah 6,5 atau 7,0.
No comments:
Post a Comment