INTEGRASI TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) KE DALAM PROSES PEMBELAJARAN |
A. Pendahuluan
Dunia
telah berubah. Dewasa ini kita hidup dalam era informasi/global. Dalam era
informasi, kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi telah memungkinkan
terjadinya pertukaran informasi yang cepat tanpa terhambat oleh batas ruang dan
waktu (Dryden & Voss, 1999). Berbeda dengan era agraris dan industri,
kemajuan suatu bangsa dalam era informasi sangat tergantung pada kemampuan
masyarakatnya dalam memanfaatkan pengetahuan untuk meningkatkan produktifitas.
Karakteristik masyarakat seperti ini dikenal dengan istilah masyarakat berbasis
pengetahuan (knowledge-based society). Siapa yang menguasai pengetahuan maka ia
akan mampu bersaing dalam era global.
Oleh
karena itu, setiap negara berlomba untuk mengintegrasikan TEKNOLOGI INFORMASI
DAN KOMUNIKASI (TIK) untuk semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegaranya
untuk untuk membangun dan membudayakan masyarakat berbasis pengetahuan agar
dapat bersaing dalam era global. Apa akibatnya? Negara yang telah maju dan
mampu mengintegrasikan teknologi tersebut secara sistemik/holistik, melompat
berkali lipat jauh lebih maju. Beberapa contoh yang telah maju dan jauh
meninggalkan diantaranya adalah Singapura, Jepang dan Korea. Sementara itu,
negara-negara berkembang lain yang belum mampu mengintegrasikan teknologi
tersebut secara komprehensif semakin berkali lipat jauh tertinggal. Kondisi
seperti ini dinamakan kesenjangan digital (digital divide).
Indonesia,
perlu segera mengurangi kesenjangan digital ini dengan mengintegrasikan
TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) secara sistemik untuk semua sektor
pemerintahan seperti perdagangan/bisnis, administrasi publik, pertahanan dan
keamanan, kesehatan dan termasuk pendidikan. Dalam makalah ini, penulis ingin
mengupas masalah pengintegrasian TIK
dalam pendidikan. Tapi, penulis membatasi pembahasan hanya pada masalah yang
lebih mikro, yaitu pengintegrasian TIK dalam lingkup pembelajaran (ruang
kelas). Sementara itu, yang dimaksud dengan teknologi informasi dan komunikasi
disini meliputi teknologi cetak maupun non-cetak (seperti teknologi audio,
audio-visual, multimedia, internet dan pembelajaran berbasis web).
Beberapa
permasalahan yang penulis ingin coba dibahas dalam makalah ini meliputi: 1) apa
yang dimaksud dengan pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran? 2)
seperti apakah contoh bentuk pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran?;
3) mengapa TIK perlu diintegrasikan dalam pembelajaran?; 4) pendekatan seperti
apa yang dapat digunakan dalam mengintegrasikan TIK ke dalam proses
pembelajaran?; dan 5) pertimbangan apa sajakah yang perlu dilakukan dalam
mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran?
B. Permasalahan
1. Apa yang Dimaksud dengan Mengintegrasikan
TIK ke dalam proses pembelajaran?
Mari
kita bandingkan dua kalimat berikut!
”Learning to Use ICTs vs Using ICTs to Learn”. Secara sederhana,
mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran sama maknanya dengan
menggunakan TIK untuk belajar (using
ICTs to learn) sebagai lawan dari belajar menggunakan TIK (learning to use
ICTs). Belajar menggunakan TIK mengandung makna bahwa TIK masih dijadikan sebagai obyek belajar
atau mata pelajaran.
Sebenarnya,
UNESCO mengklasifikasikan tahap penggunaan TIK dalam pembelajaran ekdalam empat
tahap sebagai beirkut:
1. Tahap emerging
2. Tahap applying,
3. tahap integrating
4. Tahap transforming
Tahap
emerging, baru menyadari akan pentingnya TIK untuk pembelajaran dan belum
berupaya untuk menerapkannya. Tahap applying, satu langkah lebih maju dimana
TIK telah dijadikan sebagai obyek untuk dipelajari (mata pelajaran). Pada tahap
integrating, TIK telah diintegrasikan ke
dalam kurikulum (pembelajaran). Tahap transforming merupakan tahap yang paling
ideal dimana TIK telah menjadi katalis bagi perubahan/evolusi pendidikan. TIK
diaplikasikan secara penuh baik untuk proses pembelajaran (instructional
purpose) maupun untuk administrasi (administrational purpose).
Apa
yang terjadi dalam praktek pembelajaran di negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia, TIK masih dijadikan sebagai obyek atau mata pelajaran. Sebagian
besar, TIK masih dijadikan sebagai obyek belajar atau mata pelajaran di
sekolah-sekolah. Bahkan di tingkat perguruan tinggi atau akademi, banyak dibuka
program studi yang berkaitan dengan TIK, seperti teknik informatika, manajemen
informatika, teknik komputer, dan lain-lain.
Secara ideal, kondisi yangs seharusnya terjadi adalah TIK sudah diintegrasikan dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh, mari kita perhatikan salah satu bentuk pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran yang ditunjukkan dalam oleh suatu rencana pembelajaran (lesson plan) yang pernah dibuat oleh beberapa guru SMA sebagai berikut:
Secara ideal, kondisi yangs seharusnya terjadi adalah TIK sudah diintegrasikan dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh, mari kita perhatikan salah satu bentuk pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran yang ditunjukkan dalam oleh suatu rencana pembelajaran (lesson plan) yang pernah dibuat oleh beberapa guru SMA sebagai berikut:
Tabel 1:
Contoh Rencana Pembelajaran yang Mengintegrasikan TIK
No.
|
Topics
|
Grade
Level
|
Objectives
|
Instructional Activities and ICT Used
|
01.
|
The
Creation of Universe
|
1st
|
Students will be able:
- to describe the
theories of universe creation
- to compare theories
of universe creation among each other
|
- students watch
video shows (VCD) of the universe creation
- given a book of
universe creation, students (in group) analyze the differences among theories
of universe creation
- each group write
their report using word processor application (e.g. MS Word).
|
02.
|
Square
Equation
|
1st
|
- to determine the
root of square equation using factor and abc’ formula (rules)
- to use discriminant
to solve the square equation problems
|
- student studying
the equation of square from CD-ROM
- teacher discussing
them and explain how to use the rule of square equation more deeply using MS
Powerpoint
- students solving
problems given by teacher
- as a follow up,
students assign to solve the problems related to the square equation and
write the equation using equation facilities on MS Word
- students submit
their homework via e-mail to the teacher
|
06.
|
Narrative
Monolog Discourse : “Aspect of Love”
|
1st
|
- to write a
monologue discourses related to the theme of “Aspect of Love” in the form of
poetry.
|
- students choose a
project related to the theme of “Love” from http://www.iearn.org
- students studying
the project description and procedures the choosen
- students write
their own poetry related to the theme
of “Love” according to the project procedure suggested using MS Word or MS
Power Point.
- Students send their
poetry to the teacher and their friends in the world through mailing list
(group) on http://www.iearn.org to have
some comments or feedback.
|
*)
Contoh ini diambil dari hasil Pelatihan Perancangan Pembelajaran Berbasis TIK
yang dihasilkan oleh guru-guru SMA rintisan South-east Asia Schoolnet
(SEA-Schoolnet) Program, kerjasama antara Pustekkom dengan UNESCO-Bangkok,
2004). Pelatihan ini juga dilaksanakan oleh delapan negara di Asia Tenggara
yang tergabung dalam program tersebut. Sengaja dikutip sesuai aslinya dalam
Bahasa Inggris.
Rencana
pembelajaran di atas menunjukkan secara jelas bahwa melalui pengintegrasian TIK
ke dalam proses pembelajaran, disamping tujuan pembelajaran tercapai ada suatu
agenda terselubung (hidden agenda)
penting yang dapat dicapai pula, yaitu ICTs Literacy, seperti siswa dapat melakukan browsing informasi
melalui internet, berkomunikasi melalui e-mail, membuat laporan dengan aplikasi
pengolah kata (MSWord), atau mempresentasikan sesuatu dengan MSPowerpoint. Inilah yang dimaksud dengan mengintegrasikan
TIK ke dalam proses pembelajaran. Fryer (2001) mengatakan bahwa penggunaan TIK
dalam pembelajaran bertujuan untuk melatih keterampilan menggunakan TIK dengan
cara mengintegrasikannya ke dalam aktifitas pembelajaran, bukan mengajarkan TIK
tersebut sebagai mata pelajaran yang terpisah. Jadi, sudah saatnya TIK
diintegrasikan ke dalam proses pembelajaran dan bukan hanya sekedar menjadi
mata pelajaran yang terpisah.
2. Mengapa
Pengintegrasian TIK ke dalam Proses Pembelajaran Penting?
Jawabannya
sangat berkaitan erat dengan mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia untuk
siap memasuki era masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society).
Tahun 2020 Indonesia akan memasuki era perdagangan bebas (AFTA). Pada masa itu,
masyarakat Indonesia harus memiliki ICT literacy yang mumpuni dan kemampuan
menggunakannya untuk meningkatkan produktifitas (knowledge-based society).
pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan ICT
literacy, membangun karakteristik masyarakat berbasis pengetahuan
(knowledge-based society) pada diri siswa, disamping dapat meningkatkan
efektifitas dan efisiensi proses pembelajaran itu sendiri.
UNESCO
(2002) menyatakan bahwa pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran
memiliki tiga tujuan utama: 1) untuk membangun ”knowledge-based society
habits” seperti kemampuan memecahkan
masalah (problem solving), kemampuan berkomunikasi, kemampuan mencari,
mengoleh/mengelola informasi, mengubahnya menjadi pengetahuan baru dan
mengkomunikasikannya kepada oranglain; 2) untuk mengembangkan keterampilan
menggunakan TIK (ICT literacy); dan 3) untuk meningkatkan efektifitas dan
efisiensi proses pembelajaran.
Mengapa
demikian? Karena secara teoretis TIK memainkan peran yang sangat luar biasa
untuk mendukung terjadinya proses belajar yang:
·
Active; memungkinkan siswa dapat terlibat aktif oleh
adanya proses belajar yang menarik dan bermakna.
·
Constructive;
memungkinkan siswa dapat menggabungkan ide-ide baru kedalam pengetahuan yang
telah dimiliki sebelumnya untuk memahami makna atau keinginan tahuan dan
keraguan yang selama ini ada dalam benaknya.
·
Collaborative;
memungkinkan siswa dalam suatu kelompok atau komunitas yang saling bekerjasama,
berbagi ide, saran atau pengalaman, menasehati dan memberi masukan untuk sesama
anggota kelompoknya.*
·
Intentional;
memungkinkan siswa dapat secara aktif dan antusias berusaha untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
·
Conversational;
memungkinkan proses belajar secara inherent merupakan suatu proses sosial dan
dialogis dimana siswa memperoleh keuntungan dari proses komunikasi tersebut
baik di dalam maupun luar sekolah.
·
Contextualized;
memungkinkan situasi belajar diarahkan pada proses belajar yang bermakna
(real-world) melalui pendekatan ”problem-based atau case-based learning”
·
Reflective;
memungkinkan siswa dapat menyadari apa yang telah ia pelajari serta merenungkan
apa yang telah dipelajarinya sebagai bagian dari proses belajar itu sendiri.
(Jonassen (1995), dikutip oleh Norton et al (2001)).
Dengan
kata lain, TIK memungkinkan pembelajaran dapat disampaikan untuk berbagai
modalitas belajar (multisensory), baik audio, visual, maupun kinestetik
(dePorter et al, 2000). TIK memungkinkan pembelajaran disampaikan secara
interaktif dan simulatif sehingga memungkinkan siswa belajar secara aktif. TIK
juga memungkinkan untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi (seperti
problem solving, pengambilan keputusan, dll.) serta secara tidak langsung
meningkatkan ”ICT literacy” (Fryer, 2001).
Dari
rencana pembelajaran di atas terlihat jelas bahwa melalui mata pelajaran
Fisika, Biologi atau Bahasa Inggris misalnya, secara tidak langsung ICT
literacy siswa berkembang. Disamping itu, dengan metode pembelajaran yang lebih
bersifat konstruktif (contructivisme) secara tidak langsung keterampilan
berpikir tingkat tinggi (seperti berpikir kritis, problem solving, dll.) dan
keterampilan berkomunikasi dengan TIK pada diri siswa juga meningkat. Dengan
kata lain, pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran dapat membangun
karakteristik masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society) pada
diri siswa. Jika pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran dilakukan
sejak saat ini, maka siswa-siswi tahun 2005 misalnya, akan siap menjadi bagian
dari masyarakat global pada masa diberlakukannya AFTA tahun 2020 mendatang.
Penulis merasa bahwa pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran merupakan
masalah yang ”urgent” untuk mempersiapkan sumber daya manusia berbasis
pengetahuan (knowledge-based human resources) yang sangat diperlukan di abad
ke-21 ini.
Tidaklah
heran kalau seorang futurolog, Eric Ashby (1972) seperti dikutip oleh Miarso
(2004) menyatakan bahwa perkembangan TIK
yang semakin mutakhir saat ini telah membawa revolusi pendidikan yang keempat.
Revolusi pertama terjadi ketika orang menyerahkan pendidikan anaknya kepada
seorang guru. Revolusi kedua terjadi ketika diguanakannya tulisan untuk keperluan
pembelajaran. Revolusi ketiga terjadi seiring dengan ditemukannya mesin cetak
sehingga materi pembelajaran dapat disajikan melalui media cetak. Revolusi
keempat terjadi ketika digunakannya perangkat elektronik seperti radio,
televisi komputer dan internet untuk pemerataan dan perluasan pendidikan.
3.
Bagaimana Mengintegrasikan TIK ke dalam Proses Pembelajaran?
Dari
sisi pendekatan, Fryer (2001) menyarankan dua pendekatan yang dapat dilakukan
guru ketika merencanakan pembelajaran yang mengintegrasikan TIK, yaitu: 1)
pendekatan topik (theme-centered approach); dan 2) pendekatan software
(software-centered approach).
·
Pendekatan
Topik (Theme-Centered Approach); Pada pendekatan ini, topik atau satuan
pembelajaran dijadikan sebagai acuan. Secara sederhana langkah yang dilakukan
adalah: 1) menentukan topik; 2)
menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai; dan 3) menentukan
aktifitas pembelajaran dan software (seperti modul. LKS, program audio,
VCD/DVD, CD-ROM, bahan belajar on-line di internet, dll) yang relevan untuk
mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Rencana pembelajaran yang dicontohkan di
atas merupakan salah satu contoh penggunaan pendekatan ini.
·
Pendekatan
Software (Software-centered Approach); menganut langkah yang sebaliknya. Langkah
pertama dimulai dengan mengidentifikasi software (seperti bku, modul, LKS,
program audio, VCD/DVD, CD-ROM, bahan belajar on-line di internet, dll) yang
ada atau dimiliki terlebih dahulu. Kemudian menyesuaikan dengan topik dan
tujuan pembelajaran yang relevan dengan software yang ada tersebut. Sebagai
contoh, karena di sekolah hanya ada beberapa VCD atau mungkin CD-ROM tertentu
yang relevan untuk suatu topik tertentu, maka guru merencanakan pengintegrasian
software tersebut untuk mengajar hanya topik tertentu tersebut. Topik yang
lainnya terpaksa dilaksanakan dengan cara konvensional.
Sedangkan
dari sisi strategi pembelajaran, ada beberapa pendekatan yang disarankan untuk
membangun keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa, diantaranya adalah: 1)
resource-based learning; 2) case-based learning; 3) problem-based learning; 4)
simulation-based learning; dan 5) collaborative-based learning
(http://www.microlessons.com).
·
Resources-based
learning memiliki karakteristik dimana siswa diberikan/disediakan berbagai
ragam dan jenis bahan belajar baik cetak (buku, modul, LKS, dll) maupun non
cetak (CD/DVD, CD-ROM, bahan belajar online) atau sumber belajar lain (orang,
alat, dll) yang relevan untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai. Kemudain siswa diberikan tugas untuk melakukan aktifitas belajar
tertentu dimana semua sumber belajar yang mereka butuhkan telah disediakan.
Sebagai contoh, tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah siswa dapat
membandingkan beberapa teori penciptaan alam semesta. Untuk dapat mencapai
tujuan pembelajaran tersebut, guru telah mengidentifikasi dan menyiapkan
berbagai bentuk dan jenis sumber belajar yang berisi informasi tentang teori
penciptaan alam semesta berupa buku, VCD, CD-ROM, alamat situs di internet dan
mungkin seorang narasumber ahli astronomi yang diundang khusus ke kelas.
Kemudian siswa ditugaskan untuk mencari minimal dua teori tentang penciptaan
alam semesta secara individu atau kelompok baik dari buku, VCD, maupun internet
sesuai dengan seleranya. Siswa juga diminta untuk menganalisis perbedaan dari
berbagai segi tentang teori-teori tersebut dan membuat laporannya dalam MSWord
yang kemudian dikirim ke guru dan teman lainnya melalui e-mail.
·
Case-based
learning memiliki karakteristik dimana siswa diberikan suatu permasalahan
terstruktur untuk dipecahkan. Dengan case-based learning solusi pemecahan
masalahnya sudah tertentu karena skenario sudah dibuat dengan jelas. Tapi,
dalam problem-based learning kemungkinan solusi pemecahan masalahnya akan
berbeda. Misal, dua orang siswa
diberikan satu permasalahan dengan pendekatan problem-based learning. Maka
solusi yang diberikan oleh siswa yang satu dengan siswa yang lain mungkin
berbeda.
·
Simulation-based
learning memiliki karakteristik dimana siswa diminta untuk mengalami suatu
peristiwa yang sedang dipelajarinya. Sebagai contoh, siswa diharapkan dapat
membedakan perubahan percampuran warna-warna dasar. Maka, melalui suatu
software tertentu (misal virtual lab) siswa dapat melakukan berbagai
percampuran warna dan melihat perubahan-perubahannya. Dan ia dapat mencatat
laporannya dalam bentuk tabel dengan menggunakan MSExcell atau MSWord. Atau
kalau perlu mempresentasikan hasilnya dengan menggunakan MSPowerpoint.
·
Colaborative-based
learning memiliki karakteristik dimana siswa dibagi kedalam beberapa kelompok,
melakukan tugas yang berbeda untuk menghasilkan satu tujuan yang sama. Sebagai
contoh, untuk mencapai tujuan pembelajaran dimana siswa dapat membedakan
beberapa teori penciptaan alam semesta, siswa dibagi ke dalam tiga kelompok.
Masing-masing kelompok ditugas kan mencari satu teori penciptaan alam semesta.
Kemudian ketiga kelompok tersebut berkumpul kembali untuk mendiskusikan
perbedaan teori tersebut dari berbagai segi dan membuat laporannya secara
kolektif. Salah seorang siswa dapat ditunjuk untuk menyajikan hasilnya.
Sebagai
sumbang saran, dalam rangka mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran
(kelas), penulis merekomendasikan beberapa hal berikut untuk dipecahkan secara
sistemik dan simultan:
·
Dukungan
Kebijakan; sekolah mengeluarkan kebijakan untuk mengedepankan pengintegrasian
TIK untuk pembelajaran. Misalnya melalui pencananagan visi, misi, peraturan dan
rencana induk/rencana strategis sekolah ke depan.
·
e-Leadership;
Kepala sekolah dan atau beberapa guru panutan di sekolah menyadari penuh
pentingnya peran TIK untuk pembelajaran dan berupaya untuk terus mempelajari
dan menerapkannya di sekolah.
·
Penyiapan
SDM; sekolah mengembangkan ICT literacy para guru dan kompetensi guru dalam
mengintegrasikan TIK kedalam pembelajaran (termasuk berbagai strategi/metode
pembelajaran yang efektif). Bila perlu
guru mengadopsi atau mengadaptasi strategi pembelajaran yang telah terbukti
efektif dan mengkomunikasikannya dengan
kolega. Bila perlu mengembangkan
sendiri. Hal ini dpat dilakukan melalui pelatihan, pengiriman mengikuti loka
karya atau seminar, terlibat aktif dalam komunitas jaringan sekolah dan
lain-lain. Disamping itu, sekolah juga harus menyiapkan tenaga teknis dalam
bidang TIK untuk pembelajaran.
·
Penyiapan
fasilitas; sekolah menyiapkan fasilitas yang kondusif agar terjadinya belajar
berbasis aneka sumber dengan menyiapkan beberapa fasilitas seperti perpustakaan
(cetak dan non-cetak), komputer yang terhubung dengan LAN, koneksi internet,
VCD/DVD player plus televisi, serta komposisi ruang kelas.
·
Penyediaan
software pembelajaran; penyediaan software pembelajaran seperti buku, modul,
LKS, program audio cassette, VCD/DVD, CD-ROM interaktif, dan lain-lain dapat
dilakukan dengan cara membeli produk yang telah ada di pasar atau memproduksi
sendiri.
·
Penyiapan
tenaga teknis; fasilitas TIK yang ada di sekolah hendaknya didukung oleh
beberapa tenaga teknis yang memiliki keahlian atau keterampilan dalam mengelola
dan memlihara peralatan tersebut.
D. Kesimpulan dan Harapan
Sebagai
kesimpulan, akankah pengintegrasian TIK ke dalam proses pembelajaran dalam
konteks kondisi Indonesia saat ini dapat berjalan dengan baik? Fakta nyata
menunjukkan bahwa ada upaya secara sporadis dari beberapa sekolah-sekolah, baik
sekoalh negeri maupun swasta di beberapa kota besar di Indonesia yang telah
berupaya mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran. Walaupun mungkin
belum sempurna, tapi telah menunjukkan adanya perbedaan baik bagi hasil belajar
maupun apresiasi siswa, orang tua maupun guru.
Contoh
kecil tersebut, penting untuk dijadikan sebagai catatan. Ke depan, upaya
beberapa sekolah yang secara sporadis ini perlu mendapat dukungan secara
nasional sebagai bagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan. Oleh sebab itu,
pemerintah diharapkan dapat mengakomodasi masalah penting ini dengan secara
top-down mengeluarkan suatu kebijakan pemanfaatan TIK untuk pendidikan
(e-education) yang disertai dengan dukungan infratsruktur teknologi informasi
yang memadai. Akankah pendidikan Indonesia berjalan di tempat, sementara negara
tetangga seperti Singapura, Malaysia, Fhilipina dan Thailand melesat jauh
kedepan melalui visi e-education-nya yang jauh lebih terarah? Mudah-Mudahan
Tidak!
DAFTAR
PUSTAKA
Dryden,
Gordon; dan Voss, Jeanette; (1999), ”the Learning Revolution: to Change the Way
the World Learn”, the Learning Web, Torrence, USA,
http://www.thelearningweb.net.
Fryer,
Wesley A.; (2001), “Strategy for effective Elementary Technology Integration”,
http://www.wtvi.com/teks/integrate/tcea2001/powerpointoutline.pdf
NIE,
Singapore, “General Typology of Teaching Strategies in Integrated Learning
System”, http://www.microlessons.com.
Norton,
Priscilla; dan Spargue, Debra; (2001), “Technology for Teaching”, Allyn and
Bacon, Boston, USA.
UNESCO
Institute for Information Technologies in Education (2002), “Toward Policies
for Integrating ICTs into Education” Hig-Level Seminar for Decision Makers and
Policy-Makers, Moscow 2002.
Yusufhadi
Miarso; (2004). ”Menyemai Benih Teknologi Pendidikan” Prenada Media, Jakarta.
No comments:
Post a Comment