Belajar
Implementasi Penilaian Sikap Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam proses
pembelajaran kegiatan mengukur atau melakukan pengukuran merupakan kegiatan
yang paling umum dilakukan dan merupakan tindakan yang mengawali kegiatan
evaluasi dalam penilaian hasil belajar. Kegiatan mengukur itu pada umumnya
tertuang dalam bentuk tes dengan berbagai variasinya. Dalam
praktek, teknik tes inilah yang lebih sering dipergunakan dalam
rangka mengevaluasi hasil belajar peserta didik.
Pernyataan di atas
tidaklah harus diartikan bahwa teknik tes adalah satu-satunya teknik
untuk melakukan evaluasi hasil belajar, sebab masih ada teknik yang lainnya
yang dapat dipergunakan, yaitu teknik non tes yang sangat cocok digunakan
untuk menilai aspek sikap (afektif) dan perilaku (psikomotor). Dengan teknik
non tes maka penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan
dengan tanpa menguji peserta didik, melainkan dilakukan dengan pengamatan
secara sistematis (observation), melakukan wawancara (interview), menyebarkan
angket (questionnaire), skala (skala sikap, skala minat), studi kasus, dan
sosiometri.
Kuesioner dan
wawancara pada umumnya digunakan untuk menilai pendapat atau pandangan
seseorang serta harapan dan aspirasinya disamping aspek afektif dan perilaku
individu. Skala dapat digunakan untuk menilai aspek afektif seperti skala sikap
dan skala minat serta ranah kognitif seperti skala penilaian. Pengamatan
biasanya dilakukan untuk memperoleh data mengenai perilaku individu atau proses
kegiatan tertentu. Studi kasus digunakan untuk memperoleh data yang
komprehensif mengenai kasus-kasus tertentu dari individu. Sosiometri pada
umumnya digunakan untuk menilai aspek perilaku individu, terutama hubungan
sosialnya.
Seiring dengan
implementasi Kurikulum 2013 penilaian sikap menjadi salah satu keharusan. Namun
dalam pelaksanaannya guru banyak mengalami kesulitan karena mereka sangat
jarang menggunakan teknik ini jika dibandingkan dengan penggunaan tes dalam
menilai hasil belajar peserta didik. Para guru di sekolah pada umumnya lebih
banyak menggunakan tes mengingat alatnya mudah dibuat, penggunaannya lebih
praktis, yang dinilai terbatas pada aspek kognitif berdasarkan hasil-hasil yang
diperoleh siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Oleh karena itu, untuk
membahas dan memperjelas secara umum tentang cara dan alat penilaian sikap kami
menyusun makalah yang berjudul “Implementasi Penilaian Sikap dalam Pembelajaran
Bahasa Indonesia”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan
permasalahan dalam tulisan ini adalah “Bagaimana cara pengukuran dan pengembangan
instrumen penilaian sikap?”
C. Pertanyaan Kajian
Adapun pertanyaan
kajian dalam penulisan makalah ini adalah:
1)
Apa pentingnya penilaian sikap dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia?
2)
Apa obyek dalam penilaian sikap. dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia
3)
Bagaimana cara pengukuran penilaian sikap
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.
4)
Apa manfaat penilaian sikap dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia
BAB II LANDASAN TEORI
A Pengertian
Sikap
Sikap
merupakan salah satu istilah yang sering digunakan dalam mengkaji atau membahas
tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sikap yang ada pada seseorang
akan membawa warna dan corak pada tindakan, baik menerima maupun menolak dalam
menanggapi sesuatu hal yang ada diluar dirinya. Melalui pengetahuan tentang
sikap akan dapat menduga tindakan yang akan diambil seseorang terhadap sesuatu
yang dihadapinya. Meneliti sikap akan membantu
untuk mengerti tingkah laku seseorang.
Menurut Ahmadi (2007:151), sikap
adalah kesiapan merespon yang
bersifat positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten.
Pendapat ini memberikan gambaran bahwa sikap merupakan reaksi mengenai objek
atau situasi yang relatif stagnan yang disertai
dengan adanya perasaan tertentu
dan memberi dasar pada
orang tersebut untuk membuat
respon atau perilaku dengan cara
tertentu yang dipilihnya. Sedangkan menurut Secord dan Backman dalam Azwar
(2005:5) bahwa sikap adalah keteraturan
tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran
(kognisi) dan predisposisi tindakan
(konasi) seseorang terhadap satu
aspek dilingkungan sekitarnya.
Sikap
(attitude) menurut Purwanto
(2000:141) merupakan suatu cara bereaksi terhadap suatu perangsang. Suatu
kecenderungan untuk bereaksi dengan cara tertentu terhadap suatu perangsang
atau situasi yang dihadapinya. Dalam hal
ini, sikap merupakan penentuan penting dalam tingkah laku manusia untuk
bereaksi. Oleh karena itu, orang yang memiliki sikap positif terhadap suatu
objek atau situasi tertentu ia akan memperlihatkan kesukaaan atau kesenangan (like), sebaliknya orang yang memiliki
sikap negatif ia akan memperlihatkan ketidaksukaan atau ketidaksenangan (dislike).
Sementara
itu menurut D. Krech dan RS. Crutchfield yang dikutip oleh Ahmadi (2007:159)
sikap adalah organisasi yang tetap dari proses motivasi, persepsi atau
pengamatan atas suatu aspek dari kehidupan individu. Pendapat ini mempertegas
hubungan antara sikap dengan motivasi maupun persepsi. Hubungan ini dapat
berlangsung dua arah atau saling mempengaruhi. Sikap dapat dipengaruhi oleh
motivasi dan persepsi seseorang terhadap suatu objek atau keadaan tertentu atau
sebaliknya motivasi dan persepsi seseorang dipengaruhi oleh sikap seseorang
terhadap suatu objek atau keadaan tertentu.
Berpijak
dari beberapa pendapat tentang definisi sikap, maka dapat disimpulkan bahwa
sikap adalah suatu kecenderungan
atau kesediaan seseorang baik
berupa perasaan, pikiran dan tingkah laku untuk bertindak dengan cara tertentu
terhadap suatu objek atau situasi tertentu.
Jadi
yang dimaksud sikap peserta didik terhadap pembelajaran di sini adalah keadaan
dalam diri peserta didik baik berupa perasaan, pikiran dan tingkah laku untuk bertindak
atau memberikan reaksi terhadap pembelajaran. Keadaan tersebut terbentuk
atas dasar pengetahuan, perasaaan dan pengalaman yang dimilikinya.
Seseorang
dalam berinteraksi atau bertingkah laku, ada mekanisme mental yang
mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan dan akan ikut menentukan
kecenderungan perilakunya. Pandangan dan perasaan itu dipengaruhi oleh ingatan
tentang masa lalu, oleh apa yang diketahui dan kesan terhadap apa yang sedang
dihadapi saat ini.
Dalam teori
fungsional yang dikembangkan
oleh Katz (Azwar, 2005:53-55)
dinyatakan bahwa untuk memahami bagaimana sikap seseorang menerima dan menolak
perubahan haruslah berangkat dari dasar motivasional sikap itu sendiri. Apa
yang dimaksudkan oleh Katz sebagai dasar
motivasional merupakan fungsi
sikap bagi individu yang bersangkutan.
Sikap
terbentuk atas dasar pengalaman dalam hubungannya dengan objek di luar dirinya.
Sikap seseorang akan bertambah kuat atau sebaliknya tergantung pada
pengalaman-pengalaman masa lalu, oleh situasi saat sekarang dan oleh harapan-harapan di masa yang akan datang.
Pada dasarnya sikap itu merupakan faktor pendorong bagi seseorang untuk
melakukan kegiatan.
Untuk
dapat memahami sikap perlu diketahui ciri-ciri yang melekat pada sikap. Menurut
Gerungan (200:151-152) ciri-ciri sikap
atau attitude adalah:
1)
Attitude bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan, melainkan
dibentuk atau dipelajarinya
sepanjang perkembangan orang itu dalam
hubungan dengan objeknya.
2)
Attitude itu dapat berubah-ubah,
karena itu attitude dapat dipelajari
orang; atau sebaliknya, attitude-attitude
itu dapat dipelajari, karena attitude-attitude
itu dapat dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan
syarat-syarat tertentu yang mempermudah berubahnya attitude pada orang itu.
3)
Attitude itu tidak berdiri
sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu
objek.
4)
Objek
attitude itu dapat merupakan satu hal
tertentu, tetapi dapat juga merupakan
kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi attitude
itu dapat berkenaan dengan satu objek saja, tetapi juga berkenaan dengan
sederetan objek-objek yang serupa.
5)
Attitude mempunyai segi-segi
motivasi dan segi-segi perasaan.
Menurut
Shalahuddin (2000:99) ada beberapa faktor yang mempengaruhi sikap yaitu:
a)
Sikap
sebagai hasil belajar, yaitu sikap yang diperoleh melalui pengalaman yang
mempunyai unsur-unsur emosional.
b)
Sikap
mempunyai dua unsur yang bersifat
perseptual dan afektif. Artinya
bahwa sikap itu bukan saja yang diamati oleh seorang siswa melainkan juga
bagaimana ia mengamatinya.
c)
Sikap
mempengaruhi pengajaran lainnya, yang berarti bahwa apabila seorang siswa
mempunyai sikap positif terhadap gurunya maka anak tersebut akan senang pada
pelajaran yang diberikan oleh guru yang berangkutan. Situasi ini akan memberi
jalan kepada anak ke arah pengalaman belajar yang sukses dan akan menyebabkan
ia belajar lebih efektif dan menimbulkan sukses yang besar.
B. Unsur-unsur dan
Fungsi Sikap
Susanta
(2006:95) menyatakan bahwa sikap terdiri dari tiga komponen yaitu: kognitif,
afektif dan konatif.Komponen kognitif adalah pengetahuan dan keyakinan
seseorang mengenai suatu obyek sikap, misalnya Anton yakni makanan berlemak
dapat menyebabkan stroke. Komponen afektif berisi perasaan seseorang terhadap obyek
sikap, misalnya Anton tidak suka makanan berlemak. Komponen konatif adalah
kecenderungan melakukan sesuatu terhadap obyek sikap, misalnya Anton tidak akan
membeli makanan berlemak.
Sejalan
dengan pendapat di atas, Travers (1977), Gagne (1977), dan Cronbach (1977) yang
dikutip Ahmadi (2007:151-152) mengungkapkan tiga unsur yang terdapat dalam
sikap, yaitu:
a) Komponen cognitive, berupa pengetahuan, kepercayaan atau pikiran yang
didasarkan pada informasi yang
berhubungan dengan objek.
b) Komponen affective,
menunjuk pada dimensi emosional dari sikap, yaitu emosi yang berhubungan dengan
objek. Objek di sini dirasakan sebagai menyenangkan atau tidak menyenangkan.
c) Komponen
behavior atau conative, melibatkan salah satu
predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) untuk bertindak terhadap objek.
Berdasarkan
pendapat tersebut, sikap seseorang akan menjadi kuat disebabkan suatu
kepercayaan atau kesadaran yang tinggi tentang sesuatu melalui proses
psikologis antara ketiga unsur tersebut.
Adapun
fungsi sikap menurut Ahmadi (2007:165-167) adalah sebagai berikut:
a)
Sikap
berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri.
b)
Sikap
berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku.
c)
Sikap
berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman
d)
Sikap
berfungsi sebagai pernyataan kepribadian.
Katz
(Azwar, 2005:53-55) menerangkan ada empat macam fungsi sikap bagi manusia,
yaitu:
a)
Fungsi
instrumenal, fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat
Fungsi
ini menyatakan bahwa individu dengan sikapnya
berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkan dan
meminimalkan hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan demikian, individu akan
membentuk sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakannya akan mendatangkan
keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang menurut perasaannya
akan merugikan dirinya.
b)
Fungsi
pertahanan ego
Sikap
dalam hal ini, merefleksikan problem kepribadian yang tidak terselesaikan.
c)
Fungsi
pernyataan nilai
Nilai
adalah konsep dasar mengenai apa yang dipandang baik dan diinginkan. Dengan fungsi ini seseorang sering kali
mengembangkan sikap tertentu untuk
memperoleh kepuasan dalam menyatakan nilai yang dianutnya yang sesuai
dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya.
d)
Fungsi
pengetahuan
Menurut
fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari
penalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Sikap berfungsi sebagai
suatu skema, yaitu suatu cara strukturisasi agar dunia di sekitar tampak logis
dan masuk akal. Sikap digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap fenomena luar
yang ada dan mengorganisasikannya.
Sementara
itu menurut Anwar (2009:105) Sikap
dapat diidentiftkasi dalam lima dimensi sikap yaitu arah, intensitas, keluasan,
konsistensi, dan spontanitas.
a. Sikap
memiliki arah, artinya sikap
terbagi pada dua
arah, setuju atau tidak
setuju, mendukung atau tidak
mendukung, positif atau negatif.
b. Sikap
memiliki intensitas,
artinya, kedalaman sikap terhadap obyek
tertentu belum tentu sama
meskipun arahnya sama.
c. Sikap
memiliki keluasan artinya ketidaksetujuan terhadap obyek sikap
dapat spesifik hanya
pada aspek tertentu, tetapi
sebaliknya dapat pula mencakup
banyak aspek.
d. Sikap
memiliki konsistensi yaitu kesesuaian antara
peryataan sikap yang dikemukakan
dengan tanggapan terhadap obyek
sikap. Sikap yang bertahan
lama (stabil) disebut sikap
yang konsisten, sebaliknya
sikap yang cepat berubah
(labil) disebut sikap
inkonsisten.
e. Sikap
memiliki spontanitas,
artinya sejauh mana
kesiapan seseorang menyatakan
sikapnya secara spontan. Spontanitas
akan nampak dari pengamatan indikator sikap
pada seseorang mengemukakan
sikapnya .
C. Cara Mengukur Sikap
Salah
satu aspek yang sangat penting guna
mempelajari sikap dan perilaku manusia adalah masalah pengungkapan (assessment) atau pengukuran (measurement) sikap. Berbagai teknik dan
metode telah dikembangkan oleh para ahli
guna mengungkap sikap manusia dan memberikan interprestasi yang valid. Menurut Azwar (2005:87-104) terdapat beberapa
metode pengungkapan (mengukur) sikap, diantaranya:
1) Observasi perilaku
Untuk mengetahui
sikap seseorang terhadap sesuatu dapat diperhatikan melalui perilakunya, sebab
perilaku merupakan salah satu indikator
sikap individu.
2) Pertanyaan langsung
Ada dua asumsi yang
mendasari penggunaan metode pertanyaan langsung guna mengungkapkan sikap.
Pertama, asumsi bahwa individu merupakan orang yang paling tahu mengenai
dirinya sendiri. Kedua, asumsi keterusterangan bahwa manusia akan mengemukakan
secara terbuka apa yang dirasakannya. Oleh karena itu dalam metode ini, jawaban
yang diberikan oleh mereka yang ditanyai dijadikan indikator sikap mereka. Akan
tetapi, metode ini akan menghasilkan ukuran yang valid hanya apabila situasi
dan kondisinya memungkinkan kabebasan berpendapat tanpa tekanan psikologis
maupun fisik.
3) Pengungkapan
langsung
Pengungkapan langsung
(directh assessment) secara tertulis
dapat dilakukan dengan menggunakan item tunggal maupun dengan menggunakan item
ganda.
4) Skala sikap
Skala sikap (attitude scales) berupa kumpulan
pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap. Salah satu sifat skala sikap
adalah isi pernyataannya yang dapat berupa pernyataan langsung yang jelas
tujuan pengukurannya akan tetapi dapat pula berupa pernyataan tidak langsung
yang tampak kurang jelas tujuan pengukurannya bagi responden.
5) Pengukuran
terselubung
Dalam metode
pengukuran terselubung (covert measures),
objek pengamatan bukan lagi perilaku yang tampak didasari atau sengaja
dilakukan oleh seseorang melainkan
reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi di luar kendali orang yang bersangkutan.
BAB III PEMBAHASAN
A. Pentingnya
penilaian sikap dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Secara umum, semua mata
pelajaran memiliki tiga domain tujuan. Tiga domain tujuan itu adalah:
peningkatan kemampuan kognitif; peningkatan kemampuan afektif; dan peningkatan
keterampilan berhubungan dengan berbagai pokok bahasan yang ada dalam mata
pelajaran. Namun demikian, selama ini penekanan yang sangat menonjol, baik
dalam proses pembelajaran maupun dalam pelaksanaan penilaiannya, diberikan pada
domain kognitif. Domain afektif dan psikomor agak terabaikan. Dampak yang
terjadi, seperti yang menjadi sorotan masyarakat akhir-akhir ini,
lembaga-lembaga pendidikan menghasilkan lulusan yang kurang memiliki sikap
positif sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku, dan kurang terampil untuk
menjalani kehidupan dalam masyarakat lingkungannya. Oleh karena itu, kondisi
ini perlu diperbaiki. Domain kognitif, afektif, dan konatif atau psikomotor
perlu mendapat penekanan yang seimbang dalam proses pembelajaran dan penilaian.
Dengan demikian, penilaian sikap perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dan
hasil penilaiannya perlu dimanfaatkan dan ditindak-lanjuti.
Menyadari
kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan proses pembelajaran dan penilian di
kelas, seperti telah diuraikan di atas, dalam kurikulum 2013 selain
menggariskan kompetensi yang berkaitan dengan sikap dalam berbagai mata
pelajaran, juga menggariskan kompetensi lintas kurikulum. Dalam kompetensi
lintas kurikulum tersebut sangat kental nuansa afektifnya.
Walaupun kurikulum 2013
belum efektif berlaku untuk seluruh sekolah di inonedia, namun ide-ide dasarnya
seperti kesetaraaan penilaian sikap dengan penilaian domain lainnya perlu
dipahami dan diimplementasikan saat ini. Hal ini penting dalam rangka
penyempurnaan dan perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan yang ada, baik pada
kurikulum yang berlaku saat ini maupun dalam pelaksanaan pengajaran dan
penilaiannya.
Penilaian sikap merupakan
salah satu proses penting dalam proses
pendidikan, khususnya dalam proses belajar mengajar. Hakikat penilaian sikap dalam
pendidikan adalah proses dalam melakukan justifikasi terhadap nilai dari suatu
program. Menurut Nitko (1983:27), penilaian atau evaluasi dalam bidang
pendidikan adalah suatu proses memberi pertimbangan tentang nilai berkaitan
dengan murid, metode mengajar, atau program pengajaran. Seperti telah
dijelaskan di atas, sikap merupakan salah satu aspek dari tujuan pendidikan
yang perlu dinilai perkembangannya. Oleh karena itu, eksistensi penilaian sikap
memiliki peranan penting seperti hanya penilaian aspek kogintif dan psikomotor.
B. Sikap
dan Objek Sikap yang Perlu Dinilai dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Secara umum,
penilaian sikap dalam pembelajaran Bahasa Indonesia dapat dilakakukan berkaitan dengan berbagai objek sikap sebagai
berikut:
1) Sikap terhadap mata
pelajaran Bahasa Indonesia. Siswa perlu memiliki sikap positif terhadap mata pelajaran.
Dengan sikap positif, dalam diri siswa akan tumbuh dan berkembang minat
belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan akan lebih mudah menyerap materi
pelajaran yang diajarkan. Oleh karena itu, guru perlu menilai tentang sikap
siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkannya.
2) Sikap terhadap guru
mata pelajaran. Bahasa Indonesia. Siswa perlu memiliki sikap positif terhadap
guru, yang mengajar suatu mata pelajaran. Siswa yang tidak memiliki sikap
positif terhadap guru, akan cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan.
Dengan demikian, siswa yang memiliki sikap negatif terhadap guru pengajar akan
sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.
3) Sikap terhadap proses
pembelajaran Bahasa Indonesia. Siswa juga perlu memiliki sikap positif terhadap
proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran disini mencakup:
suasana pembelajaran, strategi,
metodologi, dan teknik pembelajaran yang digunakan. Tidak sedikit siswa yang
merasa kecewa atau tidak puas dengan proses pembelajaran yang berlangsung,
namun mereka tidak mempunyai keberanian
untuk menyatakan. Akibatnya mereka terpaksa mengikuti proses pembelajaran yang
berlangsung dengan perasaan yang kurang nyaman. Hal ini dapat mempengaruhi
taraf penyerapan materi pelajarannya.
4) Sikap terhadap materi
dari pokok-pokok bahasan yang ada dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Siswa
juga perlus memiliki sikap positif terhadap materi pelajaran yang diajarkan,
sebagai kunci keberhasilan proses pembelajaran.
5) Sikap berhubungan
dengan nilai-nilai tertentu yang ingin ditanamkan dalam diri siswa melalui
materi tertentu.. Misanya: untuk menanamkan nilai kerja sama, kekeluargaan, hemat, dan
sebagainya dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Dengan demikian, untuk
mengetahui hasil dari proses pembelajaran dan internalisasikan nilai-nilai
tersebut perlu dilakukan penilaian sikap.
6) Sikap berhubungan
dengan kompetensi afektif lintas kurikulum, seperti yang diuraikan di atas.
Kompetensi-kompetensi tersebut relevan juga untuk diimplementasikan dalam
proses pembelajaran berdasarkan kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013 yang masih
berlaku.
C. Pengukuran
dan Instrumen Penilaian Sikap dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pengukuran sikap dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara-cara
tersebut antara lain melalui: observasi perilaku, pertanyaan langsung, laporan
pribadi, dan penggunaan skala sikap.
Cara-cara tersebut
secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Observasi perilaku
Perilaku seseorang
pada umumnya menunjukkan kecenderungan seseorang dalam sesuatu hal. Misalnya
orang yang biasa minum kopi, dapat dipahami sebagai kecenderungannya yang
senang kepada kopi. Oleh karena itu, guru dapat melakukan observasi terhadap
siswa yang dibinanya. Hasil observasi, dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam pembinaan.
Observasi menurut
Arifin, Zainal (2012:184) bila dilihat dari teknis pelaksanaannya dapat
ditempuh melalui tiga cara, yaitu :
1. Observasi langsung, yaitu observasi yang
dilakukan secara langsung terhadap objek yang diselidiki.
2. Observasi tak langsung, yaitu observasi yang
dilakukan melalui perantara, baik teknik maupun alat tertentu.
3.
Observasi partisipasi, yaitu observasi yang dilakukan dengan cara ikut ambil bagian
atau melibatkan diri dalam situasi objek yang diteliti.
Observasi perilaku di
sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan buku cacatan khusus tentang
kejadian-kejadian berkaitan dengan siswa selama di sekolah (Critical Incidents
Record).
Catatan dalam
lembaran buku tersebut, selain bermanfaat dalam merekam perilaku siswa dan
menilai perilaku siswa, sangat bermanfaat pula dalam penilaian sikap
siswa, serta dapat menjadi bahan dalam
penilaian perkembangan siswa secara keseluruhan.
Selain itu, dalam
observasi perilaku dapat juga digunakan daftar cek (Checklists), yang memuat
perilaku-perilaku tertentu yang diharapkan muncul dari siswa pada umumnya, atau
dalam keadaan tertentu.
Dalam Kurikulum 2013,
menurut Darmansyah (2014:15), Teknik penilaian observasi dapat digunakan untuk
menilai ketercapaian sikap spiritual dan sikap sosial. Pengembangan teknik penilaian
observasi untuk menilai sikap spiritual dan sikap sosial berasarkan pada
kompetensi inti kedua ranah ini. Sikap spiritual ditunjukkandengan perilaku
beriman, bertaqwa, dan bersyukur. Sedangkan sikap sosial sesuai kompetensi inti
tingkat SD mengembangkan sikap jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi,
gotong royong), santun, dan percaya diri dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya.
Sikap spiritual dan sikap sosial dalam kompetensi ini dijabarkan secara
spesifik dalam kompetensi dasar. oleh karena itu sikap yang diobservasi juga
memperhatikan sikap yang dikembangkan dalam kompetensi dasar.
2. Pertanyaan langsung
Kita juga dapat
menanyakan secara langsung tentang sikap seseorang berkaitan dengan sesuatu
hal. Misalnya, bagaimana tanggapan siswa tentang kebijakan yang baru
diberlakukan di sekolah tentang "Peningkatan Ketertiban".
Berdasarkan jawaban
dan reaksi yang tampil dari seseorang dalam memberi jawaban dapat dipahami
sikap orang itu terhadap objek sikap tertentu. Di sekolah, guru juga dapat
menggunakan teknik ini dalam menilai sikap dan membina siswa.
3. Laporan pribadi
Penggunaan teknik ini
di sekolah, misalnya: siswa diminta membuat ulasan yang berisi pandangan atau
tanggapannya tentang suatu masalah, keadaan, atau hal, yang menjadi objek
sikap. Misalnya, siswa diminta menulis pandangannya tentang "Kerusuhan
Antaretnis" yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia. Dari ulasan yang
dibuat oleh siswa tersebut dapat dibaca dan pahami kecenderungan sikap yang
dimilikinya.
Teknik ini agak sukar
digunakan dalam mengukur dan menilai sikap siswa secara klasikal. Guru
memerlukan waktu lebih banyak untuk membaca dan memahami sikap seluruh siswa.
4. Penggunaan skala sikap
Skala Deferensiasi
Semantik
Ada beberapa model
skala yang dikembangkan oleh para pakar
untuk mengukur sikap. Pada bagian ini akan diuraikan Skala Diferensiasi
Semantik (Semantic Differential Techniques), karena teknik ini praktis dan
murah diimplementasikan. Teknik ini memiliki dua kelebihan dibadingkan dengan
berbagai teknik lain. Pertama, teknik ini dapat digunakan dalam berbagai
bidang. Kedua, teknik ini sederhana dan mudah diimplementasikan dalam
pengukuran dan penilaian sikap, termasuk dalam pengukuran dan penilaian sikap
siswa di kelas.
Langkah-langkah
pengembangan skala dengan teknik ini sebagai berikut.
a)
Menentukan
objek sikap yang akan dikembangkan skalanya, misalnya "Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia".
b)
Memilih
dan membuat daftar dari konsep dan kata sifat yang relevan dengan objek penilaian sikap. Misalnya: menarik; penting;
menyenangkan; mudah dipelajari; dan
sebagainya.
c)
Memilih
kata sifat yang tepat dan akan digunakan dalam skala.
d)
Menentukan
rentang skala pasangan bipolar dan penskorannya.
e)
Pengembangan
skala sikap, berdasarkan objek dan konsep-konsep yang relevan, seperti telah
diuraikan di atas sebagai berikut.
Membicara pengukuran
dan instrumen penilaian sikap tak lengkap kalau tidak membahas Skala Likert. Langkah-langkah
pengembangan Skala Likert (Likert Scales) seperti dikemukakan Fernandes (1984)
dan Popham (1995), secara ringkas dapat dirinci sebagai berikut.
a. Menentukan objek sikap yang akan
dikembangkan skalanya. Misalnya "Penghijauan Lingkungan Sekolah".
b. Menyusun kisi-kisi instrumen (skala sikap)
c. Menulis butir-butir pernyataan, dengan
memperhatikan kaidah sebagai berikut:
1) menghindari kalimat yang mengandung banyak
interpretasi;
2) rumusan pernyataan hendak singkat;
3) satu pernyataan hendaknya hanya mengandung satu
pikiran yang lengkap;
4) sedapat mungkin, pernyataan hendaknya
dirumuskan dalam kalimat yang sederhana;
5) menghindari penggunaan kata-kata: semua,
selalu, tidak pernah, dan sejenisnya;
6) menghindari pernyatan tentang fakta atau dapat
diinterpretasikan sebagai fakta (misalnya: Kebun Raya letaknya di Bogor).
d. Butir pernyataan yang ideal diperlukan
kurang lebih antara antara 30 sampai dengan 40 butir.
e. Antara pernyataan positif dan pernyataan
negatif hendaknya relatif berimbang.
f. Setiap pernyataan diikuti dengan skala
sikap (bisa genap, misanya 4 atau 6 dan bisa ganjil, misalnya 5 atau 7).
D. Manfaat Penilaian Sikap dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia
Secara terperinci,
hasil pengukuran dan penilaian sikap dalam kelas dapat dimanfaatkan untuk
hal-hal sebagai berikut.
1. Pembinaan siswa.
Pembinaan siswa dapat
dilakukan baik secara pribadi maupun secara klasikal. Secara pribadi, misalnya
bagi siswa-siswa tertentu yang menonjol sikap negatif dalam hal-hal tertentu,
perlu diadakan pembinaan khusus, dengan memberi nasehat, pemahaman yang benar
tentang sesuatu hal, atau mungkin perlu pembinaan dari guru Bimbingan dan Penyuluhan.
Pembinaan secara
klasikal, dapat dilakukan, apabila secara umum siswa memiliki sikap negatif
terhadap objek sikap tertentu.
Pembinaan sikap
siswa, baik secara pribadi maupun klasikal, perlu memperhatikan teori
pembentukan dan perubahan sikap. Sebagian dari teori itu telah dijelaskan pada
bagian awal dari naskah pedoman ini.
2. Perbaikan proses pembelajaran
Hasil pengukuran dan
penilaian sikap dapat dimanfaatkan pula untuk perbaikan proses pembelajaran.
Misalnya, secara umum siswa menunjukkan sikap negatif terhadap pokok bahasan
atau mata pelajaran tertentu, ada kemungkinan siswa belum dapat menyerap dengan
benar materi pelajaran dan belum dapat memahami dengan benar konsep-konsepnya.
Oleh karena itu, siswa belum dapat mempersepsikan dengan benar tentang objek
sikap pokok bahasan atau mata pelajaran sebagai yang ditanyakan, sehingga
meberi respon negatif dalam memberi jawaban. Dalam hal ini, guru perlu mengkaji
lebih mendalam dan mungkin perlu memberikan perhatian khusus dan
penekanan-penekanan tertentu dalam proses pembelajaran.
3. Peningkatan profesionalisme guru
Hasil pengukuran dan
penilaian sikap dapat dimanfaatkan pula dalam rangka pembinaan profesionalisme
guru. Berdasarkan hasil`pengukuran dan penilaian sikap, guru dapat memperoleh
informasi tentang kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya berdasarkan persepsi
siswa. Informasi tersebut sangat bermanfaat dalam rangka melakukan upaya-upaya
perbaikan dan peningkatan kualitas pribadi dan kemampuan profesional guru.
BAB IV SIMPULAN
1.
Secara umum, semua mata pelajaran memiliki
tiga domain tujuan. Tiga domain tujuan itu adalah: peningkatan kemampuan kognitif;
peningkatan kemampuan afektif; dan peningkatan keterampilan berhubungan dengan
berbagai pokok bahasan yang ada dalam mata pelajaran. Oleh karena itu, domain
kognitif, afektif, dan konatif atau psikomotor perlu mendapat penekanan yang
seimbang dalam proses pembelajaran dan penilaian. Dengan demikian, penilaian
sikap perlu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dan hasil penilaiannya perlu
dimanfaatkan dan ditindak-lanjuti.
2.
Penilaian sikap dalam berbagai mata
pelajaran dapat dilakukan berkaitan
dengan berbagai objek sikap seperti Sikap terhadap mata pelajaran, sikap
terhadap guru mata pelajaran, sikap terhadap proses pembelajaran, sikap
terhadap materi dari pokok-pokok bahasan yang ada, Sikap berhubungan dengan
nilai-nilai tertentu yang ingin ditanamkan dalam diri siswa, serta sikap berhubungan dengan kompetensi
afektif lintas kurikulum.
3.
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan
beberapa cara antara lain: observasi perilaku, pertanyaan langsung, laporan
pribadi, dan penggunaan skala sikap.
4.
Skala Likert merupakan contoh instrument
dan cara pengukuran sikap yang sudah teruji.
5.
Hasil pengukuran dan penilaian sikap dalam
kelas dapat dimanfaatkan untuk pembinaan siswa, perbaikan proses pembelajaran, dan peningkatan profesionalisme
guru.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi,
Abu. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta;
Rineka Cipta.
Azwar, Saifuddin. 2005. Sikap Manusia
Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Darmansyah.
2014. “Teknik Penilaian Sikap Spritual dan Sosial dalam dalam Pendidikan Karakter
di Sekolah Dasar 08 Surau Gadang Nanggalo”.
Jurnal Jurnal Al-Ta’lim, Volume 21, Nomor 1 Februari 2014, hlm. 10-17
Gerungan,
W.A. 2000. Psikologi Sosial. Bandung:
PT Eresco.
Anwar,
Herson.. 2009. “Penilaian Sikap
llmiah Dalam Pembelajaran Sains”. Jurnal Pelang Ilmu Volume 2 No.
5, Mei 2009
Fernandes,
H.J.X. 1984. Testing and measurement.Jakarta: National Educational Planning,
Evaluation and Curriculum Development.
Nitko,
A.J. 1983. Educational tests and
measuremen. New York: Harcourt Brace Javonovich, Inc.
Popham,
W.J. 1994. Classroom assessment: What
teachers need to know. Boston: Allyn and Bacon.
Purwanto,
Ngalim. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Shalahudin,
Makhfudh. 2000. Pengantar Psikologi
Pendidikan. Surabaya: Bina Ilmu.
Susanta.
2006. “Sikap: Konsep dan Pengukuran”. Jurnal Administrasi Bisnis UPN
Veteran Yogyakarta Volume 2 Nomor 2 Tahun 2006.
Zainal.,
Arifin. 2012 Evaluasi Pembelajaran,
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI.
No comments
Post a Comment