Berikut ini contoh makalah Analisis Pendekatan Strukturalisme dan Analisis Pendekatan Psikoanalisis Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El-Shirazy
BAB I PENDAHULUAN
Pendekatan psikologi adalah
pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas
tentang peristiwa kehidupan manusia. Manusia senantiasa memperhatikan perilaku
yang beragam. Bila ingin melihat dan mengenal manusia lebih dalam dan lebih
jauh diperlukan psikologi. Di zaman kemajuan teknologi seperti sekarang ini
manusia mengalami konflik kejiwaan yang bemula dari sikap kejiwaan tertentu
bermuara pula ke permasalahan kejiwaan(Semi,1990:76).
Pendekatan psikologi sastra
ternyata memiliki beberapa manfaat dan keunggulan, seperti diungkapkan Semi
(1990:80), sebagai berikut: (1) sangat sesuai untuk mengkaji secara mendalam
aspek perwatakan, (2) dengan pendekatan ini dapat memberi umpan balik kepada
penulis tentang masalah perwatakan yang dikembangkannya, dan (3) sangat
membantu dalam menganalisis karya sastra Surrealis, abstrak, atau absurd dan
akhirnya dapat membantu pembaca memahami karya-karya semacamnya.
Pendekatan psikologi sastra
juga dapat dimanfaatkan untuk beberapa hal. Pertama, untuk memahami aspek kejiwaan
pengarang dalam kaitannya dengan proses kreatif karya sastra yang
dihadirkannya. Kedua, untuk mengeksplorasi segi-segi pemikiran dan kejiwaan
tokoh-tokoh utama cerita, terutam menyangkut alam pikiran bawah sadar.
Psikologi sastra adalah ilmu
sastra yang mendekati karya sastra dari sudut psikologi (Hartoko melalui
Endraswara, 2008:70). Dasar konsep dari psikologi sastra adalah munculnya jalan
buntu dalam memahami sebuah karya sastra, sedangkan pemahaman dari sisi lain
dianggap belum bisa mewadahi tuntutan psikis, oleh karena hal itu muncullah
psikologi sastra, yang berfungsi sebagai jembatan dalam interpretasi.
Penelitian psikologi sastra memfokuskan pada aspek-aspek kejiwaan. Artinya,
dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh penelitian dapat mengungkap
gejala-gejala psikologis tokoh baik yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan
pengarang. Teori Psikoanalisis dari Sigmund Freud. Sigmund Freud dianggap
sebagai pencetus psikologi sastra, ia menciptakan teori psikoanalisis yang
membuka wacana penelitian psikologi sastra. Pendekatan psikoanalisis sangat
substil dalam hal menemukan berbagai hubungan antar penanda tekstual
(Endraswara, 2008: 199).
Psikoanalisis yang
diciptakan Freud terbagi atas beberapa bagian, yaitu :
a. Struktur Kepribadian
Menurut Freud kepribadian
memiliki tiga unsur penting, yaitu id (aspek biologis), ego (aspek psikologis),
dan superego (aspek sosiologis).
1. Id
Id merupakan sistem
kepribadian yang paling primitif/dasar yang sudah beroperasi sebelum bayi
berhubungan dengan dunia luar. Id adalah sistem kepribadian yang di dalamnya
terdapat faktor – faktor bawaan (Freud, dalam Koswara, 1991:32). Faktor bawaan
ini adalah insting atau naluri yang dibawa sejak lahir. Naluri yang terdapat
dalam diri manuasia dibedakan menjadi dua, yaitu naluri kehidupan (life
instincts) dan naluri kematian (death insticts).
2. Ego
Ego adalah aspek psikologis
dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan pribadi untuk berhubungan dengan
dunia nyata (Freud, melalui Suryabrata,1993:147). Seperti orang yang lapar
harus berusaha mencari makanan untuk menghilangkan tegangan (rasa lapar) dalam
dirinya. Hal ini berarti seseorang harus dapat membedakan antara khayalan
tentang makanan dan kenyataannya. Hal inilah yang membedakan antara id dan ego.
Dikatakan aspek psikologis karena dalam memainkan peranannya ini, ego
melibatkan fungsi psikologis yang tinggi, yaitu fungsi konektif atau
intelektual. Ego selain sebagai pengarah juga berfungsi sebagai penyeimbang
antara dorongan naluri Id dengan keadaan lingkungan yang ada.
3. Superego
Menurut Freud, superego
adalah aspek sosiologis dari kepribadian dan merupakan wakil dari nilai–nilai
tradisional atau cita–cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orangtua
kepada anak–anaknya, yang dimaksud dengan berbagai perintah dan larangan. Jadi,
bisa dikatankan superego terbentuk karena adanya fitur yang paling berpengaruh
seperti orang tua. Dengan terbentuknya superego pada individu, maka kontrol
terhadap sikap yang dilakukan orang tua, dalam perkembangan selanjutnya
dilakukan oleh individu sendiri. Superego pada diri individu bisa dikatakan
terdiri dari dua subsistem.
BAB II PEMBAHASAN
A.
Analisis Pendekatan Strukturalisme
Pendekatan strukturalisme
murni hanya berada di seputar karya sastra itu sendiri. Prinsipnya jelas :
analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat,
seteliti, sedetail, dan mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua
aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh ( Teeuw,
1984:135 ).
Dalam ilmu sastra pengertian
“strukturalisme” sudah dipergunakan dalam berbagai cara. Istilah “struktur”
ialah kaitan-kaitan tetap antara kelompok –kelompok gejala. Kaitan-kaitan
tersebut diadakan oleh seorang peneliti berdasarkan observasinya. Misalnya,
pelaku-pelaku dalam sebuah novel dapat dibagikan menurut kelompok-kelompok
sebagai berikut : tokoh utama, mereka yang melawannya, meraka yang membantunya,
dan seterusnya.
Teori struktural adalah
teori yang memandang teks sastra berdasarkan unsur-unsur yang ada di dalamnya
untuk diidentifikasi dan dipahami relasinya sebagai satu kesatuan yang
kompleks. Teori ini bermula dari pandangan Ferdinand de Saussure yang memandang
adanya system di dalam bahasa. Pandangan ini kemudian diperluas dengan asumsi
bahwa sistem itu juga ada di dalam sastra.
Unsur-unsur struktur karya
sastra seperti berikut. Unsur-unsur pembangun struktur terdiri atas tema, fakta
cerita, dan sarana sastra. Fakta cerita itu sendiri terdiri atas alur, tokoh,
dan latar; sedangkan sarana sastra biasanya terdiri atas sudut pandang, gaya
bahasa dan suasana, simbol-simbol, imaji-imaji, dan juga cara-cara pemilihan
judul. Di dalam karya sastra, fungsi sarana sastra adalah memadukan fakta
sastra dengan tema sehingga makna karya sastra itu dapat dipahami dengan jelas.
Analisis
Unsur Intrinsik Novel Ayat-ayat Cinta
a. Tema
Tema adalah ide yang
mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang
dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Sebab itulah penyikapan
terhadap tema yang diberikan pengarangnya dengan pembaca umumnya terbalik.
Seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan
proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila
mereka telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar
tema tersebut.
Tema novel mengandung tema
cinta manusia pada manusia dan cinta manusia kepada Tuhan dan Rasul-Nya yang
diwujudkan dengan cara teguh menjaga keimanan berdasarkan petunjuk-Nya.Ini
adalah novel sastra yang berhasil memadukan dakwah, tema cintayang romantis dan
latar belakang budaya suatu bangsa.
b. Alur
Alur adalah sambung-sinambungnya
peristiwa berdasarkan sebab akibat. Alur tidak hanya mengemukakan dan
menunjukkan mengapa peristiwa itu terjadi melainkan juga mengemukakan dan
menunjukan akibat peristiwa itu terjadi. Jadi, alur adalah struktur gerak yang
terdapat dalam suatu cerita atau sebuah konstruksi yang dibuat pengarang yang
secara logik dan kronologik saling berkaitan yang diakibatkan atau dialami
pelaku.
Menurut saya, alur yang
digunakan pada novel ini merupakan alur campuran. Pada bagian awal memang
menggunakan alur maju. Namun di satu sisi pengarang sering memaparkan kisah
masa lalu dari tokoh-tokoh di novel ini, sehingga kita ikut terhanyut untuk
flashback ke masa lalu tersebut. Jadi, kembali saya simpulkan bahwa alur yang
digunakan dalam novel ini adalah alur campuran. Hal itu dikarenakan ada
beberapa bagian cerita yang merupakan alur mundur dari tokoh dalam cerita,
namun ada juga yang menggunakan alur maju.
c. Tokoh
Tokoh dan penokohan
merupakan dua istilah yang sering dijumpai dalam penelitian sastra, tokoh adalah
pelaku yang mengemban peristiwa sehingga peristiwa itu mampu menjalin sebuah
cerita sedangkan penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang
seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Saya akan memaparkan
tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman El
Shirazy ini.
1. Fahri
Fahri merupakan tokoh
sentral dalam cerita ini. Dalam novel ini, Fahri menempatkan dirinya sebagai
“Aku”. Pada bagian awal cerita, Fahri tidak langsung memperkenalkan namanya
dahulu, melainkan melaui aktivitas-aktivitasnya. Berikut kutipannya :
“Dengan tekad bulat, setelah
mengusir segala rasa aras-arasen ( rasa malas melakukan sesuatu ), aku bersiap
untuk keluar. Tepat pukul dua siang aku harus sudah berada di Masjid Abu Bakar
Ash-Sidiq yang terletak di Shubra El-Khaima, ujung utara Cairo, untuk talaqqi (
belajar langsung face to face dengan seorang syaikh atau ulama ) pada Syaikh
Utsman Abdul Fatah” (hlm. 16).
Penyebutan nama tokoh itu
sendiri pada saat Saiful, teman satu flat Fahri menyapanya. Berikut kutipannya
:
“Mas Fahri, udaranya terlalu
panas. Cuacanya buruk. Apa tidak sebaiknya istirahat saja di rumah?” saran
Saiful yang baru keluar dari kamar mandi. Darah yang merembes dari hidungnya
telah ia bersihkan” (hlm. 18).
Fahri juga sosok seorang
pemimpin. Dalam flat yang beranggotakan lima orang, dia berperan sebagai kepala
rumah tangga. Berikut kutipannya :
“Sebagai yang dipercaya
untuk jadi kepala keluarga―meskipun tanpa seorang ibu rumah tangga―aku harus
jeli memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan anggota” (hlm. 19).
Sosok Fahri adalah orang
yang ulet dan berpendidikan. Dalam cerita, saat itu Fahri sedang sibuk-sibuknya
mempersiapkan tesis. Agar semua cita-citanya tercapai, dia membuat rancangan
hidup hingga sepuluh tahun kedepan. Berikut kutipannya :
“Aku sendiri yang sudah
tidak aktif di organisasi manapun, juga mempunyai jadwal dan kesibukan. Membaca
bahan untuk tesis, talaqqi qiraah sab’ah, menerjemah, dan diskusi intern dengan
teman-teman mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh S2 dan S3 di Cairo” (hlm.
20).
Dalam hal asmara, Fahri
selektif dalam memilih pasangan. Ia juga berprinsip bahwa dia tidak akan
menjemput wanita itu. Hal itu dikarenakan ia merasa malu status ekonominya
rendah. Bahkan ia ingin wanita itu yang menjemputnya. Berikut kutipannya :
“Akh Eqbal, semestinya bukan
aku yang kau tanya. Tanyalah Aisha, apakah dia siap memiliki seorang suami
seperti aku? Kau tentu sudah tahu siapa aku. Aku ini mahasiswa yang miskin.
Anak seorang petani miskin di kampung pelosok Indonesia,” jawabku terbata-bata
sambil terisak. “Apakah aku kufu dengannya ? Aku merasa tidak pantas bersanding
dengan keponakanmu itu. Aku tidak ingin dia kecewa di belakang hari,” lanjutku”
(hlm. 215).
Fahri juga suka memberi
kejutan. Hal itu terbukti pada kutipan berikut :
“Aku paling suka memberi
kejutan pada teman atau kenalan. Teman satu rumah sudah mendapatkan hadiah
mereka pada hari istimewa mereka. Berarti besok kegiatannya bertambah satu,
mencarikan hadiah untuk Madame Nahed dan Yousef. Hadiah yang sederhana saja.
Sekadar untuk memberikan rasa senang di hati tetangga” (hlm. 92).
2. Maria
Pengenalan sosok Maria
adalah penuturan dari orang lain. Berikut kutipannya :
“Ia seorang Kristen Koptik
atau dalam bahasa asli Mesirnya qibthi, namun ia suka pada Al-Quran. Ia bahkan
hafal beberapa surat Al-Quran. Di antaranya surat Maryam. Sebuah surat yang
membuat dirinya merasa bangga. Aku mengetahui hal itu pada suatu kesempatan
berbincang dengannya di dalam metro. Kami tak sengaja berjumpa. Ia pulang
kuliah dari Cairo University, sedangkan aku juga pulang kuliah dari Al Azhar
University. Kami duduk satu bangku. Suatu kebetulan”(hlm. 23).
Maria merupakan sosok
perempuan yang sangat sopan, baik dalam berpakaian maupun dalam bertingkah
laku. Seperti layaknya seorang muslimah. Berikut kutipannya :
“Dalam hal etika berbicara
dan bergaul terkadang ia lebih Islami daripada gadis-gadis Mesir yang mengaku
muslimah. Jarang sekali kudengar ia tertawa cekikikan. Ia lebih suka tersenyum
saja. Pakaiannya longgar, sopan, dan rapat. Selalu berlengan panjang dengan
bawahan panjang sampai tumit. Hanya saja, ia tidak memakai jilbab. Tapi itu
jauh lebih sopan ketimbang gadis-gadis Mesir seusianya yang berpakaian ketat
dan bercelana ketat, dan tidak jarang bagian perutnya sedikit terbuka. Padahal
mereka banyak mengaku muslimah. Maria suka pada Al-Quran. Ia sangat
mengaguminya, meskipun ia tidak pernah mengaku muslimah. Penghormatannya pada
Al-Quran mungkin melebihi beberapa intelektual muslim” (hlm. 25).
Maria juga seorang wanita
yang perhatian, khususnya kepada Fahri, otang yang ia cintai. Berikut
kutipannya :
“Aku menggantikan Saiful
menjaganya. Aku tak kuasa menahan sedih dan airmataku. Aku tak kuasa menahan
rasa sedih yang berselimut rasa cinta dan sayang padanya” (hlm. 374).
3. Aisha
Aisha pada awal cerita
adalah sosok perempuan bercadar yang menolong nenek bule yang tidak memiliki
tempat duduk di metro. Hal ini tampak bahwa sosok Aisha adalah orang yang
menghargai orang yang lebih tua. Berikut kutipannya :
“Nenek bule kelihatannya
tidak kuat lagi berdiri. Ia hendak duduk menggelosor di lantai. Belum sempat
nenek bule itu benar-benar menggelosor, tiba-tiba perempuan bercadar itu
berteriak mencegah. Perempuan bercadar putih bersih itu bangkit dari duduknya.
Sang nenek dituntun dua anaknya beranjak ke tempat duduk” (hlm. 41).
Aisha juga orang yang suka
mengajarkan kebaikan. Ia melakukan pertemuan dengan Fahri dan Alicia, bule yang
tempo hari bertemu di metro, untuk membahas seputar agama Islam. Berikut
kutipannya :
“Alicia ingin sekali
bertanya banyak hal padaku sejak kejadian di atas metro itu. Aisha memohon
dengan sangat, sebab menurutnya ini kesempatan yang baik untuk menjelaskan
Islam yang sebenarnya pada orang Barat” (hlm. 91).
Aisha adalah orang yang
tegar. Ia rela Fahri menikah dengan Maria agar menyelamatkan Fahri dari kasus
fitnah yang sedang dialaminya. Berikut kutipannya :
“Menikahlah dengan dia, demi
anak kita. Kumohon ! Jika Maria tidak memberikan kesaksiannya, maka aku tak
tahu lagi harus berbuat apa untuk menyelamatkan ayah dari anak yang kukandung
ini.” Setetes air bening keluar dari sudut matanya (hlm. 376).
Aisha orang yang sangat
penyayang. Tidak hanya kepada Fahri, tetapi juga pada Maria, yang saat itu
merupakan istri kedua Fahri. Berikut kutipannya :
“Ia sangat setia menunggui
diriku dan menunggui Maria. Ia bahkan serig tidur sambil duduk di samping
Maria. Aisha menganggap Maria seperti adiknya sendiri. Beberapa kali aku
memaksakan diri untuk bangkit dari tempat tidur dan menemani Aisha menunggu
Maria” (hlm. 390).
4. Nurul
Nurul adalah mahasiswa
Al-Azhar yang berasal dari Indonesia. Di dalam novel ia beberapa kali
berinteraksi dengan tokoh utama, yaitu Fahri. Berikut kutipannya :
“Aku lalu mengutarakan
maksudku, meminta bantuannya, agar bisa menerima Noura bersembunyi di rumahnya
beberapa hari. Mula-mula Nurul menolak. Ia takut kena masalah. Di samping itu,
tinggal bersama gadis Mesir belum tentu mengenakkan. Aku jelaskan kondisi
Noura. Akhirnya Nurul menyerah dan siap membantu” (hlm. 84).
Nurul juga orang yang aktif.
Ia tak hanya mengikuti organisasi-organisasi. Bahkan ia menyempatkan diri untuk
mengajar anak-anak membaca Al-Quran. Berikut kutipannya :
“Diam-diam aku salut pada
Nurul. Meskipun ia menjadi ketua umum organisasi mahasiswi Indonesia paling
bergengsi di Mesir, tapi ia tidak pernah segan untuk menyempatkan waktunya
mengajar anak-anak membaca Al-Quran” (hlm. 104).
Namun sosok Nurul adalah
orang yang memendam perasaanya. Ia jatuh hati dengan Fahri. Hal itu telah ia
sampaikan kepada pamannya, agar pamannya menjelaskan kepada Fahri. Namun karena
sesuatu hal penyampaian itu sudah terlambat. Berikut kutipannya :
“Sejak dua bulan yang lalu.
Sejak ia menangis di pangkuanku, Nurul sering menangis sendiri. Berkali-kali
dia cerita padaku akan hal itu. Ia ingin sekali orang itu tahu bahwa dia sangat
mencintainya, lalu orang itu membalas cintanya dan langsung melaksanakan sunnah
Rasulullah. Nurul anti pacaran. Tapi rasa cinta di dalam hati siapa bisa
mencegahnya. Aku tahu benar Nurul siap berkorban apa saja untuk kebaikan orang
yang dicintainya itu bantulah kami untuk membuka hati orang itu?” kata Ustadzah
Maemuna” (hlm. 229-230).
5. Syaikh Utsman Abdul
Fattah
Beliau adalah seorang ulama.
Fahri adalah satu diantara murid beliau. Berikut kutipannya :
“Dengan tekad bulat, setelah
mengusir segala rasa aras-arasen ( rasa malas melakukan sesuatu ), aku bersiap
untuk keluar. Tepat pukul dua siang aku harus sudah berada di Masjid Abu Bakar
Ash-Sidiq yang terletak di Shubra El-Khaima, ujung utara Cairo, untuk talaqqi (
belajar langsung face to face dengan seorang syaikh atau ulama ) pada Syaikh
Utsman Abdul Fatah. Beliau adalah murid Syaikh Mohmoud Khushari, ulama
legandaris yang mendapat julukan Guru Besarnya Para Pembaca dan Penghafal
Al-Quran di Mesir” (hlm. 16).
6. Keluarga Maria
Keluarga Maria sendiri yaitu
ayah, ibu, dan adiknya. Mereka merupakan tetangga Fahri yang paling akrab.
Berikut kutipannya :
“Gadis mesir itu bernama
Maria. Ia juga senang dipanggil Maryam. Dua nama yang menurutnya sama saja. Dia
putri sulung Tuan Boutros Rafael Girgis. Berasal dari keluarga besar Girgis.
Ibunya bernama Madame Nahed, dan adiknya bernama Yousef. Sebuah keluarga
Kristen Koptik yang sangat taat. Bisa dikatakan bahwa keluarga Maria adalah
tetangga kami yang paling akrab. Ya, paling akrab. Flat atau rumah mereka
berada tepat di atas flat kami. Indahnya, mereka sangat sopan dan menghormati
kami mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Al-Azhar” (hlm. 22-23).
7. Teman Satu Flat Fahri
Di sana, Fahri tinggal
bersama teman-teman seperjuangan dari Indonesia. Mereka adalah Saiful, Rudi,
Hamdi, dan Misbah. Berikut kutipannya :
“Sebagai yang dipercaya
untuk jadi kepala keluarga―meskipun tanpa seorang ibu rumah tangga―aku harus
jeli memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan anggota. Dalam flat ini kami
hidup berlima; aku, Saiful, Rudi, Hamdi, dan Misbah. Kebetulan aku yang paling
tua, dan paling lama di Mesir. Secara akademis aku juga yang paling tinggi. Aku
tinggal menunggu pengumuman untuk menulis tesis master di Al-Azhar. Yang lain
masih program S1. Saiful dan Rudi baru tingkat tiga, mau masuk tingkat empat.
Sedangkan Misbah dan Hamdi sedang menunggu pengumuman kelulusan untuk
memperoleh gelar Lc. atau Licence. Mereka semua telah menempuh ujian akhir
tahun pada akhir Mei sampai Juni yang lalu. Awal-awal Agustus biasanya
pengumuman keluar. Namun sampai hari ini,pengumuman belum juga ada yang
ditempel (hlm. 19).
8. Keluarga Noura
Di dalam cerita ini,
ternyata Noura ada dua keluarga. Yang pertama keluarga Bahadur, dan yang kedua
keluarga Adel, keluarga kandungnya. Berikut kutipannya :
“Ayah noura yang bernama
Bahadur itu memang keterlaluan. Bicaranya kasar dan tidak bisa menghargai
orang. Seluruh tetangga di apartemen ini dan masyarakat sekitar jarang yang mau
yang mau berurusan dengan Si Hitam Bahadur. Istrinya bernama Madame Syaima.
Kakak perempuan Noura bernama Mona atau Suzana” (hm. 74).
d. Setting atau Latar
Latar adalah peristiwa dalam
karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi
fisikal dan fungsi psikologis. Maka dapat di simpulkan bahwa setting terdiri
atas tiga macam yaitu setting yang bersifat material, setting yang bersifat
sosiologis dan setting yang bersifat psikologis. Setting yang bersifat material
berhubungan dengan tempat, dapat di bumi, di udara, di kota bahkan dapat juga
di dunia angan-angan, pokoknya segala sesuatu yang tampak. Setting yang
bersifat sosiologis berhubungan dengan tempat-tempat dan benda benda yang dapat
menjelaskan/ menjabarkan tentang kehidupan masyarakat di suatu tempat. Setting
yang bersifat psikologis dapat berupa lingkungan atau benda-benda dalam
lingkungan tertentu yang dapat menuansakan suatu makna serta mampu merangsang
emosi pembaca.
Dalam suatu cerita latar
dibentuk melalui segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan
waktu, ruang, dan suasana terjadinya suatu peristiwa. Latar ini ada tiga macam,
yaitu: latar tempat; latar waktu; dan latar suasana.
1. Latar Tempat
Di dalam novel ini, banyak
tempat-tempat sekitar Cairo yang dipaparkan oleh penulis. Misalnya, di Masjid
Abu Bakar Ash-Shidiq yang terletak si Shubra El-Kaima, ujung utara Cairo;
serambi Masjid Al-Azhar; di Dokki, tepatnya di Masjid Indonesia Cairo; Rab’ah
El-Adawea, Nasr City; Tura El-Esmen; Hadayek Helwan; Masjid Al-Fath Al-Islami;
mahathah metro; Maadi, sebuah kawasan elite di Cairo setelah Heliopolis, Dokki,
El-Zamalek, dan Mohandesen; Sayyeda Zaenab; Tahrir; Mahattah El-Behous; Attaba;
flat; rumah sakit; Alexandria; pengadilan; dan di surga . Berikut beberapa
kutipannya :
“Tepat pukul dua siang aku
harus sudah berada di Masjid Abu Bakar Ash-Shidiq yang terletak di Shubra
El-Khaima, ujung kota Cairo, untuk talaqqi pada Syaikh Utsman Abdul Fatah”
(hlm. 16).
“Lebih beruntung lagi,
beliau sangat mengenalku. Itu karena sejak tahun pertama kuliah aku sudah
menyetorkan hafalan Al-Quran pada beliau di serambi Masjid Al-Azhar” (hlm. 17).
“Jadilah perjalanan dari Mahattah (stasiun,
terminal) Anwar Sadat Tahrir sampai Tura El-Esmen kuhabiskan untuk menyimak
seorang Maria membaca surat Maryam dari awal sampai akhir” (hlm. 24).
2. Latar Waktu
Latar waktu yang dipaparkan
penulis adalah pada pagi hari, siang, sore, dan malam hari. Pagi dini hari
yaitu ketika Fahri dan teman-temannya mendengar Noura disiksa oleh Bahadur;
siang hari adalah ketika Fahri melakukan aktivitas hariannya; sore hari adalah
ketika Fahri pulang ke flatnya; malam hari ketika Fahri makan bersama teman
satu flatnya dan ketika merayakan pesta ulang tahun Madame Nahed dan Yousef.
Berikut kutipannya :
“Dan malam ini kami melihat
hal yang membuat hati miris. Noura disiksa dan diseret di dini hari ke jalan
oleh ayahnya dan kakak perempuannya” (hlm. 74).
“Dengan tekad bulat, setelah
mengusir segala rasa aras-arasen ( rasa malas melakukan sesuatu ), aku bersiap
untuk keluar. Tepat pukul dua siang aku harus sudah berada di Masjid Abu Bakar
Ash-Sidiq yang terletak di Shubra El-Khaima, ujung utara Cairo, untuk talaqqi (
belajar langsung face to face dengan seorang syaikh atau ulama ) pada Syaikh
Utsman Abdul Fatah” (hlm. 16).
“Tepat tengah malam kami
pergi ke suthuh. Membawa tikar, nampan besar, empat gelas plastik, ashir
mangga, tamar himdi, dan dua bungkus firoh masywi yang masih hangat dan sedap
baunya. Kami benar-benar berpesta. Dua ciduk nasi hangat digelar di atas
nampan. Sambal ditumpahkan. Lalu dua ayam bakar dikeluarkan dari bungkusnya.
Tak lupa acar dan lalapan timun. Satu ayam untuk dua orang” (hlm. 71).
3. Latar Suasana
Suasana di dalam cerita ini
lebih di dominasi dengan haru. Suasana-suasana yang tampak pada novel ini
adalah senang, sedih, bahagia, dan suasana mencekam. Suasana senang tampak
ketika Fahri lulus dan bisa menulis tesis. Suasana sedih tampak pada Noura yang
disiksa Bahadur, Nurul yang cintanya kepada Fahri yang terlambat, dan pada
Maria yang merasakan sakit cinta hingga koma di rumah sakit. Suasana bahagia
tampak ketika Fahri dibebaskan atas tuduhan pemerkosaan. Suasana mencekam
ketika Bahadur menyiksa Noura, dan ketika Fahri berada di sel tahanan.
Kutipannya adalah sebagai berikut.
“Mabruk. Kamu lulus. Kamu
bisa nulis tesis. Tadi sore pengumumannya keluar.” merasa seperti ada hawa
dingin turun dari langit. Menetes deras ke dalam ubun-ubun kepalaku lalu
menyebar ke seluruh tubuh. Seketika itu aku sujud syukur dengan berlinang air
mata. Aku merasa seperti dibelai-belai tangan Tuhan. Setelah puas sujud
syukurku aku mengungkapkan rasa gembiraku pada teman-teman satu rumah (hlm.
69-70).
“Noura sesegukan di bawah
tiang lampu merkuri. Ia duduk sambil mendekap tiang lampu itu mendekap ibunya.
Apa yang kini dirasakan ibunya di dalam rumah. Tidakkah ia melihat anaknya yang
menangis tersedu dengan nada menyayat hati. Tak ada tetangga yang keluar.
Mungkin sedang terlelap tidur. Atau sebenarnya terjaga tapi telah merasa sudah
sangat bosan dengan kejadian yang kerap berulang itu” (hlm. 74).
e. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah cara
pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Sudut
pandang atau biasa diistilahkan dengan point of view atau titik kisah meliputi
(1) narrator omniscient, (2) narrator observer, (3) narrator observer
omniscient, dan (4) narrator the third person omniscient.
Narrator omniscient adalah
narator atau pengisah yang juga berfungsi sebagai pelaku cerita. Narrator
observer adalah bila pengisah hanya berfungsi sebagai pengamat terhadap
pemunculan para pelaku serta hanya tahu dalam batas tertentu tentang perilaku
batiniah para pelaku. Berkebalikan dengan narrator observer, dalam narrator omniscient
pengarang, meskipun hanya menjadi pengamat dari pelaku, dalam hal itu juga
merupakan pengisah atau penutur yang serba tahu meskipun pengisah masih juga
menyebut nama pelaku dengan ia, mereka, maupun dia.
Dalam cerita fiksi, mungkin
saja pengarang hadir di dalam cerita yang diciptakannya sebagai pelaku ketiga
yang serba tahu. Dalam hal ini, sebagai pelaku ketiga pengarang masih mungkin
menyebutkan namanya sendiri, saya atau aku. Sebagai pelaku ketiga yang tidak
hanya terlibat secara langsung dalam keseluruhan, satuan dan jalinan cerita,
pengarang dalam hal ini masih merupakan juga sebagai penutur yang serba tahu
tentang ciri-ciri fisikal, psikologis, maupun kemungkinan kadar nasib yang
nanti dialami oleh pelaku.
Dalam novel ini, bisa
dikatakan bahwa sudut pandang yang digunakan yaitu pelaku ketiga serba tahu.
Sudut pandang ini lebih menitikberatkan Fahri sebagai tokoh utama yang menjadi
titik pandang dari keseluruhan cerita. Di semua bagian cerita, Fahri
memposisikan diri sebagai “aku”, yang memaparkan dengan jelas kejadian-kejadian
berdasarkan yang dialaminya
B.
Analisis Pendekatan Psikoanalisis Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya
Habiburrahman El-Shirazy
Novel Ayat-ayat Cinta
menceritakan perjalanan hidup seorang pria muslim Indonesia di Mesir dengan
berbagai masalah yang dihadapinya. Pemecahan masalah yang dilakukan tokoh
dengan berlandaskan pada syariah islam dan dia berusaha mempertahankan sikapnya
meskipun berbagai tantangan dihadapinya. Diantaranya udara panas yang menguji
dia untuk tetap belajar, godaan cinta wanita yang menguji dia untuk dapat
bergaul secara Islami, fitnah yang hampir menjerumuskannya ke dalam
keputusasaan.
Dari gambaran tersebut dapat
terlihat bahwa sebagai manusia dia memiliki dorongan-dorongan primitif, namun
denagn landasan iman yang kuat dia dapat bertahan. Secara umum superego yang
dia miliki berdasarkan ajaran yang dianut.
Id yang terjadi yang dialami
tokoh dalam novel ini diantaranya ketika dia harus menahan panasnya udara
padang pasir ketika dia harus menahan panasnya udara padang pasir ketika dia
akan berangkat belajar. Meskipun panas matahari menerpa di kota Cairo, Fahri
dengan tekad bulat tetap pergi ke Syikh Utsman untuk talaqqi. Id yang dialami
Fahri adalah dia merasa tidak nyaman dengan cuaca panas, id yang lain adalah
perasaan malas. Hal itu dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut :
“Awal-awal Agustus memang
puncak musim panas. Dalam kondisi sangat tidak nyaman seperti ini, aku sendiri
sebenarnya sangat malas keluar. Ramalan cuaca mengumumkan: empat puluh satu
derajat celcius! Dengan tekad bulat, setelah mengusir segala rasa aras-arasen
aku bersiap untuk keluar. Tepat pukul dua siang aku harus sudah berada di
masjid Abu Bakar Ash-Shidiq yang terletak di Shubra El-Khaima, ujung utara
Cairo, untuk talaqqi pada Syikh Utsman Abdul Fattah” (Hal 16)
Super ego yang dimiliki oleh
tokoh Fahri adalah dia optimis bisa menembus panasnya kota Cairo, karena Syikh
Utsman yang tua saja tidak pernah absen, sedangkan Fahri yang muda dan masih
enerjik pasti bisa hadir. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut :
“Insya Allah tidak akan
terjadi apa-pa. Aku sangat tidak enak pada Syaikh Utsman jika tidak datang.
Beliau saja yang sudah berumur tujuh puluh lima tahun selalu datang. Tepat
waktu lagi. Tak kenal cuaca panas atau dingin. Padahal rumah beliau dari masjid
tak kurang dua kilo,” tukasku sambil bergegas masuk kamar kembali, mengambil
topi dan kaca mata hitam.(hal.18)
Ego yang terdapat pada
bagian awal cerita adalah meskipun panas menerpa, Fahri menyempatkan
berbincang-bincang di depan apartemen dengan Maria yang muncul dari jendela
kamarnya. Fahri juga menerima titipan Maria meskipun dia terburu-buru untuk
talaqqi kepada Syikh Utsman. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut :
“Kuberhentikan langkah.
Telingaku menangkap ada suara memanggil-manggil namaku dari atas. Suara yang
sudah kukenal. Kupicingkan mataku mencari asal suara. Di tingkat empat. Tepat
di atas kamarku. Seorang gadis Mesir berwajah bersih membuka jendela kamrnya
sambil tersenyum. Matanya yang bening menatapku penuh binar”. (hal 21-22)
“Seringkali ia titip sesuatu
padaku. Biasanya tidak terlalu merepotkan. Seperti titip membelikan disket,
memfotocopy sesuatu, membelikan tinta print, dan sejenisnya yang mudah
kutunaikan. Banyak toko alat tulis, tempat foto copy dan toko perlengkapan
komputer di Hadayek Helwan. Jika tidak ada di sana, biasanya di Shubra
El-Khaima ada”. (hal 27)
Pada peristiwa berikutnya
usai sholat, Fahri bertemu dengan Syaikh Ahmad yang ramah dan tidak tertutup
untuk kaula muda. Biasanya setelah selesai talaqqi, Fahri langsung pulang
menuju metro atau kereta listrik. Di dalam metro Fahri bertemu seorang pemuda
Mesir yang bernama Ashraf. Mereka sempat saling kenalan dan berbincang-bincang.
Di samping itu terdapat seorang perempuan bercadar. Id yang dimiliki oleh Fahri
adalah dia keras kepala untuk pulang, padahal cuaca pada saat itu sangat panas
dan sudah diingatkan oleh Syaikh Ahmad untuk jangan pulang dulu. Hal itu dapat
dilihat pada kutipan sebagai berikut :
“Masya Allah, semoga Allah menyertai
langkahmu.”
“Amin”, sahutku pelan sambil melirik jam
dinding di atas mihrab.
Waktunya sudah mepet.
“Syaikh, saya pamit dulu,”
kataku sambil bangkit berdiri. Syaikh Ahmad ikut berdiri. Kucangklong tas,
kupakai topi dan kaca mata. Syaikh Ahmad tersenyum melihat penampilanku”.
(hal.32)
Super ego yang dimiliki oleh
Fahri adalah tidak merasa takut terhadap cuaca yang tidak mendukung. Meskipun
Syaikh Ahmad tidak menganjurkan untuk tidak masuk dan jarak tempuh yang jauh,
tetapi bagi Fahri tidak menjadi masalah. Jadwal belajar harus dia penuhi dan
tidak boleh dilanggar, karen kalau dilanggar dia merasa tidak bisa memegang
janji kepada dirinya sendiri. Hal itu dapat dilihat pada kutipan sebagai
berikut :
“Cuacanya buruk, sangat
panas. Apa tidak sebaiknya istirahat saja? Jarak yang akan kau tempuh itu tidak
dekat. Pikirkan juga kesehatanmu, Akh,” lanjut beliau sambil meletakkan tangan
kanannya di pundak kiriku. “Semestinya memang begitu Syaikh. Tapi saya harus
komitmen dengan jadwal. Jadwal adalah janji. Janji pada diri sendiri dan janji
pada Syaikh Utsman untuk datang.” (hal.31)”
Ego yang terdapat pada
bagian ini, yaitu keyakinan Fahri sirna ketika di hari yang sangat panas, tidak
mendapatkan tempat duduk ada yang kosong, tetapi dengan hati yang ikhlas Fahri
menganggap itu bukanlah keuntungannya atau bukan rizkinya. Maka dia harus
berdiri sampai nantinya mendapatkan tempat duduk. Hal itu dapat dilihat pada
kutipan sebagai berikut :
“Sebuah metro biru kusam
datang…. Aku yakin sekali akan dapat tempat duduk. Dalam cuaca panas seperti
ini pasti penumpang sepi. Begitu sampai di dalam, aku langsung mengedarkan
pandangan mencari tempat duduk. Sayang, semua tempat duduk telah terisi. Bahkan
ada lima penumpang yang berdiri. Sungguh mengherankan, bagaimana mungkin
terjadi? Di hari-hari biasa yang tidak panas saja seringkali ada tempat duduk
kosong”. (hal 33-34)
“Dapat tempat duduk adalah
juga rizki. Jika tidak dapat tempat duduk berarti belum rizkinya. Aku menggeser
diri ke dekat pintu di mana ada kipas angin berputar-putar di atasnya”. (hal.
34)
Permasalahan yang dia hadapi
ketika di kendaraan umum melihat perlakuan seorang pria muslim terhadap wanita
yang kafir yang mencerminkan ajaran Islam yang damai.
Kehadiran tiga orang turis
asal Amerika membuat suasana di dalam metro mencekam, setelah orang-orang Mesir
tidak terima kehadiran tiga orang turis tersebut dan ketika perempuan bercadar
mempersilahkan perempuan tua dari mereka duduk di tempat duduknya. Percekcokan
tidak terelakkan, meskipun suasana dapat diredakan oleh Fahri dengan tindakan
manusiawi tanpa kekerasan.
Id yang terdapat dalam
bagian ini adalah teman Fahri yang baru dikenalnya di metro, yaitu teman Fahri
yang baru dikenalnya di metro, yaitu Ashraf tidak senang dengan kehadiran tiga
bule yang baru masuk metro. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut :
“Ashraf menoleh ke kanan dan
memandang tiga bule itu dengan raut tidak senang. Tiba-tiba ia berteriak emosi
“Ya Amrikaniyyun, Ia natullah alaikuikum!” (hal.38)
Super Ego yang dimiliki oleh
Fahri dalam bab ini adalah Fahri sangat menyesalkan tindakan teman barunya itu.
Seharusnya seorang muslim tidak pantas mengeluarkan kata makian dan laknat
terhadap sesama manusia meskipun berbeda keyakinan. Untungnya tiga bule itu
tidak paham dengan makian menggunakan bahasa Arab. Hal itu dapat dilihat pada
kutipan sebagai berikut :
“Untung ketiga orang Amerika
itu tidak bisa bahasa Arab. Mereka kelihatannya tidak terpengaruh sama sekali
dengan kata-kata yang diucapkan Ashraf….(hal.39)”
“Tindakan Ashraf melaknat
tiga turis Amerika itu sangat aku sesalkan. Tindakannya jauh dari etika
Al-Quran, padahal dia tiap hari membaca Al-Quran…. (hal.40)”
Ego yang terdapat pada
bagian ini, yaitu Fahri berusaha menenangkan kericuhan yang dilakukan oleh
orang-orang Mesir yang tidak terima atas kehadiran tiga orang turis dan ketidakterimaan
mereka atas kebaikan yang diberikan oleh perempuan bercadar terhadap salah satu
turis. Pada akhirnya orang-orang Mesir itu luluh. Hal itu tampak dalam kutipan
berikut :
“Lelaki setengah baya itu
tampak berkaca-kaca. Ia beristigfar berkali-kali. Lalu mendekati diriku.
Memegang kepalaku dengan kedua tangannya dan mengecup kepalaku sambil berkata
“Allah yaftah, alaik, ya bunayya!” Allah yafta, alaikazakallah khaira!” Ia
telah tersentu. Hatinya telah lembut. (hal.51)”
Menolong teman perempuan yang
mengalami kesulitan belajar. Rudi, salah satu teman apartemen dan satu
kenegaraan dengan Fahri itu sempat berprasangka buruk terhadap Fahri. Dia
curiga bahwa Ashir Ashab pemberian dari Maria itu merupakan tanda kasih, tetapi
Fahri menepis anggapan itu. Fahri menganggap pemberian itu adalah kewajaran
sebagai tetangga dekat dan menjadi kepala keluarga bagi teman-temannya. Setiap
ada keperluan dari tetangganya pasti Fahri yang dituju, Rudi minta maaf kepada
Fah ri karena salah paham atas anggapan negatif tersebut.
Id yang terdapat dalam
bagian ini adalah udara panas membuat Fahri lupa pesan Maria, sehingga dia
harus pergi dari toko yang satu ke toko yang lainnya untuk mendapatkan pesanan
maria itu, yaitu disket. Hal itu tampak dari kutipan berikut :
“Perjalanan pulang ternyata
lebih panas dari berangkat. Antara pukul setengah empat hingga pukul lima
adalah puncak panas siang itu. Berada di dalam metro rasanya seperti berada
dalam ove. Kondisi itu nyaris membuatku lupa akan titipan Maria. Aku teringat
ketika keluar dari mahattah Hadayek Helwan. Ada dua tokok alat tulis. Kucari di
sana. Dua-duanya kosong. (hal. 58)”.
Super ego yang dimiliki oleh
Fahri dalam bagian ini adalah dia rela mondar-mandir untuk mendapatkan pesanan
Maria, yaitu disket. Fahri rela kembali naik metro ke tempatnya hanya sekedar
mendapatkan peasanan teman terbaiknya itu. Rasa lelah tidak ia hiraukan. Hal
itu dapat dilihat pada kutipan sebagai berikut :
“Aku melangkah ke Pyramid
Com. Sebuah rental komputer yang biasanya juga menjual disket. Malang! Rental
itu ditutup. Terpaksa aku kembali ke mahattah dan naik metro ke Helwan. Di kota
Helwan ada pasar dan toko-toko cukup besar. Di sana kudapatkan juga disket itu…
(hal. 58)”.
Ego yang terdapat pada
bagian ini yaitu Rudi ngotot kalau Fahri ada apa-apa dengan Maria, karena bagi
Rudi tidak wajar pemberian ditujukan ke satu orang, mengapa bukan untuk semua.
Tanggapan Fahri jangan-jangan Rudi yang cemburu, sehingga Rudi jadi serba salah
juga. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Masalahnya ini dari Maria,
Mas. Sepertinya puteri Tuan Boutros itu perhatian sekali sama Mas.
Jangan-jangan dia jatuh hati sama Mas.” “Hus jangan ngomong sembangan! Mereka
itu memang tetangga yang baik. Sejak awal kita tinggal di sini mereka sudah
baik sama kita. Bukan sekali ini mereka memberi sesuatu pada kita.” “Tapi
kenapa Maria bilang untuk Mas. Bukan untuk kita semua?” “Lha ketahuan kan? Kau
cemburu, jangan-jangan kau yang jatuh cinta. Ya udah nanti biar kusampaikan
sama Maria dan Tuan Boutros ayahnya, kalau memberi sesuatu biar yang disebut
namamu, hehehe.” “Jangan Mas. Bukan itu maksudku?” (hal.59)”.
Menolong perempuan yang
dizalimi ayah angkatnya, Setelah datang sms dari teman Fahri atas kelulusannya
untuk melanjutkan mengerjakan tesis, dia dengan teman-teman syukuran hingga
tengah malam, tiba-tiba terdengarlah keributan di jalan, yaitu Noura dipukuli
Bahadur ayahnya. Fahri tidak tega dengan perlakuan ayahnya itu, sehingga dia
menyuruh Maria menghampirinya dan ditanyakan apa masalahnya. Id yang terdapat
dalam bagian ini adalah Fahri dan teman-temannya dikagetkan oleh jeritan
seorang perempuan dan teriakan seorang lelaki yang memaki-maki perempuan itu.
Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Di tengah asyiknya
bercengkrama, tiba-tiba kami mendengar suara orang ribut. Suara lelaki dan
perempuan bersumpah serapah berbaur dengan suara jerit dan tangis seorang
perempuan. Suara itu datang dari bawah. Kami ke tepi suthun dan melihat ke
bawah. (hal.73)”
Super ego yang terdapat
dalam bagian ini adalah Fahri merasa kasihan dan tidak tega dengan nasib
perempuan itu. Fahri mengajak Maria untuk menolong perempuan itu. Hal itu dapat
dilihat pada kutipan sebagai berikut:
“Apa kau tidak kasihan
padanya?”
“Sangat kasihan.”
“Apa kau tidak tergerak
untuk menolongnya.”
Tergerak. Tapi itu tidak
mungkin.”
“Kenapa?”
“Si Hitam Bahadur bisa
melakukan apa saja. Ayahku tidak mau berurusan dengannya.”
Tidakkah kau bisa turun dan
menyeka air matanya. Kasihan Noura. Dia perlu seseorang yang menguatkan
hatinya.” (hal.75)”
Ego yang terdapat pada
bagian ini yaitu dengan sedikit terpaksa, karena bujukan Fahri, Maria rela
menolong perempuan itu. Rasa khawatir sempat menghantui Maria atas keluarga
perempuan itu. Hal itu tampak dalam kutipan berikut:
“Untuk yang ini jangan paksa
aku, Fahri! Aku tidak bisa!”
“Kumohon, demi rasa cintamu
pada Al-Masih. Kumohon!”
Baiklah, demi cintaku pada
Al-Masih akan kucoba. Tapi kau harus tetap mengawasi dari jendelamu. Jika ada
apa-apa kau harus berbuat sesuatu.” (hal. 76)”.
“Sekarang apa yang
kulakukan?”
Tidak bisakah kau ajak dia
ke kamarmu?”
“Aku kuatir Bahadur tahu.”
(hal.77).”
Fahri mengabarkan
kelulusannya kepada Syaikh Ahmad sekalian menitip Noura kepadanya. Seharian
Fahri beraktifitas sampai-sampai dia demam tinggi. Fahri teringat ibu-bapaknya
yang ada di Indonesia hingga terbawa mimpi. Ketika di perjalanan National
Library, Fahri bertemu penjual boneka yang mendoakan Fahri mendapatkan istri
sholehah, cantik, anak sholeh, dia langsung terharu dan membelinya. Boneka pnda
yang dibelinya itu langsung dititipkan dan diberikan kepada keponakan Aishah.
Id yang terdapat dalam
bagian ini adalah Fahri menemui Syaikh Ahmad dalam rangka menyampaikan kabar
kalau dia lulus dan rencana penyusunan tesis. Dia juga bermaksud minta tolong
untuk membantu Noura mendapatkan keadilan. Hal itu dapat dilihat pada kutipan
berikut:
“Setelah shalat shubuh aku
tidak langsung pulang, tapi menemui Syaikh Ahmad. Kukabarkan pada beliau
kelulusanku dan rencanaku membuat proposal tesis…. Barulah aku jelaskan padanya
kisah derita Noura panjang lebar dan mendetail seperti yang aku lihat dan aku
ketahui. Beliau menitikkan air mata mendengarnya. (hal.137)”
Super Ego yang terdapat pada
bagian ini adalah Syaikh Ahmad dan istrinya datang ke asrama mahasiswa
Indonesia untuk menjemput Noura. Hal itu dilakukan guna mengantisipasi
terjadinya masalah di sana dan menyelamatkan Noura dari kejaran ayahnya yang
jahat. Di sana sudah ditunggu Nurul. Hal itu dapat dilihat pada kutipan sebagai
berikut:
“Pukul sepuluh lebih sepuluh
kami sampai di kediaman Nurul dan kawan-kawannya yang berada di tingkat enam…
Ketika memeluk Noura, isteri Syaikh Ahmad menjelaskan maksud kedatangan dia dan
isterinya. Semuanya mengerti termasuk Noura. Noura akan dibawa ikut serta ke
kampung halaman Syaikh Ahmad….(hal.3)”.
Ego yang terdapat dalam bab
ini, yaitu Fahri sempat berangan-angan siapa yang akan menjadi pendamping
hidupnya, di antaranya Nurul, Maria, dan Aishah. Hal itu dapat dilihat pada
kutipan berikut:
“Nurul dan teman-temannya
orang jujur dan amanah….Tiba-tiba aku ingat ledekan si Rudi kemari,
jangan-jangan dia orangnya!.... Congratulation Mas. She is the star, she is the
true coise, she will be a good wife!”. Ah, tidak mungkin! Kutepis jauh-jauh
pikiran yang hendak masuk. Memiliki isteri shalihah adalah dambaan. Tapi….ah,
aku ini punguk dan dia adalah bulan. Aku ini gembel kotor dan dia adalah
bidadari tanpa noda… (hal.140)”.
“….Lalu aku bergurau,
“Kebetulan tidak ada gadis yang mau dekat denganku. Tak ada yang mau mengenalku
dan baik denganku. Yang baik padaku malah Maria. Bagaimana Madame, kalau
calonnya Maria?” (hal.143)”.
“Aisha juga bertanya apakah
aku telah berkeluarga? Setelah selesai master apa yang akan aku kerjakan di
Indonesia? Apakah aku akan melanjutkan S3? Aku menjawab apa yang bisa kujawab….
(143)”.
Menahan penderitaan selama
di penjara. Setelah penangkapan Fahri, dia harus menjalani hari-harinya di
penjara dengan penyiksaan, ditendang, dipukuli, dicambuk sudah menjadi santapan
hariannya. Dia dipaksa untuk mengakui pemerkosaan atas Noura. Dengan keimanan
yang kuat dia tidak gentar berpegang pada agama Allah. Dia tetap bungkam dan
teguh pendirian. Hukuman yang diterimannya semakin menyakitkan. Dalam keadaan
pemukulan yang bertubi-tubi, Fahri masih memikirkan nasib sitrinya sekarang.
Id yang terdapat dalam bagian
ini adalah Fahri dipaksa untuk mengakui pemerkosaan atas Noura, yang tidak
pernah dia lakukan. Dia dipukuli sampai berdarah-darah dan bibirnya pecah. Dia
sempat kaget dan ditertawai oleh polisi itu ketika berkata jujur. Hal itu dapat
dilihat pada kutipan berikut:
“…Seorang polisi hitam besar
membentakku lalu menampar mukaku dengan seluruh kekuatan tangannya. Kurasakan
darah mengalir dari hidungku. “Akui saja, kau yang memperkosa gadis bernama
Noura yang jadi tetanggami di Hadayek Helwan pada jam setengah empat dini hari
Kamis 8 Agustus yang lalu? Akui saja, atau kami paksa kau untuk mengaku! Jika
kau mengakuinya maka urusannya akan cepat.” Kata-kata polisi itu membuatku
kaget bukan main. Noura hamil dan aku yang dituduk memperkosanya. Sungguh
celaka! (hal.307-308)”.
“…Tapi penjelasanku dianggap
seolah suara keledai. Mereka malah tertawa. Dan menjadikan aku bulan-bulanan
oleh hinaan, makian dan tamparan yang membuat bibirku pecah. (hal.308)”.
Super Ego yang terdapat
dalam bagian ini adalah Fahri bersikeras tidak mengakui perbuatan bejat itu.
Malah menantang polisi itu untuk dibawa ke meja hijau. Ketika Fahri dimaki-maki
Fahri membalasnya dengan makian, sehingga membuat salah satu polisi geram dan
memukul wajahnya. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
“…Dan aku tidak mau mati
dalam keadaan mengakui perbuatan biadan yang memang tidak pernah aku lakukan.
“Kapten, aku memilih membuktikan di pengadilan bahwa aku tidak bersalah. Aku
yakin negara ini punya undang-undang dan hukum.
SINOPSIS NOVEL AYAT-AYAT
CINTA KARYA HABIBURRAHMAN EL-SHIRAZY
Dalam novel ayat-ayat cinta
menceritakan sosok mahasiswa S2 Universitas Al Azhar, Cairo Mesir. Ia berasal
dari Indonesia. Mahasiswa itu bernama Fahri bin Abdullah Shiddiq. Fahri telah
berada di Mesir selama tujuh tahun. Ia telah berhasil menyelesaikan S1-nya
dengan baik dan sekarang sedang melanjutkan S2. Fahri adalah sosok pria yang
menjadi idaman para wanita. Ia baik, sopan, bertanggung jawab. Selama hidup di
mesir, Fahri menyewa sebuah flat sederhana bersama keempat temannya yaitu
Saiful, Rudi, Hamdi, dan Misbah. Fahri dipercaya menjadi kepala rumah tangga
yang mengatur dsan bertanggung jawab atas flat dan teman-temannya.
Flat yang Fahri tempati
berjumlah enam tingkat. Flat Fahri terletak di lantai tiga. Untuk sampai ke
flatnya harus menaiki anak tangga yang begitu banyak karena disana tidak
terdapat lift. Bagi Fahri, flat adalah tempat berbagi suka dan duka setelah
masjid. Di flatnya itu pula, fahri berkenalan dengan gadis kristen koptik
bernama Maria, mahasiswa universitas Cairo. Ia anak sulung Tuan Boutros Rafael
Girgis. Berasal dari keluarga besar Girgis. Flat Maria berada tepat diatas flat
Fahri dan teman-temannya. Keluarga Maria memang sangat baik kepada Fahri dan
teman-temannya. Bahkan hubungan Maria dan Fahri bisa dibilang dekat. Seringkali
Maria menitip sesuatu kepada fahri. Maria juga senang memberi makanan atau
minuman kepada Fahri. Menurut Fahri, Maria adalah gadis yang baik dan unik.
Dibilang unik karena Maria adalah seorang nasrani yang sangat mengagumi Islam.
Ia juga hafal dengan surat Maryam dan surat Al-Maidah. Pernah suatu kali saat
Fahri dan Maria sedang berada di dalam metro, Maria menunjukkan kepada Fahri
jika ia bisa mengaji. Maria juga tahu tata cara mengaji yang didahului dengan
membaca ta’awudz dan basmalah. Meskipun Maria beragama Islam, ia meyakini bahwa
Al-Quran adalah kitab yang paling banyak dibaca orang. Al-Quran juga sangat
dimuliakan dan dihargai daripada kitab-kitab lainnya. Ia juga merasa marah
ketika seorang doktor filsafat mengatakan bahwa dalam Al-Quran ada rangkaian
huruf yang tidak diketahui maknanya. Cara berpakaian Maria jga sangat sopan. Ia
lebih suka memakai pakaian yang panjang dan sedikit longgar, roknya juga
panjangnya selutut. Satu lagi sifat unik Maria adalah suka mendengar adzan.
Suatu ketika saat Fahri pergi tallaqi dengan naik metro seperti biasanya. Di
metro ia bertemu dengan gadis bercadar. Gadis itu bernama Aisyah. Saat di
metro, Aisyah membela tiga orang bule Amerika untuk mendapatkan tempat duduk.
Gadis bule itu bernama Alicia. Saat itu ada seorang bule yang sudah tua. Aisyah
berniat memberikan tempat duduk kepada bule yang tua itu. Namun penumpang yang
kebanyakan orang Arab tidak setuju jika Aisyah memberikan tempat duduk kepada
bule Amerika itu. Sebabnya karena orang Mesir sangat benci kepada orang Amerika.
Antara Aisyah dan orang Arab sempat bertengkaran karena ada seorang penumpang
metro yang sangat membenci bule yang mengganggap bangsanya seorang teroris.
Fahri yang tahu duduk permasalahnya segera menolong dan membela Aisyah. Awalnya
sempat terjadi keributan kecil dan orang Mesir itu masih kukuh dengan
pendapatnya. Dengan penjelasan Fahri akhirnya dapat meyakinkan meyakinkan
penumpang itu dan berhasil merayunya agar mengizinkan bule itu duduk. Allicia
mengucapkan terima kasih kepada Aisyah dan Fahri. Ternyata Alicia datang ke
Mesir untuk meneliti lebih dalam tentang Islam. Akhirnya Aisyah dan Fahrilah
yang memberi penjelasan kepada Alicia.Dari pertemuan dengan Fahri di Metro itu,
Aisyah merasa jatuh hati kepada Fahri karena kagum atas sikap Fahri.
Selain Aisyah dan Maria,
Fahri juga mengenal seorang gadis yang juga mahasiswa Al Azhar dari Indonesia
yaitu Nurul. Nurul menaruh hati pada Fahri layaknya maria dan Aisyah. Nurul
adalah sosok wanita Indonesia sejati. Ia sangat keibuan, sopan tutur katanya,
dan baik sifatnya. Karena ia menaruh hati kepada Fahri, ia sampai menulis surat
yang isinya menyatakan cintanya. Surat itu lalu Fahri titipkan kepada seorang
ustadz.
Selain Maria, Fahri
mempunyai tetangga yang nasibnya sangat mengenaskan. Berasal dari keluarga yang
tidak harmonis. Bapaknya seorang pemabuk dan kakanya seorang wanita penghibur.
Namun ada sedikit keanehan jika melihat Noura. Semua keluarganya berkulit hitam
hanya ia sendiri yang berkulit putih. Ternyata usut punya usut, Noura tertukar
dengan keluarga Bahadur. Padahal sebenarnya ia anak orang terpandang. Karena
perbedaan kulit Noura itu, ayah tirinya, Bahadur sering melakukan kekerasan
padanya, termasuk pemerkosaan. Selain itu, Bahadur juga menuduh istrinya
selingkuh karena melahirkan anak yang berbeda. Saat Noura diperlakukan kasar,
hanya ibu tiri Noura yang merasa kasihan dan membela Noura. Tetapi apa daya
tangan tak sampai. Bahadur lebih kuat dan berkuasa di rumah itu. Suatu malam,
di bawah flat ada keributan yaitu si muka dingin Bahadur sedang menghajar
anaknya yaitu Noura. Melihat kejadian itu Fahri tidak tega dan menyuruh Maria
menampung di rumahnya. Sebenarnya mereka sangat takut jika ketahuan Bahadur.
Namun karena tidak tega melihat Noura, mereka memberanikan diri untuk menolong
Noura. Untuk menghindari Bahadur, Noura dititipkan Fahri kepada Nurul dan
ditempatkan di asrama bersama Nurul. Pada suatu hari ketika Fahri mengaji pada
Syaikh Utsman, Fahri ditanya dan ditawari untuk menikah. Tak lama kemudian
Fahri menyetujui tawaran Syaikh Ustman hingga Fahri diajak berkenalan dengan
calon istrinya. Calon istri Fahri itu adalah gadis beradar. Saat pertemuan pun
tiba, Fahri bertemu dengan calon istrinya yang ternyata adalah Aisyah yang
keponakan Iqbal, orang Indonesia yang sangat dikenal oleh Fahri. Fahri terkejut
saat pertama kali Aisyah membuka cadarnya. Ternyata calon istrinya itu adalah
gadis yang bertemu dengannya di metro. Ia sangat kagum melihat kecantikan
Aisyah. Aisyah adalah wanita yang kaya. Ia mempunyai perusahaan dan warisan
dari orangtuanya. Awalnya Fahri tidak enak karena istrinya lebih kaya dan
mempunyai pekerjaan dan ia belum dapat mencari nafkah. Tetapi Aisyah meyakinkan
fahri jika apa yang dimilikinya juga menjadi milik Fahri.
Setelah perkenalan itu tak
lama kemudian mereka menikah tanpa dihadiri orang tua Fahri. Tetapi sebelumnya
Fahri telah meminta restu kepada orangtuanya di Indonesia. Mendengar berita
pernikahan itu, Nurul kecewa karena kasihnya tidak kesampaian. Wanita yang tak
kalah kecewa atas pernikahan Fahri itu adalah Maria karena ia juga mencintai
Fahri. Setelah pernikahan Fahri, Maria tidak mau makan, ia hanya melamun.
Kondisi badannya semakin menurun. Namun hal itu tak menyurutkan kebahagiaan
Fahri dan Aisyah sebagai pengantin baru.
Aisyah dan Fahri sangat
bahagia mereka hidup bersama. Ketika kebahagiaan itu terjadi cobaanpun
menghadangnya. Begitu sayangnya kepada Fahri, paman dan bibi Nurul meminta
Fahri untuk menikahinya tetapi Fahri mampu menolaknya dengan halus. Tetapi
cobaan yang lebih berat menimpanya ketika Fahri ditangkap dan dipenjara atas
tuduhan memperkosa Noura. Fahri difitnah dan dijebak. Saat itu, Aisyah sedang
hamil muda sehingga ia sangat sedih melihat nasib suaminya itu. Aisyah berusaha
mencari beberapa saksi untuk membuktikan jika suaminya tidak bersalah. Ia juga
mencari seorang pengacara untuk membela suaminya. Persidangan digelar. Pada
persidangan pertama, saksi-saksi yang dihadirkan Fahri tidak bisa membuktikan
kebenaran Fahri. Aisyah kembali menangis. Keputusan pengadilan itu tidak dapat
ditolak meskipun pengacara Fahri mengajukan banding dan meminta dilakukan tes
DNA untuk mengetahui siapa sebenarnya yang menghamili Noura. Namun Tuhan
berkata lain. Ternyata tes DNA hanya bisa dilakukan setelah bayi lahir. Fahri
sadar bahwa Marialah kunci saksi yang bisa memenangkan persidangan itu. Aisyah
kemudiian mencari Maria dan meminta tolong kepadanya agar mau menjadi saksi
Fahri di persidangan. Namun sayangnya Maria sedang sakit. Ia koma. Kata ibunya
Maria selalu memanggil-manggil nama Fahri. Hal itu terjadi karena Maria kecewa
atas kegagalan cintanya dengan Fahri. Ia lantas mengurung dirinya sampai jatuh
sakit. Hanya ada salah satu cara untuk menyadarkan Maria yaitu meminta Fahri
untuk menjenguk dan mengajaknya berbicara untuk menyadarka syaraf otaknya. Cara
itu kurang berhasil karena Maria hanya menggerakkan tangannya. Dokter yang
menangani Maria meminta Fahri untuk mencium dan memegang tangan Maria. Karena
bukan muhrimnya, Fahri tidak mau melakukan itu. Asiyah lalu menyarankan agar
fahri menikahi Maria. Fahri tidak setuju karena ia sangat mencintai istrinya.
Namun atas pengertian Aisyah jika ia tidak mau bayinya tidak mempunyai seorang
ayah karena dipenjara. Akhirnya Fahri menikahi Maria di kamar sakit. Kemudian
Fahri mencium dan mebisikkan kata-kata cinta kepada Maria. Dengan izin Allah,
Maria bangun dan sangat senang melihat Fahri disampingnya. Meskipun Asiyah
menyetujui pernikahan suaminya itu dengan Maria namun ia sangat sedih. Ia
menangis.Setelah Fahri menikahi Maria, Maria sedikit sembuh dan dapat keluar
dari rumah sakit meskipun harus tetap mengontrol kesehatannya.
Di persidangan Fahri, Maria
memberikan kesaksian bahwa hal yang dituduhkan kepada Fahri tidak benar.
Pengacara Fahri juga menunjukkan bukti percakapan Noura menggunakan handpone
Maria dengan temannya yang mengatakan bahwa ia diperkosa Bahadur. Karena
kesaksian Maria itu, Noura tidak bisa melakukan apa-apa. Ia kemudian mengakui
bahwa yang memperkosanya adalah Bahadur, ayah tirinya pada malam ia diusir dari
rumahnya. Bahdur merasa terpojokkan, ia kemudian di tangkap dan dipenjara.
Akhirnya Fahri bebas dari penjara. Setelah persidangan itu, Fahri menjalani
kehidupan seperti biasanya. Namun sekarang ia memiliki dua orang istri. Aisyah
sedang mengandung anaknya dan Maria sedang sakit. Mereka dapat hidup harmonis
walaupun Aisyah masih merasa sedikit canggung dengan keberadaan Maria. Karena
penyakit Maria sangat parah itu, Maria sakit lagi bahkan lebih parah. Maria
masuk Rumah sakit lagi. Ketika di rumah sakit, Maria bermimpi jika ia tidak
boleh masuk surga karena bukan termasuk golongan-golongan mereka. Di dalam
mimpi Maria itu, ia seolah-olah sedang berada di istana yang megah dengan
banyak pintu. Dari kejauhan sudah tercium wangi istana itu. Sewaktu bemimpi
itu, tak sadar maria mengigau membaca Al-Quran surat Maryam. Kemduian
dilanjutkan surat Thaha dan memanggil-manggil nama Allah. Setelah bangun dari
mimpi itu Maria meminta Aisyah dan Fahri membantunya berwudhu dan mengajarinya
sholat. Dengan penuh heran dan iba mereka menuruti kemauan Maria. Setelah itu
Maria berbaring dengan suara lirih Maria mengucapkan kalimat syahadat. Fahri
dan Aisyah mengajarinya shalat dan menuntunnya membaca kalimat syahadat.
Setelah selesai shalat itu, lalu perlahan pandangan mata Maria meredup dan
akhirnya tertutup rapat. Aisyah dan Fahri tak kuasa menahan air matanya melihat
Maria yang telah menghadap Tuhan dengan menyungging senyum di bibir dan wajah
bersih seakan diselimuti cahaya. Maria meninggal dunia setelah ia masuk Islam.
No comments:
Post a Comment