1. Kedudukan
dan Fungsi Bahasa Indonesia
a. Kedudukan
Bahasa Indoensia
1) Sebagai Bahasa Nasional
Seperti yang tercantum dalam ikrar ketiga Sumpah
Pemuda 1928 yang berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa
persatuan, bahasa Indonesia”. Ini berarti bahasa Indonesia berkedudukan sebagai
bahasa Nasional yang kedudukannya berada diatas bahasa-bahasa daerah.
2) Sebagai Bahasa Negara
Tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 (Bab
XV Pasal 36) mengenasi kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahawa bahasa
negara ialah bahasa Indonesia.
b. Fungsi Bahasa Indonesia
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional,
bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1) Lambang kebangsaan.
2) Lambang identitas
nasional
3) Alat penghubung
antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya
4) Alat yang
memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya
dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang
bulat.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara,
bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1) Bahasa resmi
kenegaraan
2) Bahasa pengantar di
dalam dunia pendidikan
3) Alat perhubungan
pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
4) Alat pengembangan
kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Ragam
Bahasa
a. Pengertian Ragam Bahasa
Ragam
Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik
yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang
dibicarakan, serta menurut medium pembicara (Bachman, 1990). Ragam bahasa yang
oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik (mempunyai prestise tinggi),
yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan
teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat
menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam
bahasa resmi.
Menurut Dendy Sugono (1999: 9), bahwa
sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu
masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di
sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku.
Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita
tidak dituntut menggunakan bahasa baku. Sumber utama perbedaan bahasa adalah
variasi internal seperti tekanan suara yang diberikan, dan variasi eksternal
seperti dialek yang disebabkan oleh perbedaan geografis. Bahasa yang dihasilkan
melalui alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar
dinamakan ragam bahasa lisan, sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan
memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya, dinamakan ragam
bahasa tulis. Jadi dalam ragam bahasa lisan, kita berurusan dengan lafal, dalam
ragam bahasa tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan). Selain
itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam kedua jenis ragam itu memiliki
hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang unsur dasarnya huruf, melambangkan
ragam bahasa lisan. Oleh karena itu, sering timbul kesan bahwa ragam bahasa
lisan dan tulis itu sama. Padahal, kedua jenis ragam bahasa itu berkembang
menjdi sistem bahasa yang memiliki seperangkat kaidah yang tidak identik benar,
meskipun ada pula kesamaannya. Meskipun ada keberimpitan aspek tata bahasa dan
kosa kata, masing-masing memiliki seperangkat kaidah yang berbeda satu dari
yang lain.
Pendiskripsian
terhadap semua level bahasa meliputi: Fenotik (pembunyian), Grammar (tata
bahasa), Leksikologi ( kosakata), dan penggunaan gaya bahasa. Macam-macam ragam
Bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu berdasarkan media,
berdasarkan cara pandang penutur dan berdasarkan topik pembicaraan.
b. Jenis-jenis Ragam Bahasa
Adanya bermacam-macam ragam bahasa terjadi
karena fungsi, kedudukan serta lingkungan yang berbeda-beda. Ada beberapa ragam
bahasa, yaitu:
1) Ragam
Bahasa Indonesia Berdasarkan Media
Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan
untuk menghasilkan bahasa, ragam bahasa terdiri dari: (1) Ragam bahasa lisan
(2) Ragam bahasa tulis. Ragam Lisan dan Ragam bahasa baku lisan didukung oleh
situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun,
hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam
pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan
unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam
baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam
memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan. Pembicaraan lisan dalam
situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan
dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan,
ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut
sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu,
bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis,
walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat
dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu masing-masing, ragam tulis dan
ragam lisan memiliki ciri kebakuan yang berbeda.
Ciri-ciri ragam lisan: (a) Memerlukan orang
kedua/teman bicara; (b) Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu;
(c)Tidak harus memperhatikan unsur gramatikal, hanya perlu intonasi serta
bahasa tubuh. (d) Berlangsung cepat; (e) Sering dapat berlangsung tanpa alat
bantu; (f) Kesalahan dapat langsung dikoreksi; (g) Dapat dibantu dengan gerak
tubuh dan mimik wajah serta intonasi.
Contoh ragam lisan adalah ‘Sudah saya baca buku itu.’
Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis,
makna kalimat yang diungkapkannya tidak ditunjang oleh situasi pemakaian,
sedangkan ragam bahasa baku lisan makna kalimat yang diungkapkannya ditunjang
oleh situasi pemakaian sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur
kalimat. Oleh karena itu, dalam penggunaan ragam bahasa baku tulis diperlukan
kecermatan dan ketepatan di dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan,
struktur bentuk kata dan struktur kalimat, serta kelengkapan unsur-unsur bahasa
di dalam struktur kalimat. Ciri-ciri ragam tulis: (a)Tidak memerlukan orang
kedua/teman bicara; (b)Tidak tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu;
(c) Harus memperhatikan unsur gramatikal; (d) Berlangsung lambat; (e) Selalu
memakai alat bantu; (f) Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi; (g) Tidak
dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka, hanya terbantu dengan tanda
baca.
Contoh ragam tulis adalah ’Saya sudah membaca buku itu.’
Contoh perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis
(berdasarkan tata bahasa dan kosakata).
Contoh ragam bahasa lisan berdasarkan tata bahasa (bentuk kata,
tata bahasa, struktur kalimat, kosakata):
(1) Nia sedang baca surat kabar.
(2) Ari mau nulis surat.
(3) Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu.
(4) Mereka tinggal di Menteng.
(5) Jalan layang itu untuk mengatasi kemacetan
lalu lintas.
(6) Saya akan tanyakan soal itu
Contoh ragam bahasa tulis berdasarkan tata bahasa (bentuk kata,
tata bahasa, struktur kalimat, kosakata):
(1) Nia sedang membaca surat kabar
(2) Ari ingin menulis surat.
(3) Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran
itu.
(4) Mereka bertempat tinggal di Menteng.
(5) Jalan layang itu dibangun untuk mengatasi
kemacetan lalu lintas.
(6) Akan saya tanyakan soal itu.
Contoh ragam lisan berdasarkan kosakata:
(1) Ariani bilang kalau kita harus belajar.
(2) harus bikin karya tulis.
(3)Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak.
Contoh ragam tulis berdasarkan kosakata:
(1) Ariani mengatakan bahwa kita harus
belajar.
(2) Kita harus membuat karya tulis.
(3) Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.
Perbedaan antara ragam standar, nonstandar,
dan semi standar dilakukan berdasarkan: (1) Topik yang sedang dibahas, (2)
Hubungan antarpembicara, (3) Medium yang digunakan, (4)
Lingkungan, (5) Situasi saat pembicaraan terjadi.
Ciri yang membedakan antara ragam standar,
semi standar, dan nonstandard sebagai berikut: (1) Penggunaan kata sapaan dan
kata ganti, (2) Penggunaan kata tertentu, (3) Penggunaan imbuhan, (4)
Penggunaan kata sambung (konjungsi), dan (5) Penggunaan fungsi yang lengkap.
Penggunaan kata sapaan dan kata ganti
merupakan ciri pembeda ragam standar dan ragam nonstandar yang sangat menonjol.
Kepada orang yang kita hormati, kita akan cenderung menyapa dengan menggunakan
kata Bapak, Ibu, Saudara, Anda. Jika kita menyebut diri kita, dalam ragam
standar kita akan menggunakan kata saya atau aku. Dalam ragam nonstandar, kita
akan menggunakan kata gue. Penggunaan kata tertentu merupakan ciri
lain yang sangat menandai perbedaan ragam standar dan ragam nonstandar. Dalam
ragam standar, digunakan kata-kata yang merupakan bentuk baku atau istilah dan
bidang ilmu tertentu. Penggunaan imbuhan adalah ciri lain.
Dalam ragam standar kita harus menggunakan
imbuhan secara jelas dan teliti. Penggunaan kata sambung (konjungsi) dan kata
depan (preposisi) merupakan ciri pembeda lain. Dalam ragam nonstandar, sering
kali kata sambung dan kata depan dihilangkan. Kadang kala, kenyataan ini
mengganggu kejelasan kalimat. Kelengkapan fungsi merupakan ciri terakhir yang
membedakan ragam standar dan nonstandar. Artinya, ada bagian dalam kalimat yang
dihilangkan karena situasi sudah dianggap cukup mendukung pengertian. Dalam
kalimat-kalimat yang nonstandar itu, predikat kalimat dihilangkan. Seringkali
pelesapan fungsi terjadi jika kita menjawab pertanyaan orang. Misalnya, Hai,
Ida, mau ke mana?” “Pulang.” Sering kali juga kita menjawab “Tau.” untuk
menyatakan ‘tidak tahu’. Sebenarnya, pëmbedaan lain, yang juga muncul, tetapi
tidak disebutkan di atas adalah Intonasi. Masalahnya, pembeda intonasi ini
hanya ditemukan dalam ragam lisan dan tidak terwujud dalam ragam tulis. Memeng
apa yang kita peroleh dari kecil dan apa yang kita peroleh dari pembelajaran
meang sedikit mengejutkan terhadap perbedaan antara keduanya. Pemerolehan
bersifat spontan sedangkan pembelajaran bersifat terstruktur.
2) Ragam Bahasa
Indonesia Berdasarkan Cara Pandang Penutur
Berdasarkan cara pandang penutur, ragam bahasa
Indonesia terdiri dari ragam dialek, ragam terpelajar, ragam resmi dan ragam
tak resmi. Contoh ragam dialek adalah ‘Gue udah baca itu buku.’ Contoh ragam
terpelajar adalah ‘Saya sudah membaca buku itu.’ Contoh ragam resmi adalah
‘Saya sudah membaca buku itu.’ Contoh ragam tak resmi adalah ‘Saya sudah baca
buku itu.’
3) Ragam Bahasa Indonesia Berdasarkan Topik Pembicaraan
Berdasarkan topik pembicaraan, ragam bahasa
terdiri dari ragam bahasa ilmiah, ragam hukum, ragam bisnis, ragam agama, ragam
sosial, ragam kedokteran dan ragam sastra.
Ciri-ciri ragam ilmiah:
a) Bahasa Indonesia
ragam baku;
b) Penggunaan kalimat
efektif;
c) Menghindari bentuk
bahasa yang bermakna ganda;
d) Penggunaan kata dan
istilah yang bermakna lugas dan menghindari pemakaian kata dan istilah yang
bermakna kias;
e) Menghindari
penonjolan persona dengan tujuan menjaga objektivitas isi tulisan;
f) Adanya
keselarasan dan keruntutan antarproposisi dan antaralinea.
Contoh ragam bahasa berdasarkan topik
pembicaraan sebagai berikut:
a) Dia dihukum karena
melakukan tindak pidana (ragam hukum).
b) Setiap pembelian di
atas nilai tertentu akan diberikan diskon(ragam bisnis).
c) Cerita itu
menggunakan unsur flashback (ragam sastra).
d) Anak itu menderita
penyakit kuorsior (ragam kedokteran).
e) Penderita autis
perlu mendapatkan bimbingan yang intensif (ragam psikologi).
Ragam bahasa baku dapat berupa: ragam
bahasa baku tulis dan ragam bahasa baku lisan. Standardisasi (pembakuan) memang
sangat diperlukan, pembakuan ini meliputi segala bidang sehingga pemerintah
pula harus ikut serta dalam penetapannya. Tahap pertama dimulai dari keputusan
presiden no. 57 tahun 1972, dengan diresmikannya ejaan yang disempurnakan
(EYD), 27 Agustus 1975 maka ejaan bahasa yang disempurnakan dan pedoman
pembentukan istilah. Terdapat dua patokan dalam upaya pembakuan bahasa: patokan
yang bersifat tunggal (salah satu dialek) dan patokan majemuk (gabungan
beberapa dialek).
No comments
Post a Comment