BAB I PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan
proses interaksi antara pendidik dengan siswa dalam upaya membantu siswa
menguasai tujuan-tujuan pembelajaran. Proses pendidikan dapat berlangsung baik
dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Dalam
lingkungan keluarga interaksi terjadi antara orang tua dengan anaknya,
dilingkungan sekolah terjadi interaksi antara pendidik dengan siswa, sedangkan
dilingkungan masyarakat terjadi interaksi antar warga masyarakat yang berbeda
latarbelakangnya.
Interaksi antara orangtua dengan anaknya di rumah berjalan tanpa adanya rencana yang tertulis. Orangtua umumnya memepunyai harapan agar anaknya menjadi anak yang saleh, pintar, sehat dan sebagainya. Mereka hanya bisa berencana tanpa tahu apa yang harus diberikan dan bagaimana memberikan pendidikan supaya anak-anak tersebut sesuai dengan harapan mereka. Orangtua dalam mendidik anaknya sering tanpa dipersiapkan secara formal, karena interaksi antara orangtua dengan anak sering tidak disadari. Setiap saat bertemu, bergaul, berdialog dan banyak perilaku-perilaku spontan yang diberikan kepada mereka yang kemungkinan terjadi kesalahan-kesalahan dalam mendidik.
Pendidikan yang diberikan oleh orangtua tanpa dipersiapkan secara formal tetapi mereka menjadi pendidik karena statusnya sebagai ayah dan ibu. Karena sifatnya yang tidak formal, tidak memerlukan rancangan ynag konkret dan kadang tidak disadari maka pendidik dalam hal demikian disebut pendidik informal.
Pendidikan yang lebih jelas bersifat formal terdapat dalam lingkungan sekolah. Dilingkungan sekolah telah dipersiapkan guru sebagai pendidik oleh lembaga pendidikan guru. Sebagai seorang pendidik, guru telah dibina atau memiliki kepribadian sebagai pendidik. Secara legitimasi guru telah diberi kewenangan oleh pejabat dengan surat keputusan untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik dengan rencana dan persiapan yang matang. Mereka mengajar dengan tujuan yang jelas, bahan yang telah disusun dalam pembelajaran yang dirancang secara cermat, guru melaksanakan pendidikan di sekolah secara formal. Ciri pendidik formal antara lain adanya kurikulum yang jelas dan rinci, dilaksanakan secara formal, terencana, diawasi, dinilai, diberikan oleh guru yang mempunyai keterampilan dalam lingkungannya dengan aturan tertentu. Dari ciri-ciri tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidik formal adalah pendidik yang memiliki rancangan pendidikan atau kurikulum tertulis yang tersusun secara sistematis, jelas dan rinci, dilaksanakan secara formal, terencana, diawasi dan dinilai, diberikan oleh guru yang memiliki ilmu dan keterampilan khusus di dalam bidang pendidikan, berlangsung dalam lingkungan tertentu dengan fasilitas dan alat serta aturan-aturan tertentu pula.
Menurut Nana Syaodih (1997:2), terdapat beberapa kelebihan pendidikan formal dibanding pendidikan informal. pertama memiliki lingkup pendidikan yang lebih luas bukan hanya pembinaan dari segi-segi moral tetapi juga ilmu pengetahuan dan keterampilan. Kedua pendidikan disekoalh dapat memberikan pengetahuan yang lebih tinggi, lebih luas dan mendalam. Ketiga Karena memiliki kurikulum, maka pendidikan di sekolah dilaksanakan secara terencana, sistematis dan lebih disadari.
Dari uraian diatas dapat kita pahami bahwa kurikulum dan pendidik merupakan syarat terjadinya pendidikan di sekolah formal, karena kurikulum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidik atau pengajar di sekolah. Kedudukan kurikulum dalam pengajaran sangat penting karena kurikulum merupakan pedoman untuk tercapainya tujuan-tujuan pendidikan tertentu. Dalam kurikulum terdapat komponen-komponen kurikulum yang harus dikuasai oleh pengajar antara lain tujuan, bahan ajar, alat, metode dan penilaian (Nana Syaodih, 1997:3).
Menurut pandangan lama kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan demikian sekarang sudah tidak berlaku lagi seiring dengan terus diadakannya pembaharuan dan pengembangan kurikulum. Kurikulum yang berkembang sekarang adalah kurikulum yang telah beralih dari menekankan pada isi menjadi lebih menekankan pada pengalaman belajar.
Konsep pengembangan kurikulum saat ini yang lebih penting adalah konsep pengembangan tentang kurikulum sebagai substansi, sebagai subyek, dan sebagai bidang studi. Sebagai Substansi kurikulum merupakan suatu rencana kegiatan belajar bagi siswa di sekolah atau sebagai suatu perangkat yang tujuan yang ingin dicapai. Kurikulum sebagai system adalah bahwa kurikulum merupakan bagian dari system persekolahan, system pendidikan, bahkan system masyarakat. Kurikulum sebagai suatu bidang studi merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran.
Interaksi antara orangtua dengan anaknya di rumah berjalan tanpa adanya rencana yang tertulis. Orangtua umumnya memepunyai harapan agar anaknya menjadi anak yang saleh, pintar, sehat dan sebagainya. Mereka hanya bisa berencana tanpa tahu apa yang harus diberikan dan bagaimana memberikan pendidikan supaya anak-anak tersebut sesuai dengan harapan mereka. Orangtua dalam mendidik anaknya sering tanpa dipersiapkan secara formal, karena interaksi antara orangtua dengan anak sering tidak disadari. Setiap saat bertemu, bergaul, berdialog dan banyak perilaku-perilaku spontan yang diberikan kepada mereka yang kemungkinan terjadi kesalahan-kesalahan dalam mendidik.
Pendidikan yang diberikan oleh orangtua tanpa dipersiapkan secara formal tetapi mereka menjadi pendidik karena statusnya sebagai ayah dan ibu. Karena sifatnya yang tidak formal, tidak memerlukan rancangan ynag konkret dan kadang tidak disadari maka pendidik dalam hal demikian disebut pendidik informal.
Pendidikan yang lebih jelas bersifat formal terdapat dalam lingkungan sekolah. Dilingkungan sekolah telah dipersiapkan guru sebagai pendidik oleh lembaga pendidikan guru. Sebagai seorang pendidik, guru telah dibina atau memiliki kepribadian sebagai pendidik. Secara legitimasi guru telah diberi kewenangan oleh pejabat dengan surat keputusan untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik dengan rencana dan persiapan yang matang. Mereka mengajar dengan tujuan yang jelas, bahan yang telah disusun dalam pembelajaran yang dirancang secara cermat, guru melaksanakan pendidikan di sekolah secara formal. Ciri pendidik formal antara lain adanya kurikulum yang jelas dan rinci, dilaksanakan secara formal, terencana, diawasi, dinilai, diberikan oleh guru yang mempunyai keterampilan dalam lingkungannya dengan aturan tertentu. Dari ciri-ciri tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidik formal adalah pendidik yang memiliki rancangan pendidikan atau kurikulum tertulis yang tersusun secara sistematis, jelas dan rinci, dilaksanakan secara formal, terencana, diawasi dan dinilai, diberikan oleh guru yang memiliki ilmu dan keterampilan khusus di dalam bidang pendidikan, berlangsung dalam lingkungan tertentu dengan fasilitas dan alat serta aturan-aturan tertentu pula.
Menurut Nana Syaodih (1997:2), terdapat beberapa kelebihan pendidikan formal dibanding pendidikan informal. pertama memiliki lingkup pendidikan yang lebih luas bukan hanya pembinaan dari segi-segi moral tetapi juga ilmu pengetahuan dan keterampilan. Kedua pendidikan disekoalh dapat memberikan pengetahuan yang lebih tinggi, lebih luas dan mendalam. Ketiga Karena memiliki kurikulum, maka pendidikan di sekolah dilaksanakan secara terencana, sistematis dan lebih disadari.
Dari uraian diatas dapat kita pahami bahwa kurikulum dan pendidik merupakan syarat terjadinya pendidikan di sekolah formal, karena kurikulum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidik atau pengajar di sekolah. Kedudukan kurikulum dalam pengajaran sangat penting karena kurikulum merupakan pedoman untuk tercapainya tujuan-tujuan pendidikan tertentu. Dalam kurikulum terdapat komponen-komponen kurikulum yang harus dikuasai oleh pengajar antara lain tujuan, bahan ajar, alat, metode dan penilaian (Nana Syaodih, 1997:3).
Menurut pandangan lama kurikulum merupakan kumpulan mata pelajaran yang harus disampaikan guru atau dipelajari oleh siswa. Anggapan demikian sekarang sudah tidak berlaku lagi seiring dengan terus diadakannya pembaharuan dan pengembangan kurikulum. Kurikulum yang berkembang sekarang adalah kurikulum yang telah beralih dari menekankan pada isi menjadi lebih menekankan pada pengalaman belajar.
Konsep pengembangan kurikulum saat ini yang lebih penting adalah konsep pengembangan tentang kurikulum sebagai substansi, sebagai subyek, dan sebagai bidang studi. Sebagai Substansi kurikulum merupakan suatu rencana kegiatan belajar bagi siswa di sekolah atau sebagai suatu perangkat yang tujuan yang ingin dicapai. Kurikulum sebagai system adalah bahwa kurikulum merupakan bagian dari system persekolahan, system pendidikan, bahkan system masyarakat. Kurikulum sebagai suatu bidang studi merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran.
BAB
II PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN
KURIKULUM
A.
KONSEP
PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kurikulum
tidak hanya sekedar mempelajari mata pelajaran, tetapi lebih mengambangkan
pikiran, menambah wawasan, sera
mengambangkan pengetahuan yang dimiliki. Kurikulum lebih mempersiapkan peserta
siswa dalam memecahkan masalah individualnya maupun masalah yang dihadapi dalam
lingkungannya. Oleh karena itu kurikulum merupakan usaha sekolah untuk
mempengaruhi siswa agar mereka dapat belajar dengan baik di dalam kelas, di
halaman sekolah, maupun di luar lingkungan sekolah sehingga mereka menjadi
pribadi yang diharapkan.
Kurikulum
yang baik adalah kurikulum yang sifatnya berkesinambungan. Kurikulum tersebut
didesain sedemikian rupa sehingga tidak
menjadi jurang pemisah antara pendidikan dasar dengan pendidikan
selanjutnya. Beberapa pengertian kurikulum, (Syaeful Sagala, 2009 : 233),
sebagai berikut :
1.
Dalam UU No. 20 tahun 2003 dikemukakan bahwa,
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.
2.
Pengertian
kurikulum menurut pandangan lama bahwa, kurikulum adalah sejumlah mata
pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa untuk memperoleh ijazah. Kurikulum
lama berorientasi pengalaman lampau tidak berdasarkan suatu filsafat pendidikan
yang jelas, mengutamakan perkembangan pengetahuan akademik dan keterampilan
terpusat pada mata pelajaran, teks book, dan dikembangkan oleh guru secara
perorangan.
3.
Pendapat yang baru/modern tentang kurikulum
bahwa kurikulum diartikan secara luas bukan saja terdiri dari mata pelajaran tetapi meliputi semua kegiatan dan pengalaman
yang menjadi tanggung jawab sekolah.
4.
Konsep kurikulum menurut Tanner and Tanner (1980),
kurikulum sebagai modus mengajar, sebagai pengetahuan yang diorganisasi,
sebagai arena pengalaman, sebagai pengalaman yang terbimbing, mencakup
kegiatan-kegiatan pembelajaran yang masih harus dikaji oleh guru, jalan meraih
ijazah yang merupakan syarat mutlak dalam pendidikan formal.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pengertian kurikulum merupakan seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
B.
DIVERSIFIKASI
KURIKULUM
Dalam implementasi kebijakan otonomi
daerah kewenangan pemerintah menurut PP No. 25 tahun 2000 tentang kebijakan
kurikulum adalah menetapkan standar nasional, kemudian dijelaskan GBHN 1999
pemerintah melakukan pembaharuan system pendidikan termasuk pembaharuan
kurikulum, berupa diversifikasi
kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum
yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta
diversifikasi jenis pendidikan secara profesional. Diversifikasi kurikulum
tersebut antara lain :
1.
Kurikulum Nasional
UUSPN NO.
20 tahun 2003 pasal 1 ayat 9 menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan tertentu. Prinsip-prinsip umum kurikulum dan pengajaran
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktekan perilaku sesuai dengan
tujuan, pengalaman belajar memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengadapai
isi pelajaran, siswa memperoleh kepuasan dalam menerima pelajaran, siswa
dilibatkan secara nyata dalam pengalaman belajar sehingga memberikan hasil yang
nyata. Dengan demikian pada prinsipnya kurikulum di desain untuk diterima siswa
dengan baik. Untuk memenuhi kurikulum yang bermutu dalam rangka pemberdayaan penddikan,
kebijakan kurikulum haruslah memberi ruang kreativitas tinggi kepada instansi
yang berkaitan dengan pendidikan di daerah, sekolah-sekolah maupun LPTK.
Kreativitas tersebut meliputi pengaturan kurikulum dan mengelaborasinya menjadi
bahan ajar, evaluasi belajar mengacu pada standar yang dipersyaratkan,
penyelesaian studi semua jenjang sekolah tepat waktu, standar materi pada
setiap buku pelajaran pokok pada semua bidang studi, dan pengembangan teknologi
komunikasi serta informasi. Kurikulum nasional akan memberi arti yang penting
bagi sekolah disuatu daerah, jika daerah itu mampu memberi ruang kreativitas
yang tinggi pada tim ahli yang dimilikinya bersmaa sekolah.
2.
Muatan Lokal
Kewenangan
pemerintah provinsi menurut PP No. 25 tahun 2000 tentang pengembangan kurikulum
diarahkan untuk menggali potensi adalan daerah secara optimal. Cara yang
efektif untuk pengembangannya adalah dengan menyusun menjadi mata pelajaran
muatan lokal (mulok) di sekolah.
Kantor pendidikan tingkat provinsi perlu membentuk tim ahli profesional untuk
menyusun kurikulum muatan lokal yang siap diajarkan dan dimanfaatkan disemua
daerah lingkungan provinsi dimana satuan pendidikan tersebut berada. Pemerintah
provinsi bersama Kabupaten/Kota menyediakan tenaga ahli kurikulum untuk mempermudah
desain pengembangan yang sesuai dengan potensi lokal, terlebih lagi kurikulum
muatan lokal.
3.
Kurikulum Berbasis Kompetensi
Dalam
perkembangannya untuk mempersiapkan para siswa menghadapi tantangan masa depan,
Depdiknas menerbitkan model kurikulum berbasis kompetensi yang merupakan
refleksi pemikiran atau pengkajian ulang penilaian terhadap kurikulum
pendidikan dasar 1994 beserta pelaksananya. Kurikulum berbasis kompetensi
adalah kurikulum yang ditujukan untuk menciptakan tamatan yang kempeten dan
cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsanya. Kompetensi menurut McAshan,
(1981 : 45) dalam Syaeful Sagala diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan
dan kemampuan yang dikuasasi oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari
dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilkau kognitif, afektif dan
psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Kurikulum berbasis kompetensi memberi
gambaran bahwa para siswa yang telah mengikuti kegiatan belajar menguasai
konsep pengetahuan, mampu menganalisis kebutuhan menggunakan pengetahuan dan
keterampilan yang diperolehnya di sekolah setelah mengikuti berbagai materi
pelajaran. Kompetensi yang dimaksud memiliki tiga dimensi yakni memiliki nilai
dan sikap menghargai dan menyenangi materi pelajaran, penguasan onsep dengan
menguasai ilmu pengetahuan sehingga
mampu berpikir secara rasional, kemampuan dan kecakapan berkomunikasi, serta
mampu mmecahkan masalah secara sistematis dalam hidupnya, kecakapan
mengaplikasikan dengan menggunakan teknologi dan pengukuran yang tepat dalam kehidupanya.
- LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Kurikulum
merupakan wahana belajar mengajar yang dinamis sehingga perlu dikembangkan dan
dinilai secara terus menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang
ada di masyarakat. Pengembangan kurikulum adalah suatu proses yang menentukan
bagaimana kurikulum akan berjalan. Pengembangan kurikulum menurut Hilda Taba
(1926 :6) adalah proses yang meliputi banyak hal diantaranya:
1.
Kemudahan suatu analisis tujuan;
2.
Rancangan suatu program;
3.
Penerapan serangkaian pengalaman yang
berhubungan;
4.
Peralatan dalam evaluasi proses.
Singkatnya
pengembangan kurikulum adalah perbuatan komplek yang menyangkut berbagai jenis
keputusan, yaitu tujuan yang akan dicapai, materi pelajaran yang terukur, waktu
yang disediakan,media pendidikan yang diperlukan, kompetensi guru yang
diperlukan, dan sarana belajar yang mendukung.
Terdapat beberapa faktor yang
menjadi penyebab terjadinya perubahan kurikulum. Faktor penyebab perubahan
kurikulum tersebut antara lain :
1.
Faktor filosofis, yaitu kebijakan pemerintah
dibidang pendidikan nasional yang digariskan oleh GBHN menuntu implementasi
yang sesuai dengan formulasi dan evaluasi. Kebijakan yang dimaksud adalah
kebijakan dalam Tap MPR No. IV/MPR?1973 tentang pendidikan dan pembinaan
generasi muda.
2.
Faktor sosiologis, yaitu adanya inovasi dan
gagasan-gagasan baru yang memasuki dunia pendidikan mempengaruhi system pendidikan nasional
sebagai dampak dari pembinaan dan pembaharuan pendidikan, hasil analisis dan
penelitian pendidikan nasional telah mendorong Departemen Pendidikan Nasional
untuk melakukan perubahan kurikulum dan keluhan-keluhan masyarakat tentang mutu
lulusan pendidikan mendorong lembaga pendidikan untuk melakukan perubahan dan
pengembangan kurikulum yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran. Dengan
demikian praktek pelaksanaan pendidikan termasuk kurikulum perlu ditinjau
kembali atau dilakukan perbaikan secara terus-menerus.
3.
Faktor psikologis, yaitu inovasi yang
dilaksanakan dalam proses pembelajaran yang efisien dan efektif telah langsung
berpengaruh terhadap praktek pendidikan. Inovasi tersebut menggambarkan antara
lain hasil proyek penulisaan buku pelajaran, hasil proyek perubahan kurikulum
dan metode belajar (peningkatan kualitas lulusan), berlakuknya sistem pendidikan
yang dapat meningkatkan kualitas output pendidikan, dan motivasi metode belajar
mengajar terutama prosedur pengembangan system instruksional (PPSI).
Adapun
faktor penentu dalam pengembangan kurikulum adalah :
1.
Landasan filosofis : Pendidikan ada dan berada
dalam kehidupan masyarakat, sehingga apa yang dikehendaki oleh masyarakat untuk
dilestarikan diselenggarakan melalui pendidikan dalam arti seluas-luasnya (Raka
Joni, 1983 : 3)
2.
Landasan social budaya : Realita social
budaya yang ada dalam masyarakat merupakan bahan kajian pengembangan kurikulum
untuk digunakan sebagai landasan pengembangan kurikulum.
3.
Landasan Pengetahuan teknologi dan Seni :
Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah nilai-nilai yang bersumber pada pikiran
atau logika, sedangkan seni bersumber pada perasaan atau estetika. Mengingat
pendidikan merupakan upaya penyiapan siswa menghadapi perubahan yang semakin
pesat, termasuk didalamnya perubahan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, maka
pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan pada pengetahuan, teknologi dan
seni (IPTEKS)
4.
Landasan kebutuhan masyarakat : pengembangan
kurikulum juga harus ditekankan pada pengembangan individu yang mencakup
keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat, maka pada hakekatnya
pengembangan kurikulum adalah kebutuhan masyarakat yang dilayani melalui
kurikulum yang dikembangkan
5.
Landasan perkembangan Masyarakat : Ciri utama
masyarakat adalah selalu berkembang. Perkembangan ini bisa terjadi dengan cepat
atau lambat bahkan sangat cepat. IPTEKS sangat mendukung perkembangan
masyarakat. Perkembangan masyarakat akan menuntut tersedianya proses pendidikan
yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, maka diperlukan perancangan berupa
kurikulum yang landasannya berupa perkembangan masyarakat itu sendiri.
Pengembangan
kurikulum dan landasan pengembangan kurikulum merupakan dasar untuk mengkaji
pembelajaran dan pengembangan kurikulum lebih lanjut.
- PRINSIP-PRINSIP PENGEMBAGAN KURIKULUM
Terdapat
beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum. Prinsip-prinsip umum pengembangan
kurikulum yang diuraikan oleh Nana Syaodih, (2009 : 150) adalah sebagai berikut
:
1.
Prinsip Relevansi,
artinya kesesuaian antara komponen tujuan, isi/pengalaman belajar, organisasi
dan evaluasi kurikulum, dan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik dalam
pemenuhan tenaga kerja maupun warga masyarakat yang diidealkan.
2.
Prinsip Fleksibilitas,
kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur atau fleksibel. Kurikulum
mempersiapkan siswa untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang dengan
berbagai latar belakang dan kemampuan yang berbeda. Kurikulum yang baik adalah
kurikulum yang solid yang dalam hal pelaksanaannya memungkinkan
penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan, dan
latar belakang siswa.
3.
Prinsip Kontinuitas,
perkembangan dan proses belajar siswa berlangsung secara berkesinambungan,
tidak terputus-putus atau terhenti. Oleh karenanya pengalaman-pengalaman
belajar yang disediakan kurikulum juga
hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas, dengan kelas lainnya,
antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang pendidikan lainnya, juga antara
jenjang pendidikan dengan pekerjaan. Pengembangan kurikulum perlu dilakukan
serempak bersama-sama, perlu komunikasi dan kerja sama antara para pengembang
kurikulum tingkat SD dengan SMPT, SMTA dan Perguruan Tinggi.
4.
Prinsip praktis,
mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga murah.
Betapapun bagusnya kurikulum bila menuntut keahlian dan peralatan serta biaya
yang mahal maka kurikulum tersebut tidak praktis dan sukar dilaksanakan.
5.
Prinsif Efektivitas,
walaupun kurikulum itu harus mudah, sederhana,dan murah tetapi keberhasilannya
tetap harus diperhatikan baik secara kualitas maupun kuantitas. Keberhasilan
kurikulum akan sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan pendidikan.
- MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Terdapat
depalan macam model pengembangan kurikulum, yaitu :
1.
The
Administrative model (merupakan model lama) , dinamakan demikian
karena inisiatif dan gagasan pengembangannya datang dari para administrator
pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang
administrasinya, administrator pendidikan (dirjen, direktur atau kepalan kantor
wilayah pendidkan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah dan
pengembang kurikulum. Digunakan dalam system pengelolaan pendidian /kurikulum
yang bersifat sentralisasi.
2.
The Grass
rooth model, bersifat desentralisasi. Pada model ini seorang guru,
sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya
pengembangan kurikulum. Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan
dengan suatu komponen atau secara keseluruhan komponen kurikulum. Pengembangan
kurikulum ini didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana,
pelaksana, dan penyempurna dari pengajaran dikelas. Gurulah yang tahu kebutuhan
kelas, oleh karenanya gurulah yang paling kompeten menyusun kurikulum bagi
kelasnya.
3.
Beauchamp’s
system, Model ini dikembangkan
oleh Beauchamp’s seorang ahli kurikulum. Beauchamp mengemukakan lima hal dalam
pengembangan suatu kurikulum , yaitu :
- Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten, provinsi,maupun seluruh Negara.
- Menetapkan personalia, yaitu siapa saja yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum antara lain para ahli pendidkian. Kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar, para ahli dari perguruan tinggi atau sekolah dari guru-guru terpilih, para profesional dalam system pendidikan, profesional lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
- Organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang akan ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, kegiatan evaluasi dan dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.
- Implementasi kurikulum, yaitu melaksanakan kurikulum. Dalam implementasi ini bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh baik kesiapan guru-guiru maupun siswa, fasilitas, bahan, biaya, juga manajerial dari pimpinan sekolah.
- Evaluasi Kurikulum, terdapat empat hal ynag harus diperhatikan dalam evaluasi kurikulum yaitu evaluasi pelaksanaan kurikulum oleh guru, evaluasi desain kurikulum, evaluasi hasil belajar siswa dan evaluasi dari keseluruhan system kurikulum. Data-data tersebut nanti akan digunakans sebagai penyempurna dalam system dan desain kurikulum berikutnya.
4.
The
demonstrational model, Model ini diprakarsai oleh sekelompok
guru yang bekerjasama dengan para ahli
yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum. Karena sifatnya ingin mengubah
atau mengganti kurikulum yang ada, pengembangan kurikulum model ini sering
mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu.
5.
Taba’s
inverted model, Terdapat lima langkah pengembangan kurikulum menurut
model taba yaitu :
a.
Mengadakan unit-unit eksperimen bersama
guru-guru
b.
Menguji unit eksperimen
c.
Mengadakan revisi dan konsolidasi
d.
Pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum
e.
Implementasi dan desiminasi
6.
Roger’s
interpersonal relations model, Terdapat empat langkah pengembangan model
kurikulum menurut Rogers, yaitu :
a.
Pemilihan target dari system pendidikan
b.
Partisifasi guru dalam pengalaman kelompok
yang intensif
c.
Pengembangan pengalaman kelompokyang intensif
untuk satu kelas atau unit pelajaran
d.
Partisifasi orang tua dalam kegiata kelompok
7.
The
systematic action-research model, Pengembangan model kurikulum ini
berdasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial.
Hal ini mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa,
guru, struktur system sekolah, pola hubungan pribadi kelompok dari sekolah dan
masyarakat. Model ini menekankan pada tiga hal yaitu hubungan insan, sekolah
dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan profesional.
Penyusunan kurikulum menurut model ini dengan prosedur action research dengan langkah yang pertama adalah mengadakan penelitin
secara seksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang menyeluruh,
mengidentifikasi faktor-faktor kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah
tersebut. Langkah kedua adalah implementasi dari keputusan yang diambil dalam
tiundakan pertama. Tindakan ini diikuti oleh penyiapan data-data bagi evaluasi
tindakan, sebagai bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi, sebagai bahan
untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi, dan sebagai bahan untuk
menetukan tindakan lebih lanjut.
8.
Emerging
technical models, Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta
nilai-nilai efisiens iefektivitas dalam bisnis, mempengaruhi perkembangan
kurikulum. Perkembangan kurikulum model ini
didasarkan atas :
a.
The
behavioral Analisys Model, menekankan perilaku atau kemampuan
b.
The System
Analisys Model, berasal; dari efisiensi bisnis
c.
The
Computer-Based Model, suatu model pengembangan kurikulum dengan
memanfaatkan komputer
- GURU DAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
1.
Guru sebagai pendidik profesional
Pendidikan
merupakan interaksi antara pendidik dan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan.
Komponen utama pendidikan tersebut tidak bisa terpisahkan satu dengan lainnya
karena merupakan triangle, jika
hilang salah satunya maka hilang pulalah hakikat pendidikan. Mendidik adalah
pekerjaan profesional, oleh karena itu guru sebagai pelaku utama pendidikan
merupakan pendidik profesional. Sebagai pendidik profesional guru tidak saja
dituntut melaksanakan tugasnya secara profesional tetapi juga harus memiliki
pengetahuan dan kemampuan profesional.
Terdapat
tiga dimensi umum kemampuan sebagai pendidik yang harus dimiliki oleh guru antara
lain adalah kemampuan profesional, kemampuan sosial dan kemampuan personal.
Menurut PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional, terdapat
empat kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang agen pembelajaran. Kompetensi
tersebut antara lain kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional,
dan kompetensi sosial.
2.
Peranan guru dalam pengembangan kurikulum
Dari
berbagai model pengembangan kurikulum yang telah diuraikan sebelumnya,
sebagaian besar model melibatkan guru dalam pengembangan kurikulum.
Keterlibatan guru dalam pengembangan kurikulum bukanlah kebetulan belaka tetapi
karena guru adalah orang yang tahu persis situasi dan kondisi diterapkannya
kurikulum yang berlaku. Selain itu guru bertanggungjawab atas terciptanya hasil
belajar yang diinginkan (Raka Joni, 1983 : 26).
Berdasarkan
kenyataan bahwa guru tahu situasi dan kondisi serta bertanggungjawab atas
tercapainya hasil belajar, maka sudah sewajarnya guru berperan dalam
pengembangan kurikulum. Peran guru dalam pengembangan kurikulum diwujudkan
dalam bentuk-bentuk kegiatan :
- Merumuskan tujuan khusus pembelajaran berdasarkan tujuan-tujuan kurikulum diatasnya dan karakteristik siswa, mata pelajaran/bidang studi, dan karakterisrik situasi kondisi sekolah/kelas.
- Merencanakan kegiatan pembelajaran yang dapat secara efektif membantu siswa mencapai tujuan yang ditetapkan.
- Menerapakan rencana atau program pembelajaran yang dirumuskan dalam situasi pembelajaran yang nyata.
- Mengevaluasi hasil dan proses belajar.
- Mengevaluasi interaksi antara komponen-komponen kurikulum yang diimplementasikan.
Lima
kegiatan tersebut merupakan peran guru dalam pengembangan kurikulum yang
bersifat sentralisasi. Sedangkan
pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi,
peran guru lebih besar, yakni mencakup pengembangan keseluruhan
komponen-komponen kurikulum dalam perencanaan, mengimplementasikan kurikulum
yang dikembangkan, mengevaluasi implementasi kurikulum, dan merevisi
komponen-komponen kurikulum yang kurang memadai.
BAB
III PENUTUP
Kegiatan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru berpangkal pada suatu kurikulum, dan
dalam proses pembelajaran guru juga berorientasi pada tujuan kurikulum. Pada
satu sisi guru adalah pengembang kurikulum dan pada sisi yang lain guru adalah
pembelajar bagi siswa yang secara kreatif membelajarkan siswa sesuai dengan
kurikulum sekolah. Hal itu menunjukkan bahwa dalam tugas pembelajaran
dipersyaratkan agar guru memahami kurikulum.
Guru
sebagai pembelajar memiliki kewajiban mencari, menemukan, dan diharapkan
memecahkan masalah, masalah belajar siswa, dengan langkah pengamatan prilaku
belajar dalam kegiatan belajar mengajar, analisis hasil belajar untuk memberi
makna pembelajaran yang berlangsung sesuai dengan yang direncanakan, dan
melakukan tes hasil belajar untuk mengukur kemajuan belajar siswa.
Dalam
melaksanakan tugasnya, guru harus menyadari betul tentang peran yang harus
dilakukan bahwa dia bukan hanya sekedar pengajar tetapi juga sebagai pendidik,
bukan hanya sebagai penyampai informasi tetapi juga harus bisa melihat sejauh
mana perubahan sikap yang terjadi pada siswa agar terlihat adanya peningkatan
kualitas pada diri setiap siswa.
Perubahan
dan pengembangan kurikulum, tidak hanya sekedar mengubah materi saja, tetapi
ada hal yang lebih penting bagaimana merubah perilaku guru-guru agar dapat
berkiprah dalam merespon perubahan itu. Agar tujuan yang telah ditetapkan
tercapai apabila terjadi perubahan kurikulum hendaknya terjadi perubahan secara
koprehensif termasuk materi, metode, sarana, dan hal lain yang ada kaitannya
dengan kurikulum, belajar, dan pembelajaran sehingga dampak positif dari
perubahan akan dirasakan manfaatnya oleh semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati, Mudjiono,
2002. Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta : Rineka Cipta.
E.
Mulyasa, 2005. Kurikulum Berbasis
Komptensi Konsep, karakteristik, dan Implementasi. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Masnur
Muslich, 2007. Sertifikasi Guru menuju
Profesionalisme Pendidik. Jakarta :
Bumi aksara.
Soetjipto, Raflis
Kosasi, 2007. Profesi Keguruan.
Jakarta : Rineka Cipta.
E.
Mulyasa. 2008. Menjadi Guru Profesional.
Bandung : Remaja Rosdakarya
Subry Sutikno.2008. Landasan Pendidikan. Bandung : Prospect.
Iskandar, 2009. Psikologi Pendidikan Sebuah Orientasi Baru.
Jakarta : GP. Press.
Nana
Syaodih, 2009. Pengembangan Kurikulum
Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Syaeful Sagala, 2009.
Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung
: Alfabeta.,
No comments:
Post a Comment