MEDAN MAKNA DAN KOMPONEN MAKNA
Pengertian Medan Makna
Medan makna (semantic
domain, semantic field) atau medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal
yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang
kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu. Misalnya, nama-nama
warna, nama-nama perabot rumah tangga.
Dengan sistem semantik, tata
bahasa atau leksikogramar, dan ekspresi, bahasa telah membingkai atau
mengungkung seseorang untuk berpikir, merasakan sesuatu, bersikap
atau bertindak, dan berkeyakinan terhadap sesuatu. Dengan kata lain,
bahasa telah membingkai kognisi, emosi, sikap, dan unsur spritual
seseorang dalam memahami alam semesta.Setiap bahasa memiliki sistim semantik,
leksikogramar dan ekspresi yang unik (di samping keuniversalan bahasa)
yang membedakan satu bahasa dengan yang lain.
Hal ini
berimplikasi bahwa pengalaman atau pemahaman tentang realitas yang
dibentuk dengan suatu bahasa berbeda dengan pengalaman atau pemahaman yang
dibentuk dengan bahasa lain. Dengan kata lain, bahasa merupakan sarana
pembentukan jati diri seseorang atau suatu bangsa. Satu bangsa berbeda
dengan yang lain karena persepsi bangsa itu terhadap alam dansosial semesta
berbeda dengan persepsi yang lain dan perbedaan persepsi itu akibat
perbedaan bahasa. Semantik merupakan salah satu komponen dalam
cabang ilmu linguistik yang mengkhusus dalam pengkajian makna.
Makna bahasa terutama makna
kata dapat kita petakan menurut komponennya. Pandangan seperti ini, dapat
dilihat dalam teori medan makna yangmenyatakan bahwa kosakata dalam suatu
bahasa terbentuk dalam kelompok-kelompok katayang menunjuk kepada satu
perkongsian makna tertentu, misalnya apabila kita mendengar seseorang
menyebut µalat ganti kereta , tentunya kita terbayang bermacam-macam jenis alat
ganti kereta. Dalam hal ini kesemua alat ganti tersebut sebenarnya berkongsi
satu bilik yangdinamakan bilik alat ganti. Apakah sebenarnya medan makna?
Sebuah medan makna, menurut
Trier (1934), dapat diibaratkan sebagai mosaik. Jika makna satu kata bergeser,
makna kata lain dalam medan makna tersebut juga akan berubah (Lehrer, 1974:16).
Medan makna menurut Kamus
Linguistik (1997) merupakan kumpulan butir leksikel yang maknanya saling
berhubung kait disebabkan kehadiran masing-masing dalam konteks yang serupa.
Untuk menggambarkan hubungan sesuatu butir leksikel, kata atau antarkata
melalui satumedan makna yang dikongsi oleh kata yang lain dalam suatu bidang
tertentu dapatdiungkapkan melalui komponen makna yang terdapat dalam kata-kata
dalam suatu bidang tertentu.
Kridalaksana (1993)
menyatakan bahwa medan makna (semantic field, semantic domain) adalah bagian
dari sistem semantik bahasa yang menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan
atau realitas dalam alam semesta tertentu dan yang direalisasikan oleh
seperangkat unsur leksikal yang maknanya berhubungan. Kata-kata atau
leksem-leksem dalam setiap bahasa dapat dikelompokkan atas kelompok-kelompok
tertentu berdasarkan kesamaan ciri semantik yang dimiliki kata-kata itu.
Umpamanya, kata-kata kuning, merah, hijau, biru, dan ungu berada dalam satu
kelompok, yaitu kelompok warna.
Kata-kata yang berada dalam
satu kelompok lazim dinamai kata-kata yang berada dalam satu medan makna atau
satu medan leksikal, yang dimaksud dengan medan makna (semantic domain,
semantic field) atau medan leksikal adalah seperangkat unsur leksikal yang
maknanya saling berhubungan karena menggambarkan bagian dari bidang kebudayaan
atau realitas dalam alam semesta tertentu. Misalnya, nama-nama warna.
Medan makna adalah
seperangkat unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena
menggambarkan bagian dari kebudayaan atau realitas dalam alam semesta tertentu.
Misalnya nama-nama warna dan nama-nama perkerabatan.
Kata-kata atau leksem-leksem
yang megelompokkan dalam satu medan makna, berdasrkan sifat hubungan semantisnya
dapat di bedakan atas kelompok medan kolokasi dan medan set kolokasi menunjuk
pada hubungan sintagmantik yang terdapat antara kata-kata atau unsur-unsur
leksikal itu. Misalnya, dalam
kalimat
Supir metro mini
mengintruksikan kepada karnet agar meminta ongkos ke penumpang.
Kita menemukan kata-kata
supir, metromini, kernet, dan penumpang yang merupakan kata-kata dalam satu
lokasi, satu tempat atau lingkungan yang sama, yang berkenan dengan lingkungan
darat (dalam metromoni).
Kalau kolokasi menunjuk pada
hubungan sintagmantik, karena sifatnya yang linear, maka kelompok set menunjuk,
pada hubungan pradigmatik, karena kata-kata yang berada dalam satu kelompok set
biasanya mempunyai kelas yang sama dan tampaknya merupakan satu kesatuan.
Setiap kata dalam set dibatasi oleh tempatnya dalam hubungan dengan
anggota-anggota lain dalam set itu umpamanya, kata remaja merupakan tahap
perkembangan dari anak-anak menjadi dewasa, sedangkan kata sejuk merupakan suhu
diantara dingin dan hangat, maka kalau kata-kata yang satu set dengan remaja
dan sejuk dibagankan adalah menjadi sebagai berikut :
CONTOH SET (PARADIGMATIK)
Manula/lansia
|
Terik
|
Dewasa
|
Panas
|
Remaja
|
Hangat
|
Kanak-kanak
|
Sejuk
|
Bayi
|
Dingin
|
Pengelompokan kata atas
kolokasi dan set ini besar artinya bagi kita dapat memahami konsep-konsep
budaya yang ada dalam satu masyarakat bahasa. Namun pengelompokan ini sering
kurang jelas karena adanya ketumpang tindihan unsur-unsur leksikal yang di kelompokkan
itu, misalnya, kata karang dapat masuk dalam kelompok medan makna pariwisata
dan dapat pula masuk kedalam kelompok medan makna pariwisata dan dapat pula
dalam kelompok medan makna kelautan, selain itu pengelompokan kata atas medan
makna ini tidak mempedulikan adanay nuansa makan, perbedaan makna denotasi dan
konotasi. Misalnya, kata remaja itu juga memiliki juga makna “belum dewasa”,
keras kepala, bersifat kaku, suka mengganggu dan membantah, serta tidak
konsisten, jadi pengelompokan kata atas medan makana ini hanya tertumpu pada
makna dasar, makna denotatif, atau makana pusatnya
saja.
Kolokasi menunjuk pada
hubungan sintagmantik yang terdapat antara kata-kata atau unsur-unsur leksikal
itu. Misalnya, pada kalimat penyerang tengah bernomor punggung tujuh itu
memasukkan bola ke gawang dengan melewati pemain belakang dari pihak lawan yang
ramai, kiper dari pihak lawan kewalahan menangkap bola tersebut sehingga wasit
menyatakan gol. Kita dapat melihat kata-kata penyerang tengah, penyerang
belakang, gol, bola, wasit, gawang, dan kiper merupakan kata-kata dalam satu
kolokasi; satu tempat atau lingkungan. Jadi, kata-kata yang berkolokasi
ditemukan bersama atau berada bersama dalam satu wilayah atau satu lingkungan.
Dalam pembicaraan tentang
jenis makna ada juga, yaitu jenis makna kolokasi. Yang dimaksud di sini adalah
makna kata tertentu berkenaan dengan keterikatan kata tersebut dengan kata yang
lain yang merupakan kolokasinya. Misalnya: kata cantik, tampan, dan indah
sama-sama bermakna denotatif ‘bagus’. Tetapi kata tampan memiliki komponen atau
ciri makna [+laki-laki] sedangkan kata cantik memiliki komponen atau ciri makna
[-laki-laki]; dan kata indah memiliki komponen atau ciri makna [-manusia]. Oleh
karena itulah, ada bentuk-bentuk pemuda tampan, gadis cantik, lukisan indah,
sedangkan bentuk *pemuda indah dan gadis tampan tidak dapat diterima.
Pengertian Komponen Makna
Makna yang dimiliki oleh
setiap kata itu terdiri dari sejumlah komponen (yang disebut komponen makna),
yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Komponen makna ini dapat dianalisis,
dibutiri, atau disebutkan satu per satu, berdasarkan “pengertian-pengertian”
yang dimilikinya. Umpamanya, kata ayah memiliki komponen makna/ + manusia/, /+
dewasa/, /+ jantan/, /+ kawin/, dan /+ punya anak. Perbedaan makna antara kata
ayah dan ibu hanyalah pada ciri makna atau komponen makna; ayah memiliki makna
jantan, sedangkan ibu tidak memiliki kata jantan.
Komponen Makna
|
Ayah
|
Ibu
|
1. Insane
2. Dewasa
3. Jantan
4. kawin
|
+
+
+
+
|
+
+
_
+
|
Keterangan : tanda +
mempunyai komponen makna tersebut, dan tanda – tidak mempunyai komponen makna
tersebut.
Konsep analisis dua-dua ini
(lazim disebut anlisis biner) oleh para ahli kemudian diterapkan juga untuk
membedakan makna suatu kata dengan kata lain. Denga juga dapat analisis biner
ini kita juga dapat menggolong-golongkan kata atau unsur leksikal sesuai dengan
medan makna.
Ada tiga hal yang perlu
dikemukakan sehubungan dengan analisis biner tersebut.
Pertama, ada pasangan kata
yang satu diantaranya lebih bersifat netrl atau umum sedangkan yang lain
bersift khusus. Misalnya, pasangan kata siswa dan siswi. Kata siswa lebih
bersifat umum dan netral karena dapat termasuk “pria” dan “wanita”. Sebaliknya
kata siswi lebih bersift khusus karena hanya mengenai “wanit” saja.
Kedua, ada kata atau
unsur leksikal yang sukar dicari pasanganya karena memang mungkin
tidak ada, tetapi ada juga yang memiliki pasangan lebih dari satu. Contoh yang
sukar dicari pasanganya adalah kata-kata yang berkenaan dengan nama warna.
Contoh kedua yaitu contoh yang pasanganya lebih dari satu, yaitu berdiri
misalnya. Kata berdiri bukan hanya bias dipertentangkan dengan kata tidur,
tetapi bisa saja dengan kata tiarap, rebah, duduk, jongkok dan berbaring.
Ketiga, kita sering kali
sukar mengatur ciri-ciri semantic itu secara bertingkat, mana yang lebih
bersifat umum, dan mana yang lebih bersifat khusus. Contohnya, ciri jantan dan
dewasa, mana yang lebih bersifat umum antara jantan dan dewasa. Bisa jantan,
tetapi bisa juga dewasa sebab tidak ada alas an bagi kita untuk menyebutkan
cirri jantan lebih bersifat umum daripada dewasa, begitu juga sebaliknya,
karena ciri yang satu tidak menyiratkan makna yang lain.
Kelemahan Analisis Komponen
Makna Menggunakan Pembagian Biner
Di samping memiliki beberpa
mamfaat, analisis komponen makna juga memiliki keterbatasan. Analisis komponen
makna tidak dapat diterapkan pada semua kata, karena komponen makna kata
berubah-ubah, bervariasi dan bertumpang tindih. Analisis komponen makna lebih
banyak dilaksanakan pada kelas kata nomina, belum banyak dilakukan pada kelas
kata verba, atau adjektiva, kata-kata dari kelas itu juga dapat diberi
ciri-ciri semantik.
Walaupun analisis komponen
makna ini dengan pembagian biner banyak kelemahanya tetapi cara ini banyak
manfaatnya untuk memahami makna kalimat. Para tata bahasawan tranformasional
juga telah menggunakan teknik ini sehingga minat terhadap anlisis komponen
makna ini menjadi meningkat. Analisis semantic kata yang dibuat seperti diatas
tentu banyak memberi manfaat dalam memahami makna-makna kalimat, tetapi
pembuatan daftar kosa kata dengan disertai ciri-ciri semantiknya secara lengkap
bukanlah pekerjaan yang mudah sebab memerlukan pengetahuan budaya, ketelitian,
waktu, dan tenaga yang cukup besar.
Kesesuaian Semantis dan Gramatis
Seorang bahasawan atau
penutur suatu bahsa dapat memahami dan menggunakan bahasanya bukanlah karena
dia menguasai semua kalimat yang ada dalam bahsanya itu, melainkan karena
adanya kesesuaian cirri-ciri semantic antara unsure leksikal yang satu dengan
unsure leksikal lainnya. Contoh: katak, wanita dan mengnadung mempunyai
kesesuaian cirri semantic. Tetapi antara jejaka dan mengandung tidak ada
kesesuaian ciri. Karena pada kata wanita ada kesesuaian ciri (+ mengandung)
sedangkan pada kata jejaka ada cirri (+ non mengandung).
Ciri
|
Wanita
|
jejaka
|
Insane
Mengandung
|
+
+
|
+
_
|
Kesesuaian ciri berlaku bukan
hanya pada unsure-unsur leksikal saja, tetapi juga berlaku antara unrus
leksikal dan gramatikal. Contohnya: kata seekor hanya sesuai dengan kata ayam,
tetapi tidak sesuai dengan kata ayam-ayam, yaitu bentuk reduplikasi dari kata
ayam.
Kata seekor sesuai dengan
kata aya, karena keduanya mengandung cirri (+tunggal), sebaliknya kata seeok
tidak sesuia dengan kata ayam-ayam karena seeokr berciri makana (+ tunggal)
sedangkan ayam-ayamayam berciri makna (-tunggal)
Ciri
|
seekor
|
ayam
|
ayam-ayam
|
tunggal
|
+
|
+
|
_
|
Kata seekor dan guru juga
tidak mempunyai kesesuaian karena kata guru berciri makna (+manusia) sedangkan
kata seekor (-manusia). Kata seekor hanya sesuai dengan kata yang berciri
(-manusia), misalnya ayam dan kambing,. Kata ayam pun tidak sesuai dengan kata
seorang karena kata seorang berciri (+manisia).
Ciri
|
guru
|
seekor
|
ayam
|
seorang
|
manusia
|
+
|
-
|
-
|
+
|
Adanya kesesuaian
unsure-unsur leksikal dan integrasinya dengan unrur gramatikal sudah banyak
diteliti orang sejalan dengan pesatnya penelitian di bidang semantic sejak
tahun 60-an. Pada ahli tata bahasa generatif seperti Chfe (1970) dan Fillmore
(1971) berpendapat bahwa setiap unsure leksiakal mengandung ketentuan ketentuan
penggunaannya yang sudah terfatori yang bersifat grametikal dan bersifat
semantik. Ketentuan-ketentuan gramatikal memberikan kondisi-kondisi gramtikal
yang berlaku jika suatu unsur gramatikal yang hendak digunakan. Contohnya, kata
kerja “ makan” dalam penggunaannya memerlukan adanya sebuah subjek
dan sebuah objek (walaupun di sini objek bisa dihilangkan).
Selain itu,
ketentuan-ketentuan semantic menunjukkan ciri-ciri semantis yang harus ada di
dalam unsur-unsur leksikal yang bersangkutan yang disebut di dalam ketentuan
gramatikal tersebut . Kata makan di atas menyiratkan bahwa subjeknya harus
mengandung ciri makna (+bernyawa) dan objeknya mengandung ciri makna
(+makanan).
DAFTAR PUSTAKA
Agnes, Michael (Ed). 2001
(1999). Webster’s New World College Dictionary (Edisi
ke-4). Cleveland: IDG Books Worldwide, Inc.
Alwi, Hasan, dkk.
2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Aminuddin. 2011. Semantik
Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Algensido.
Fromkin, Victoria dan Robert
Rodman. 1998. An Introduction to Language (Edisi
ke-6). Orlando: Harcourt Brace College Publishers.
Chaer, Abdul. 2009. Pengantar
Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Cruse, Alan.2000. Meaning
in Language. An Introduction to Semantics and Pragmatics. Oxford : University
Pres
Kridalaksana,
Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Edisi
Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Lyons, John.
1996/1995. Linguistic Semantics. Cambridge: Cambridge University Press.
Matsna HS., M.A. Dr. H.
Moh. Orientasi Semantik Al-Zamakhsyari Kajian Makna Ayat-Ayat Kalam.
Jakarta : Anglo Media. 2006
Matthews, Peter. 1997. The
Concise Oxford Dictionary of Linguistics. Oxford: Oxford University Press.
Pateda, Mansoer. 2001.Semantik
Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
Russo, Vito. 1993. History
of Motion Pictures. Microsoft Encarta 96 Encyclopedia © 1993-1995 Microsoft
Corporation.
Saeed, John.I.
2000/1997. Semantics. Oxford: Blackwell Publishing Ltd.
Suwandi, Sarwiji.
2008. Semantik Pengantar Kajian Makna. Yogyakarta: Media Perkasa.
Tarigan, HG. 1985. Prinsip-prinsip
dasar Sintaksis. Bandung: Angkasa
No comments:
Post a Comment